Allahumma sholli wa sallim ‘ala
Sayyidina wa Maulana Muhammadin
Adada ma fi’ilmillahi sholatan
Daimatan bidawami mulkillahi
Artinya:
Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada
Junjungan kami, Nabi Muhammad SAW.
Sebanyak bilangan yang ada dalam ilmu Allah, dengan limpahan rahmat yang abadi,
seabadi kerajaan Allah".
Saat saya datang, sholawat sa'adah berkumandang dari lantunan grup Hadroh Ya Bulbul MI Bahrul Ulum, Mbuluh Krandegan Kebonsari Madiun.
Hiburan Seni Hadroh ini khusus didatangkan untuk menghibur para tamu dan mengiringi acara Temon Manten Mbak Luthfiana Sa'adah, Putri Bapak Saeroden.
Kenapa justru seni Hadroh yang mengiringi acara Temon Manten sekaligus Walimatul 'Ursy?
Sebagai masyarakat Jawa, tentunya nguri-uri budaya adalah langkah yang patut diapresiasi. Namun begitu, sebagai masyarakat relegius, tentunya hal-hal yang bernuansa spiritual tidak boleh ditinggalkan. Akhirnya terjadi akulturasi yang indah antara budaya Jawa Temon Manten dan seni budaya yang mengiringinya.
Seni hadroh, dengan irama tabuhan rebana yang khas, mengiringi acara Temon Manten dan lantunan sholawat yang syahdu, tak hanya menjadi medium dakwah, tetapi juga cerminan indah akulturasi budaya di Indonesia, khususnya dengan kebudayaan Jawa, yang terjadi di sebagian besar daerah di Jawa Timur.
Kesenian ini, yang berakar dari tradisi Islam di Timur Tengah, telah menyatu padu dengan kearifan lokal Jawa, menciptakan harmoni yang unik dan memikat.
Secara etimologis, "hadroh" berasal dari bahasa Arab yang berarti "kehadiran".
Dalam konteks kesenian, hadroh merujuk pada majelis atau perkumpulan yang diiringi oleh alat musik perkusi seperti rebana, terbang, jidor, dan bas.
Syair-syair yang dilantunkan umumnya berupa puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, doa, dan syiar Islam lainnya.
Awalnya, hadroh dibawa oleh para pedagang dan ulama dari Timur Tengah sebagai salah satu cara menyebarkan agama Islam di Nusantara.
Ketika hadroh tiba di tanah Jawa, ia tidak serta merta diterima dalam bentuk aslinya. Masyarakat Jawa yang kaya akan tradisi seni pertunjukan, seperti gamelan, wayang, dan tari, secara perlahan mengadaptasi hadroh agar lebih sesuai dengan selera dan nilai-nilai lokal.
1. Instrumen Musik
Penambahan instrumen ini memberikan sentuhan melodi dan ritme yang lebih kompleks, menciptakan nuansa yang berbeda dari hadroh asli yang menggelegar dan cepat.
2. Melodi dan Irama
Irama hadroh yang awalnya cenderung monoton dan berulang, perlahan diperkaya dengan sentuhan melodi Jawa yang lebih dinamis dan bervariasi.
Pengaruh cengkok vokal dan pola tabuhan gamelan secara tidak langsung memengaruhi cara hadroh dimainkan dan dilantunkan, menjadikannya lebih mudah diterima oleh telinga masyarakat Jawa yang lembut dan alon-alon waton kelakon.
3. Bahasa dan Syair
Selain sholawat dalam bahasa Arab, banyak grup hadroh di Jawa yang juga menyisipkan syair-syair berbahasa Jawa, bahkan menggunakan tembang-tembang macapat sebagai bagian dari lirik mereka. Hal ini memperkuat rasa kepemilikan masyarakat lokal terhadap seni hadroh dan membuatnya lebih relevan dengan konteks budaya setempat.
4. Gerakan dan Pertunjukan
Beberapa kelompok hadroh di Jawa juga menggabungkan elemen gerak atau tari yang terinspirasi dari seni tari Jawa.
Gerakan-gerakan ini bisa berupa tarian sederhana yang mengiringi lantunan sholawat, menambah dimensi visual pada pertunjukan.
Salah satu tarian yang pernah saya lihat adalah tari yapin diiringi musik Hadroh saat acara perpisahan dan wisuda anak-anak saya saat lulus dari MI. Tarian ini hanya ditarikan oleh laki-laki.
5. Fungsi dan Konteks
Jika di Timur Tengah hadroh lebih sering dikaitkan dengan ritual keagamaan murni, di Jawa hadroh juga sering dipertunjukkan dalam berbagai acara kemasyarakatan, seperti pernikahan, khitanan, atau peringatan hari besar Islam, bahkan sebagai pengisi acara di pentas seni umum.
Ini menunjukkan bagaimana hadroh telah terintegrasi dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa.
Akulturasi ini tidak hanya menghasilkan seni hadroh yang berbeda secara fisik, tetapi juga membentuk identitas hadroh Jawa yang khas.
Hadroh bukan lagi sekadar seni impor, melainkan telah menjadi bagian integral dari khazanah budaya Jawa yang Islami.
Ia menjadi simbol harmoni antara nilai-nilai agama dan kearifan lokal, menunjukkan bahwa kebudayaan dapat terus berkembang dan beradaptasi tanpa kehilangan esensinya.
Hingga saat ini, seni hadroh terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat Jawa. Banyak generasi muda yang tertarik untuk mempelajari dan melestarikan seni ini, memastikan bahwa warisan budaya yang kaya ini akan terus lestari.
Salah satu sekolah yang concern dan berusaha melestarikan seni Hadroh adalah membentuk grup seni Hadroh yang terdiri dari siswa Madrasah MI Bahrul Ulum, Buluh Krandegan Kebonsari Madiun.
Hadroh Jawa adalah bukti nyata bahwa seni adalah media yang ampuh untuk menyatukan perbedaan dan menciptakan keindahan yang abadi.
Yuk simak iringan musik Hadroh dalam hajadan Temon Manten adat Jawa.
Sumber: YouTube @Isti Yogiswandani channel