Keluar tol Madiun sekitar pukul 20.00 tiba-tiba begitu rindu kuliner Madiun. Halah ...padahal cuma pergi dari Jumat sampai Minggu. Lebay ya ...
Mungkin ini karena adanya mitos makanan, yang mengatakan, saat di suatu kota, biasanya kita ingin mencicipi kuliner khasnya. Hihihihi...
"Nostalgia beli pecel pojok yuk, Dek!" Kata ayah.
"Ayuk! Aku juga pengin pecel!" Jawabku
Pecel pojok yang dimaksud adalah di ujung jalan Cokro. Tapi saat itu kita lewat jalan timur, via terminal.
" Pecel Bu Wo saja ya, Dek. Sambil lewat!"
"Oke!" Aku sih nggak fanatik. Menurut ku semua pecel Madiun enak dengan keunikannya masing-masing. Bahkan pecel di warung kecil yang hanya menyediakan lauk kerupuk puli, rempeyek, tempe, rimbil atau heci bagiku tetap enak dan nikmat.
Sampai di pecel Bu Wo, tiba-tiba seleraku berubah. Pengin sate Ponorogo yang letaknya berseberangan dengan pecel Bu Wo. Toh sambal nya juga pakai bumbu pecel. Penasaran saja, kenapa banyak pengunjungnya. Apa yang istimewa.
Perlu direview sepertinya. Review makanan yang istimewa. Tentunya harus dicicipi biar pas saat review makanan, tidak ngasal dan bisa dipertanggungjawabkan.
Akhirnya kami berpisah. Ayah di pecel Bu Wo, Aku menyeberang ke sate ayam Ponorogo Pak H.Tukir Sobikun. Pasangan yang aneh? Ya begitulah kita. Hehehe....
"Pesen satenya satu porsi ya, Pak!"
"Ya, Bu. Silakan duduk dulu!"
Aku duduk. Tiba-tiba merasa haus. Kulirik pengunjung nya rata-rata minum air kemasan dari kulkas. Padahal aku pengin es jeruk.
"Pak, minumnya yang di kulkas semua?"
"Iya, Bu. Ambil saja!"
"Es jeruk nggak ada, Pak?
"Ada, Bu. Mau pesan es jeruk?"
"Ya, Pak!"
Sambil menunggu pesanan siap, aku mengamati pak sate yang sedang mengipas daging ayam yang sudah ditusuk. Aromanya sungguh menggoda. Asapnya mengepul dan aromanya menguar lezat khas sate ayam.
Agak lama akhirnya satenya selesai dibakar.
"Bungkus atau makan di sini, Bu?"
"Makan di sini, Pak!"
"Eh, bungkus saja, Pak!"
"Pakai lontong, Bu?"
"Nggak usah, Pak!" Tadinya kalau makan di sini aku pengin pakai lontong. Tapi kalau dibawa pulang, kayaknya nggak usah. Di rumah aku ada persediaan lontong.
Kuangsurkan selembar uang biru, dan dikasih kembalian. Selembar uang oranye dan beberapa receh. Delapan ribu? Berapa harga satenya? Tadinya aku berharap kembaliannya ada uang hijau, paling tidak ungu, lah!
"Mas, satenya berapa?" Sebagai emak-emak, tentunya aku tidak bisa berdiam diri saat merasakan sesuatu yang tidak wajar.
"Tiga puluh enam ribu, Bu!" Aku kaget. Kenapa lebih mahal dari sate kambing?Kubuka sate dan kuhitung jumlah tusuknya. Jangan-jangan dikasih 20 atau bahkan 30 tusuk sehingga harganya semahal itu. Ternyata tetap saja 10 tusuk.
"Ini, Bu!" Masnya kasir menunjukkan kalkulator yang tertera angka 42 ribu, karena tadi aku tambah es jeruk.
"Oh ya sudah, Mas kalau sudah betul. Terima kasih ya!"
"Sama2, Bu!" Aku segera menyeberang jalan. Ternyata ayah sudah selesai makan hidangan favorit nya. Nasi pecel lauk bacem lidah sapi.
Sampai di rumah segera kupanasi lontong dan kutinggal menata barang -barang yang sudah dikeluarkan ayah dari mobil.
Setelah selesai menata bawaan, lontong nya sudah hangat, siap dinikmati.
Kubuka satenya. Ternyata sambal nya dipisah. Lumayan banyak. Kalau beli sambalnya saja mungkin nggak boleh 5 ribu. Dasar emak-emak. Semua dihitung. Hihihi...
Dan......taraaa!
Ternyata satenya jumbo. Besarnya mirip sundukan yang kalau dijual pertusuk bisa dihargai 5 ribu pertusuk. Pantas saja harga per porsinya 36 ribu. Worth it, lah!
Apalagi saya ambil 3 tusuk sudah nutupin piring. Seporsi sate ayam Ponorogo yang ini bisa untuk 2-3 porsi. Tak heran dan wajar saja kalau harga per porsinya 36 ribu.
Rasa satenya juga sudah enak, empuk, jusi dan maknyusss tentunya meski belum disiram sambal kacang. Rasa dan aroma sate Ponorogo yang khas. Sebab untuk orang yang nggak paham persatean, biasanya daging ayamnya jadi keras kalau dibakar.
Tapi untuk sate Ponorogo yang ini, pokoknya mantap tekstur dan rasanya. Saya habiskan dulu Satenya. Kalau penasaran ingin mencoba saat dolan ke Madiun, lokasinya di bekas terminal lama, di seberang pecel Bu Wo yang legendaris.
Yuk Simak video nya ya...
Sumber : YouTube @Isti Yogiswandani channel