Dalam konteks kesenian, hadroh merujuk pada majelis atau perkumpulan yang diiringi oleh alat musik perkusi seperti rebana, terbang, jidor, dan bas.
Syair-syair yang dilantunkan umumnya berupa puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, doa, dan syiar Islam lainnya.
Awalnya, hadroh dibawa oleh para pedagang dan ulama dari Timur Tengah sebagai salah satu cara menyebarkan agama Islam di Nusantara.
Ketika hadroh tiba di tanah Jawa, ia tidak serta merta diterima dalam bentuk aslinya. Masyarakat Jawa yang kaya akan tradisi seni pertunjukan, seperti gamelan, wayang, dan tari, secara perlahan mengadaptasi hadroh agar lebih sesuai dengan selera dan nilai-nilai lokal.
1. Instrumen Musik

Penambahan instrumen ini memberikan sentuhan melodi dan ritme yang lebih kompleks, menciptakan nuansa yang berbeda dari hadroh asli yang menggelegar dan cepat.
2. Melodi dan Irama
Irama hadroh yang awalnya cenderung monoton dan berulang, perlahan diperkaya dengan sentuhan melodi Jawa yang lebih dinamis dan bervariasi.
Pengaruh cengkok vokal dan pola tabuhan gamelan secara tidak langsung memengaruhi cara hadroh dimainkan dan dilantunkan, menjadikannya lebih mudah diterima oleh telinga masyarakat Jawa yang lembut dan alon-alon waton kelakon.
3. Bahasa dan Syair