KS Story
KS Story Petani

Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)

Selanjutnya

Tutup

Video

Pejuang Mimpi Episode 84 Lebih Mulia Mana, Sukses Atau Bahagia?

16 Mei 2025   19:04 Diperbarui: 16 Mei 2025   20:50 94 1 0

KS Garden
KS Garden




Pejuang Mimpi Episode 84

Lebih Mulia Mana, Sukses Atau Bahagia?

*Mana Yang Lebih Mulia, Sukses Atau Bahagia?* Menarik untuk menelisik, apakah mereka yang berhasil meraih sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang bahagia? Atau sebaliknya, apakah orang-orang yang merasa bahagia adalah mereka yang sejatinya meraih kesuksesan dalam hidup? Terus. Lebih mulia mana, sukses atau bahagia? 

Hanya kepada orang yang sudah mencapai berbagai hal dalam hidup, kita bisa bertanya, __apakah mereka happy? Kalau belum, jangan-jangan mereka belum menetapkan satu tujuan atau cita-cita yang lebih besar. Mungkinkah ada hal yang lebih besar yang harus dikejar? Pada akhirnya apa yang kita cari dalam hidup? Sukses itu tidak berujung. Kita sendirilah yang harus membuat ujungnya, garis finishnya dimana. Kalau berhasil menentukan garis finish, hidupnya damai atau tidak? Kalau hidup belum damai, berarti mereka belum selesai dalam hidup ini. 

Saya pernah bertanya pada seseorang di depan publik, mana yang lebih mulia, sukses atau bahagia? Hahaha, lucunya, malah saya yang ditanya balik mengapa kamu bertanya begitu? Nah lho. Bukankah sukses selalu diidentikkan dengan kebahagiaan? Tanyanya balik. Itu artinya? Saya harus mencari jawabannya. 

*Sukses, diidentikkan dengan kebahagiaan?*

Menarik juga ya, mengetahui hal ini.

Apa defenisi sukses itu? Apakah kamu sudah memiliki definisi sukses versi kamu sendiri? Bukan rahasia lagi banyak orang yang keliru memahami inti sukses sehingga mereka tidak memperoleh apa yang diharapkan. 

Mari kita bedah banyak hal tentang defenisi sukses, yang bagi banyak orang berkonotasi pencapaian materi. Namun, disini saya hanya ingin menegaskan tentang pemahaman-pemahaman yang lebih substantif. Arti penting mendefinisikan sukses kita sendiri terelaborasi dalam episode ini. 

Secara umum, defenisi sukses itu hanya bicara soal kekayaan. Berapa uang yang dimiliki..., seberapa mewah rumah kita..., seberapa banyak mobil kita..., seberapa luas kebun kita..., berapa banyak gelar kita..., dan seberapa luas pergaulan kita. Jadi secara tidak sengaja tertanam dalam alam bawah sadar kita, bahwa horangkaya itu orang yang sukses. Dan orang sukses itu, pastilah bahagia, ya kan? Ha-ha-ha, parameternya sangat bias. 

Apakah orang tua kamu tidak pernah menjelaskan bagaimana sukses yang sebenarnya? Pernah dimasa kecil, sepulang sekolah saya bertanya pada Ayah. "Ayah, disekolah tadi orang berbicara bahwa orang yang sukses itu orang yang pintar. Pintar itu apa? Pas saya tanya, ibu guru matematika jawab, pintar itu jago matematika!". Kata Ayah definisi tersebut makin kacau, karena ayah justru berkebalikan dengan itu. Hehehe, bagaimana kalau kita membuat definisi sukses baru?, kata Ayah waktu itu.

Saya membuat defenisi sukses baru versi saya sendiri. Sejak kecil, saya ingin bisa jalan, ingin lulus kuliah, ingin dapat menulis. Itu semua cita-cita. Jadi, jika kita berhasil dengan cita-cita, apa itu berarti sukses? Hehe. Itu berarti sukses. Cuma karena sering terjadi, orang tidak lagi menganggap itu sukses. Itulah sebabnya saya setuju sukses bukanlah hal besar, bukan destinasi. Success is a journey not destination. Bagi saya, seharusnya defenisi itu dipahami dengan cara yang berbeda. Artinya, kalau sukses itu merupakan sebuah perjalanan bukan tujuan, sukses itu berulang, kan? Sukses adalah proses yang boleh dikatakan no big deal. Kita tidak perlu tereak-tereak atau euforia terhadap satu kesuksesan. Apakah kamu setuju dengan itu?

Saya ingin mengatakan bahwa nilai-nilai kesuksesan itu merupakan sesuatu yang bersifat sangat personal. Ini sepertinya menjadi ajakan kepada banyak orang supaya berani melepaskan dari belenggu-belenggu defenisi kesuksesan yang datangnya bukan dari dalam diri sendiri. Sukses adalah hal yang berulang. Sukses pun bersifat unik. Ukuran sukses kita tidak dapat distandarkan. Tetapi dunia mencoba menstansdarkan itu dengan parameter yang naif. 

Ya, itu tadi. Mereka dikatakan sukses kalau sudah memenuhi standar-standar kesuksesan yang hidup dalam masyarakat. Saya tidak tahu dari mana asal usul konsensus yang tidak bertanggung jawab ini. Misalnya, dikatakan sukses kalau berumah tangga dan beranak dua, perempuan dan laki-laki. Mapan, bermobil, rumah bagus, punya usaha sendiri, punya istri cantik dan mertua kayaraya. Ha-ha-ha, darimana defenisi ini? Dari televisi. Bukan itu maksud saya defenisi sukses tu. Itu hanya penampakan luar. Itu defenisi-defenisi sukses yang masuk ke alam bawah sadar kita. 

