Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Cibulan, Potret Kampung di Balik Kebun Sawit Cikidang

29 Oktober 2024   12:46 Diperbarui: 29 Oktober 2024   12:51 506 3 0


Tiap kali melintasi kawasan Cikidang Sukabumi, kita disambut hamparan kebun sawit. Jalan-jalan penuh kelokan, pemandangan hijau di kiri-kanan, menjadi healing yang menyenangkan. Kali ini, saya menyeruak kebun sawit tersebut, menyusuri Kampung Cibulan, salah satu kampung di sebelah hamparan kebun sawit Cikidang.

Cibulan, Pangkalan, dan Cikidang

Menyusuri Cibulan, kampung di balik hambaran kebun sawit Cikidang, Sukabumi. Foto: Isson Khairul
Menyusuri Cibulan, kampung di balik hambaran kebun sawit Cikidang, Sukabumi. Foto: Isson Khairul

Sebagai sebuah nama kampung, Cibulan tentulah nama yang indah. Dari arah kebun sawit di perbukitan, kampung itu berada di lembah. Pada Sabtu, 26 Oktober 2024 lalu, saya menyusuri Cibulan membonceng sepeda motor yang dikendarai Kang Pepen.

Secara administratif, Kampung Cibulan berada di Desa Pangkalan, Kelurahan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di kawasan ini, ada 4 Rukun Tetangga (RT), salah satunya RT 4, yang dikenal sebagai Kampung Cibulan.

Bersama Kang Pepen, kami menyusuri jalan-jalan perkampungan tersebut, yang sebagian besar sudah disemen. Jalan kampung itu, cukup leluasa untuk dilintasi satu sepeda motor. Kalau berpapasan, salah satu harus berhenti, agar tidak bertabrakan.

Untunglah, Kang Pepen sebagai warga Cibulan, sudah terbiasa mengendarai sepeda motor di sana. Ia lincah menghadapi tikungan, tanjakan, sekaligus turunan. Suasana perkampungan itu relatif masih asri. Kondisi rumah penduduk, beragam. Ada yang semi permanen. Ada pula yang sudah permanen.

"Khusus di Kampung Cibulan, penduduknya ada 125 jiwa, dengan 60 Kepala Keluarga. Sebagian mengolah sawah, menanam padi," ujar Kang Pepen. Sawah yang mereka olah, bukan lahan milik pribadi, tapi lahan milik negara. Itu sudah berlangsung sejak kakek-nenek mereka.

Teh Cucum, warga Kampung Cibulan lainnya, bercerita, bahwa luasan sawah yang diolah masing-masing warga, ya tak seberapa. "Kami tetap bersyukur, terus mengolah sawah, meski sering kalah cepat dengan hama tikus yang merusak tanaman padi," tutur Kang Endang, suami Teh Cucum.

Dua anak Teh Cucum, merantau ke Kalimantan, bekerja di perkebunan sawit di sana. Jajang Nurjaman, Ketua Pemuda Kampung Cibulan, mengungkapkan, "Ada 25 anak muda di Cibulan, yang sebagian besar masih menganggur. Mereka lulusan SMA. Tak ada yang berminat menjadi petani."

Dari cerita Kang Pepen, Teh Cucum, Kang Endang, dan Jajang Nurjaman, saya tahu, sebagian besar warga Cibulan sehari-hari bekerja secara serabutan. Ada yang bertani, beternak kambing, dan ada pula yang menjadi pekerja bangunan.

Seringkali, tidak ada pekerjaan. Apalagi, secara usia, rerata sebagian besar warga Kampung Cibulan, sudah masuk kategori tua. Sudah di atas 40-50 tahun. Sementara, mereka masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, di tengah sempitnya peluang kerja.

Peluang dari Kebun Alpukat

Sejak awal tahun 2024, tumbuh harapan baru bagi warga Kampung Cibulan. Kebetulan, di sebelah perkampungan mereka, ada yang menggarap lahan untuk dijadikan perkebunan durian dan alpukat. Lahan seluas 8 hektar itu, sebelumnya merupakan lahan nganggur. Praktis tidak ditanami apa-apa.

Lahan itu secara administratif masih masuk wilayah Kampung Cibulan. "Saya sejak awal sudah ikut membabat membersihkan lahan tersebut," ujar Kang Pepen. Boleh dibilang, Kang Pepen merupakan warga Cibulan pertama yang terlibat dalam pengerjaan lahan itu.

