Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)
Hehehe. Kuliah S2 aku tu, tak peduli anak masih kecil-kecil. Angkut anak sana angkut sini. Kerja dari Senin sampai Kamis aja ke kantor, itupun pergi sarapan tok. Pulang jemput anak siang, ke kantor lagi abis istirahat cuma pergi duduk diem. Dan sebelum kuliah S2, aku sudah minta pindah ke kantor camat dekat rumah dengan alasan, anak kecil-kecil dan mao kuliah S2. Kira-kira dah mao tesis gitu, aku baru pindah lagi ke kabupaten ke Disdukcapil. Jadi operator iya, pelayanan iya, pokoknya buat mulai dari ngurus administrasi orang baru bernyawa sampai meninggal bahkan cerai sekalipun. Tesis buat sendiri. Begadang malam. Alhamdulillah, tamat ga sampai dua tahun.
Tamat S2, baru pindah ke kantor bupati. Lama sih disono. Kerja, baru produktif. Mulai nyaman. Passion. Aku yang hobi nulis cerpen, akhirnya bekerja di bagian yang nulis tiap saat. Ga terasa, hari-hari berlalu. Bulan berganti. Tahun berganti tahun. Karena sibuk kan, ga ada yang ngomongin si A si B.
Kita sibuk dengan tugas kita masing-masing. Jadinya ya, nyaman aja. Ga ada yang bahas kita pake sepatu high heels pagi, siang udah ganti lagi teplek. Ga da yang bahas kita istri siapa, ga ada yang bahas kita gadis apa janda ha-ha-ha. Karena pergi pagi, kadang pulang malam kayak di bank. Sibuk membagi jadwal sendiri.
Pindah bagian sudah 1 2 3 4. Hampir semua bagian dikantor pernah kurasakan. Eh. Pas lagi nyaman-nyamannya di peran yang kita kerjakan. Kenapa yah? Muncul orang baru. Yang mendadak orang itu yang mengakui hasil pekerjaan kita, seolah-olah dia yang ngerjain semuanya, dia yang berjasa, dia yang segala hebat. Aku kaget. Seketika aku pengen pindah aja. Ya pindah.
Toh nyaman juga ditempat baru awalnya. Passion juga. Karena omongan nya kan emang membangun bangsa dan negara. Rerata yang diurus juga sudah kenal dan akrab sebelumnya. Tapi ya namanya hidup, akan selalu ada yang ngerasa klo akutu sok dekatlah sama pak bos A atau pak bos B.
Padahal yah, kan orang ga tau aku dengan pak bos A bagaimana sebelumnya, aku yang kerja sama beliau kerja sersan serius santai. Atau sama pak bos B, orang ga tau tadinya dengan pak bos B, aku yang kerja sambil gelut, terus manja. Karena emang sodara sih ya, kadang om, kadang abang. Bisik-bisik tetangga, hh, sok deket.
Padahal emang rata-rata ketua partai dan anggota depeer deket semua keluarga, jauh dari aku belum sekantor dengan mereka. Ada yang sering bareng kongkow-kongkow sedari dulu, ada yang sering kerumah, ada yang temenan sama suami lah, ada sodara. Tapi dikira, aku sok dekat kali yaaa sama orang yang kuper. Begitulah hidup. Ga bisa akrab dikit, dikira apa gitu yah, padahal sodara. Akhirnya aku biasakan depan orang tu panggil om lagi. "Emang om aku kuq, napa emangnya?".
Begitulah Potret Kehidupan Perihal Diremehkan ini. Sakit hatiku. Ku bilang sama Mak ku dua hari lalu, "aku ga mao kerja lagi, Mak?", sambil potong kuku. Aku pergi ke kamar, diam-diam bawa baju dua stel dalam tas, lengkap bedak dan sepatu 2. Keluar sengaja pake daster.
Aku pergi ke kebun ga pulang-pulang. Sibuk Mak ku nelp oom. KS tuh gini-gini, ga tau sakit hati sama siapa. Katanya ga mao kerja lagi, sekarang apa ada sampai ke Pekanbaru. Soalnya dari pagi ga pulang. Ha-ha. Padahal awak di kebun, sinyal kadang ilang-ilang timbul. Pas masuk telp biasa, ku bilang diriku di kebun. Tapi kok bawa tas..., katanya, dikira kemana tadi xixiixi. Orang gue cari inspirasi Mak-mak..., kuq dikira lari. Namanya juga emak-emak, yah. Udah tua gini anaknya, masih aja kuatir-kuatir ga jelas.
Dari cerita diatas kita belajar.
Hidup itu fluktuatif and people do changes, kita tidak bisa tahu apa yang akan terjadi di depan. Kawan bisa jadi lawan, lawan bisa jadi kawan, belum lagi yang subliminal "frenemies", kawan kalau lagi keadaan baik, keadaan sulit, hilang. Beritahu saja 30% dari kita. Sisanya simpan sendiri. Dan itu yang selama ini aku lakukan. Toh, itu untuk kebaikan aku sendiri, untuk proteksi, bukan berarti aku tidak percaya orang lain.