Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.
Sutardji Calzoum Bachri. Presiden Penyair Indonesia. 24 Juni mendatang, ia genap 82 tahun. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta akan menggelar serangkaian acara untuk Peringatan 82 Tahun Sutardji Calzoum Bachri. Hal itu diungkapkan Iwan Henry Wardhana, selaku Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Terus Gerakkan Literasi
Selasa, 21 Februari 2023 ini, Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) DKI Jakarta, duduk bersama untuk berembuk tentang Peringatan 82 Tahun Sutardji Calzoum Bachri tersebut. Disbud dan Dispusip akan berkolaborasi, sebagai bagian dari upaya bersama untuk meningkatkan literasi bangsa, khususnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, sebuah kabupaten di Provinsi Riau, pada 24 Juni 1941. Selepas SMA, ia melanjutkan studi ke Fakultas Sosial Politik, Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat. Semasa menjadi mahasiswa itulah, Sutardji memulai proses kreatifnya dengan menulis puisi, esei, dan cerita pendek.
Sebelum tamat, Sutardji meninggalkan bangku kuliah, kemudian menetap di Jakarta, dan terus bergulat dengan sastra. Pada tahun 1976-1977, karyanya meraih Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta. Praktis, perjalanan panjangnya di dunia sastra, berlangsung di Jakarta, khususnya di Taman Ismail Marzuki (TIM).
Staminanya dalam berkarya, sangat mengagumkan. Bahkan, ketika usianya sudah mendekati 82 tahun, Sutardji tanpa lelah terus menggerakkan literasi dengan berbagi spirit kepada kalangan muda melalui berbagai komunitas.
Iwan Henry Wardhana, selaku Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, sangat terkesan dengan kiprah Sutardji Calzoum Bachri di bidang sastra khususnya dan di bidang kebudayaan umumnya. Rencana Peringatan 82 Tahun Sutardji Calzoum Bachri adalah bagian dari bentuk apresiasi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terhadap Sutardji.
Selain berkolaborasi dengan Dispusip DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana juga menjalin kerjasama dengan Komunitas Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI), yang dipimpin oleh Octavianus Masheka. Pada Kamis, 9 Februari 2023 lalu, Iwan Henry Wardhana beserta sejumlah staf Disbud berkunjung ke kediaman Sutardji Calzoum Bachri.
Restu dari Sang Presiden
Kedatangan Iwan Henry Wardhana ke rumah Sutardji, selain untuk bersilaturahmi, juga sekaligus meminta restu dari yang bersangkutan, terkait Peringatan 82 Tahun Sutardji Calzoum Bachri. "Saya tentu saja sangat berterima kasih atas penghargaan Disbud terhadap karya-karya saya," ujar Sutardji.
Ia menyambut antusias rencana Peringatan 82 Tahun Sutardji Calzoum Bachri tersebut. Bahkan, Sutardji membuat surat tanda persetujuan, sekaligus membacakannya. Iwan Henry Wardhana dan Octavianus Masheka yang mendampingi, terharu atas kelapangan hati Presiden Penyair Indonesia tersebut.
Iwan, Sutardji, dan Octavianus kemudian terlibat dalam percakapan yang mengasyikkan tentang sastra, kebudayaan, dan kebangsaan. "Puisi itu bukan hanya bercantik-cantik dengan bahasa, tapi mengandung spirit hidup, spirit kebangsaan, sebagaimana yang dilakukan oleh Chairil Anwar," ungkap Sutardji Calzoum Bachri.
Sutardji menilai, para pegiat seni di tanah air, intens mendalami seni tradisi serta mengembangkannya. Itu tercermin, antara lain, pada tradisi Bali dalam berbagai pentas teater Putu Wijaya. Juga, tradisi Jawa dalam berbagai pentas teater WS Rendra. Termasuk tradisi Cirebon, pada berbagai pentas Arifin C. Noor.
Hal serupa juga dilakukan para pegiat seni dari berbagai bidang yang lain. Dan, nampaknya, kecenderungan yang demikian juga dilakoni oleh para pegiat seni dari kalangan muda. Kondisi tersebut tentu saja patut diapresiasi, karena apa yang mereka lakukan sesungguhnya adalah menggali nilai-nilai dari tradisi sendiri.
Jamal D Rahman, Pemimpin Redaksi Majalah Sastra Horison, menulis di Harian Kompas, pada Jumat, 4 April 2008: usaha Sutardji Calzoum Bachri memaknai mantra secara baru dan menurunkannya dalam puisi, merupakan usaha menggali kebudayaan Melayu Riau, kebudayaan Sutardji sendiri. Dan itu memang memberikan kebaruan sekaligus kesegaran pada puisi Indonesia modern.
Dalam konteks menggali nilai-nilai dari budaya tradisi tersebut, Iwan Henry Wardhana berharap, Peringatan 82 Tahun Sutardji Calzoum Bachri ini menjadi momentum untuk merangkul kalangan muda, agar bergairah melakukan hal serupa. Dengan kata lain, supaya anak-anak bangsa tidak tercerabut dari akar budayanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mencatat, Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik. Lebih tepatnya, di negeri ini terdapat 1.340 suku. Tiap suku memiliki kultur sendiri. Betapa luar biasa kekayaan budaya tradisi kita. Dan, masih sangat banyak yang belum tergali secara nilai-nilai budaya.
Artinya, tidak berlebihan, ketika Iwan Henry Wardhana berharap, Peringatan 82 Tahun Sutardji Calzoum Bachri ini menjadi momentum untuk membangun kesadaran kalangan muda terhadap nilai-nilai budaya. Bukankah apa yang sudah dilakukan Sutardji, sangat patut diteladani?
Jakarta, 22 Februari 2023