Kang Pepen pula yang memperkenalkan saya dengan Hindra Wijaya Iskandar, yang berencana berkebun durian dan alpukat di sana. Setiap ada kebutuhan tenaga kerja, Kang Pepen mengusulkan warga Cibulan. "Saya mohon kepada Pak Hindra agar mempekerjakan warga Kampung Cibulan terlebih dahulu, sebelum warga dari wilayah lain," katanya.

Salah seorang di antaranya adalah Kang Emen, warga asli Kampung Cibulan, yang sudah cukup lama bergelut sebagai pekerja bangunan di banyak tempat. "Saya beruntung diterima bekerja di sini, meski saya sudah tua. Kadang saya ditugaskan mengerjakan bangunan. Kadang mengolah tanah," ungkap Kang Emen.

Kang Emen, atas persetujuan Pak Hindra dan Kang Pepen, juga mengajak anaknya, Wahyu, untuk turut bekerja di sana. Adakalanya bapak dan anak itu sama-sama mengerjakan bangunan. Adakalanya mereka sama-sama mengolah tanah.

Demikian pula halnya dengan Kang Herman dan Kang Acin, dua warga Kampung Cibulan lainnya, yang juga turut bekerja di lahan yang digarap Pak Hindra. Mereka sama-sama bekerja di bagian bangunan, yang saat itu tengah membangun pagar lahan.

Kang Emen, Wahyu, Kang Herman, dan Kang Acin, adalah sebagian dari 20 warga Kampung Cibulan, yang sudah terserap sebagai tenaga kerja di perkebunan durian dan alpukat tersebut. Meski masih di tahap persiapan lahan, serapan tenaga kerja itu sudah turut mengurangi angka pengangguran di Kampung Cibulan.

Pengangguran dan Serapan Tenaga Kerja

Ke-20 warga Kampung Cibulan yang sudah dipekerjakan tersebut berharap, agar mereka juga dipekerjakan, setelah perkebunan durian dan alpukat tersebut beroperasi. Tentu, hal tersebut merupakan harapan yang wajar, karena persaingan untuk mendapatkan pekerjaan kian sengit.

Potret pengangguran di Kampung Cibulan, sesungguhnya adalah potret mini dari kondisi di Kabupaten Sukabumi. Kita tahu, Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat, tingkat pengangguran di Kabupaten Sukabumi mencapai 7,32 persen. Angka itu di atas tingkat pengangguran secara nasional, yang pada Agustus 2023 adalah 5,32 persen.

Sementara, tingkat pengangguran terbuka di Kota Sukabumi pada kurun waktu yang sama, mencapai 8,53 persen. Artinya, persaingan lapangan kerja di Kota Sukabumi, jauh lebih sengit lagi. Karena itu, bertarung nasib ke Kota Sukabumi, bukanlah pilihan bagi warga Kampung Cibulan.  

Mereka sadar, ijazah mereka tak cukup tinggi, untuk diadu di perkotaan. Keterampilan mereka pun relatif terbatas. Sebaliknya, mereka paham, wilayah Cikidang dan sekitarnya memiliki potensi untuk usaha di sektor pertanian. Dan, warga Cibulan merasa relevan dengan bidang pekerjaan tersebut.

Karena itulah, mereka memilih bertahan di Cibulan, berharap hidup dari bidang pertanian. Salah satu keunggulan usaha pertanian, dalam konteks penyerapan tenaga kerja lokal, sudah dirasakan oleh Kang Emen, Wahyu, Kang Herman, Kang Acin, dan 20 warga Kampung Cibulan lainnya.

Secara usia, lebih longgar. Secara keterampilan, juga lebih terbuka. Kondisi alam wilayah Cikidang dan sekitarnya, memiliki potensi untuk hal tersebut.  Apalagi, usaha pertanian, dalam hal ini sektor pangan, telah menjadi salah satu agenda utama nasional.

Maka, ini adalah momentum bagi stakeholder setempat untuk merangkul para pebisnis pertanian agar berinvestasi di sana. Saya pikir, ini peluang sekaligus tantangan bagi seluruh stakeholder wilayah Cikidang dan sekitarnya, agar prinsip ramah investasi dan pro investor, bukan hanya sebagai slogan semata. Tapi, benar-benar diimplementasikan secara operasional di lapangan.

Cikidang, 29 Oktober 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3