Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.
Seringkali, tidak ada pekerjaan. Apalagi, secara usia, rerata sebagian besar warga Kampung Cibulan, sudah masuk kategori tua. Sudah di atas 40-50 tahun. Sementara, mereka masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, di tengah sempitnya peluang kerja.
Peluang dari Kebun Alpukat
Sejak awal tahun 2024, tumbuh harapan baru bagi warga Kampung Cibulan. Kebetulan, di sebelah perkampungan mereka, ada yang menggarap lahan untuk dijadikan perkebunan durian dan alpukat. Lahan seluas 8 hektar itu, sebelumnya merupakan lahan nganggur. Praktis tidak ditanami apa-apa.
Lahan itu secara administratif masih masuk wilayah Kampung Cibulan. "Saya sejak awal sudah ikut membabat membersihkan lahan tersebut," ujar Kang Pepen. Boleh dibilang, Kang Pepen merupakan warga Cibulan pertama yang terlibat dalam pengerjaan lahan itu.
Kang Pepen pula yang memperkenalkan saya dengan Hindra Wijaya Iskandar, yang berencana berkebun durian dan alpukat di sana. Setiap ada kebutuhan tenaga kerja, Kang Pepen mengusulkan warga Cibulan. "Saya mohon kepada Pak Hindra agar mempekerjakan warga Kampung Cibulan terlebih dahulu, sebelum warga dari wilayah lain," katanya.
Salah seorang di antaranya adalah Kang Emen, warga asli Kampung Cibulan, yang sudah cukup lama bergelut sebagai pekerja bangunan di banyak tempat. "Saya beruntung diterima bekerja di sini, meski saya sudah tua. Kadang saya ditugaskan mengerjakan bangunan. Kadang mengolah tanah," ungkap Kang Emen.
Kang Emen, atas persetujuan Pak Hindra dan Kang Pepen, juga mengajak anaknya, Wahyu, untuk turut bekerja di sana. Adakalanya bapak dan anak itu sama-sama mengerjakan bangunan. Adakalanya mereka sama-sama mengolah tanah.
Demikian pula halnya dengan Kang Herman dan Kang Acin, dua warga Kampung Cibulan lainnya, yang juga turut bekerja di lahan yang digarap Pak Hindra. Mereka sama-sama bekerja di bagian bangunan, yang saat itu tengah membangun pagar lahan.
Kang Emen, Wahyu, Kang Herman, dan Kang Acin, adalah sebagian dari 20 warga Kampung Cibulan, yang sudah terserap sebagai tenaga kerja di perkebunan durian dan alpukat tersebut. Meski masih di tahap persiapan lahan, serapan tenaga kerja itu sudah turut mengurangi angka pengangguran di Kampung Cibulan.
Pengangguran dan Serapan Tenaga Kerja
Ke-20 warga Kampung Cibulan yang sudah dipekerjakan tersebut berharap, agar mereka juga dipekerjakan, setelah perkebunan durian dan alpukat tersebut beroperasi. Tentu, hal tersebut merupakan harapan yang wajar, karena persaingan untuk mendapatkan pekerjaan kian sengit.