Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Petani

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Video Artikel Utama

Dari Orang-orangan ke Aneka Warna Plastik, Cara Petani Usir Pipit

4 September 2025   06:07 Diperbarui: 4 September 2025   17:00 530 20 8

Sumber: https://www.youtube.com/@gnafanu

Di berbagai daerah pedesaan Indonesia, pemandangan sawah hijau dengan hiasan orang-orangan sudah lama menjadi bagian dari tradisi pertanian. 

Patung sederhana yang terbuat dari jerami, bambu, dan pakaian bekas itu memiliki fungsi utama untuk menakut-nakuti burung, khususnya burung pipit yang gemar menyerang padi yang mulai menguning. 

Namun, seiring waktu, metode tradisional ini mulai ditinggalkan karena dianggap kurang efektif.

Orang-orangan sawah dipercaya mampu mengecoh burung. Bentuknya yang menyerupai manusia membuat burung pipit berpikir ada penjaga di lahan pertanian. 

Dengan begitu, kawanan burung cenderung menjauh dan tidak berani mendekati bulir padi. Prinsip ini mirip dengan insting burung yang cenderung menghindari ancaman.

Sayangnya, burung adalah makhluk yang cepat beradaptasi. Awalnya orang-orangan cukup efektif, tetapi lama-kelamaan burung pipit menyadari bahwa sosok manusia palsu itu tidak bergerak sama sekali. 

Ketika burung menyadari bahwa orang-orangan tidak berbahaya, maka serangan tetap terjadi, bahkan lebih agresif karena kawanan burung datang dalam jumlah besar.

Untuk mengatasi kelemahan itu, petani dulu menghubungkan orang-orangan dengan tali yang ditarik dari pondok kecil di tepi sawah. 

Setiap kali burung datang, petani menarik tali sehingga orang-orangan bergerak. Cara ini membuat burung terkejut dan kabur.

Namun, metode ini menguras tenaga dan membuat petani harus selalu berada di sawah.

Dalam era pertanian modern, petani semakin mencari solusi yang lebih efisien dan tidak menyita banyak waktu. 

Di sinilah muncul inovasi sederhana namun efektif, plastik warna-warni yang dipasang di sekitar pematang atau di atas lahan.

Potongan plastik itu dipasang dengan tali dan dibiarkan berkibar tertiup angin. Gerakan plastik yang tidak terduga membuat burung merasa terganggu dan enggan mendekat.

Keunggulan plastik warna-warni adalah gerakannya yang alami dan konstan. Berbeda dengan orang-orangan yang statis, plastik berdesir setiap kali angin bertiup.

Ini akan menimbulkan kilatan cahaya dan suara gemerisik yang dianggap mengancam oleh burung. Inilah yang membuat burung lebih sulit beradaptasi.

Selain lebih efektif, plastik juga lebih murah dan mudah diperoleh. Petani cukup memanfaatkan kantong plastik bekas atau pita plastik panjang, lalu memasangnya di titik-titik strategis. 

Tidak butuh tenaga ekstra untuk menggerakkannya, karena angin sudah menjadi “penjaga sawah” alami.

Di sisi lain, penggunaan plastik warna-warni juga mencerminkan perubahan gaya hidup petani. Mereka kini lebih praktis, tidak lagi punya banyak waktu untuk menjaga sawah seharian. 

Dengan plastik, lahan bisa terlindungi tanpa harus selalu diawasi. Ini menjadi jawaban atas kebutuhan efisiensi di tengah tuntutan produksi pangan yang terus meningkat.

Fenomena beralihnya petani dari orang-orangan ke plastik juga menggambarkan bagaimana tradisi dan inovasi bisa saling menggantikan. 

Orang-orangan memang menyimpan nilai budaya dan estetika, tetapi dalam hal efektivitas, plastik lebih unggul. 

Banyak petani bahkan memadukan keduanya, orang-orangan tetap dipasang untuk simbolis, sementara perlindungan utama berasal dari plastik warna-warni.

Dari sisi sosial budaya, orang-orangan sawah memiliki nilai yang mendalam. Ia bukan hanya penjaga padi, tetapi juga simbol kreativitas petani dalam menghadapi tantangan alam. 

Bahkan, dalam cerita rakyat dan karya seni, orang-orangan sering dijadikan ikon perjuangan manusia melawan hama. Meski kini mulai tergeser, keberadaannya tetap dikenang.

Sementara itu, plastik warna-warni tidak memiliki nilai simbolis, tetapi lebih menonjolkan aspek fungsional. 

Inovasi sederhana ini membuktikan bahwa solusi pertanian tidak selalu harus mahal atau canggih. 

Dengan sedikit kreativitas, bahan yang tampak sepele bisa menjadi teknologi tepat guna.

Jika ditilik dari sudut pandang ekologi, penggunaan plastik memang menimbulkan dilema baru. Plastik yang dibiarkan berserakan di sawah dapat mencemari lingkungan. 

Oleh karena itu, penting bagi petani untuk memastikan plastik bekas dikumpulkan kembali setelah masa panen selesai. Dengan begitu, efektivitas tetap terjaga tanpa merusak ekosistem.

Ke depan, bisa jadi akan lahir metode yang lebih ramah lingkungan, seperti pita reflektif yang bisa dipakai berulang kali atau alat pengusir burung berbasis suara. 

Namun, untuk saat ini, plastik warna-warni masih menjadi pilihan favorit petani karena murah, praktis, dan efektif.

Dengan demikian, pergeseran dari orang-orangan ke plastik warna-warni adalah cermin perubahan zaman. 

Tradisi tetap hidup sebagai warisan, tetapi inovasi sederhana mengambil peran lebih besar dalam menjawab kebutuhan. 

Dulu orang-orangan, sekarang petani pakai plastik warna-warni untuk mengusir pipit (dok foto: Gregorius Nafanu)
Dulu orang-orangan, sekarang petani pakai plastik warna-warni untuk mengusir pipit (dok foto: Gregorius Nafanu)

Inilah bukti bahwa dunia pertanian selalu bergerak mengikuti tantangan dan kreativitas manusia.

Pada akhirnya, baik orang-orangan maupun plastik warna-warni memiliki makna masing-masing. Yang satu menjadi simbol budaya, yang lain menjadi solusi modern.

Keduanya menunjukkan bahwa petani Indonesia selalu punya cara untuk menjaga hasil panennya, demi memastikan keberlangsungan pangan bagi banyak orang.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4