Ya, bahkan defenisi sukses selalu direfleksikan dengan uang. Misalnya, jabatan atau posisi dan terkenal diidentikkan dengan memiliki banyak uang. Ujung-ujungnya sukses itu uang, walau dengan berbagai wajah. Itulah yang hidup dan berkembang di masyarakat. Itu pula yang menyebabkan dunia berpacu sedemikian rupa dengan efek global warming. Sebenarnya, bukan itu yang dicari manusia. Tetapi yang lebih parah, sukses seperti itu sangat membebani manusia. 

Mungkin itu merupakan satu tahapan sukses yang paling mudah dipahami orang. Sementara sukses yang saya maksud tampaknya lebih substantif. Dalam proses menjalani kehidupan dan mengejar cita-cita, kita bisa merasa happy, yang akan diikuti oleh keberhasilan finansial. Misalnya, saya sudah menikmati hidup berdasarkan potensi atau bakat yang diberikan Tuhan, maka orang-orang yakin saya akan hidup bahagia. Tetapi gini yaa..., selama kita punya cita-cita, kita berproses disana, kita bahagia, kita sukses. 

Ini ada lagi contoh yang paling mudah adalah senyum. Orang sukses secara materi tapi jarang senyum, apa ia orang yang bahagia? Saya sering bertemu dengan orang sukses secara pencapaian materi, tapi kerut keningnya sebelas ahaha. Padahal ya, kalau hati kita ingin happy, suasana hati juga pasti terpengaruh. Ini seperti hukum timbal balik. Banyak lagi yang dapat dieksplorasi dari hukum ini. Tetapi sering kali orang hanya melihat ke satu arah. 

*Mulia mana, sukses atau bahagia?* Kayaknya lebih mulia orang bahagia yaa. Why? Karena kan, orang sukses belum tentu bahagia..., orang bahagia sudah pasti sukses. Dari senyum saja saya bisa belajar, bahwa supaya saya sehat dari dalam..., saya mencoba dalam sehari tersenyum kepada lima orang. Karena saya bisa tersenyum..., orang merasa saya pasti bahagia di dalam. Kalau sedang bad mood, saya coba pakai baju terbaik. Orang yang melihat saya pasti merasakan suasana lebih enak di dalam hati. Kalau ada yang membantah, "Oh, bukan! Saya happy maka saya pakai baju terbaik!". Saya akan mengajaknya berpikir secara terbalik. Jika lagi tidak happy, kenapa tidak mencoba memakai baju terbaik supaya perasaan jadi lebih baik? Kalau kita jeli mengeksplorasi ini, hasilnya akan luar biasa. Itu dapat didayagunakan.

Definisi kesuksesan saya lebih menekankan arti kebahagiaan di dalam. Maka, sejatinya orang lebih mengejar kebahagiaan dari kesuksesan. Karena alam bawah sadar orang selalu berpikir kalau ia sukses, otomatis ia akan bahagia. Jadi, ini statement yang sangat jelas. Dibalik kesuksesan terdapat kebahagiaan. Bagi saya, kenapa orang tidak langsung saja berfokus mengejar kebahagiaan?

Apa itu bahagia? Ada batasan atau defenisi bahagia dalam konteks ini. Bahagia itu, saat kita merasakan sesuatu yang indah dalam hati kita, sesuatu yang menyenangkan, menyegarkan, membuat kita tersenyum dan bersyukur. Itulah defenisi bahagia menurut saya. Sedangkan orang-orang yang sukses yang sesuai defenisi saya, yaitu orang yang sangat fulfilled, sangat happy, bahkan memejamkan mata pun ia sambil tersenyum. Orang sukses yang ideal nurut saya tu, ya, ia yang punya cita-cita besar dan sudah melakukannya. Apa yang ia lakukan itu, memberi warna yang luar biasa. Ia mengubah gaya hidup dan karya-karyanya berdampak masif. Ia berada tidak hanya di level happy, tetapi hidupnya damai. Misi hidupnya adalah menemukan berbagai hal baru. Yang akhirnya,  penemuan mereka berguna bagi generasi-generasi berikutnya. Itu!

Lagi-lagi menurut saya, orang-orang seperti mereka sudah menjalankan misi hidupnya. Karena mereka sudah menjalankan misi hidupnya, semestinya mereka happy dan hidup mereka sempurna. Sempurna dalam arti fulfilled, terpenuhi, mission completed, dan diselesaikan. Saya yakin, mereka orang-orang yang dikasih Sang Pencipta untuk menyiapkan generasi berikutnya agar lebih sejahtera dan maju daripada sebelumnya. Saya setuju mereka disebut sukses. Tetapi, apakah mereka benar-benar happy? Ha, itu yang masih tanda tanya ha-ha. Apakah di akhir hidupnya nanti happy? Entahlah. Saya tidak tahu pasti. 

Diakui atau tidak, banyak dari kita masih belum begitu jelas dengan visi dan misi hidup, terlebih dengan defenisi sukses dan tujuan-tujuan besar dalam hidup yang ingin dicapai. Menurut saya, diskusi mengenai makna sukses dan bahagia ini penting sebagai landasan bagi cita-cita dan pencapaian hidup kita. Sebab, berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya, khususnya terhadap figur-figur sukses yang selama ini saya kenal, ternyata pencapaian sukses materi tidak juga selalu merupakan hadiah terindah dalam hidup mereka. 

Memang, tidak semua horangkaya merasakan kebahagiaan. Saya pun sangat yakin kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan kekayaan. Benar bahwa uang bisa membuat kita mencapai kebahagiaan, tetapi kekayaan atau uang berlimpah akibat kesuksesan itu hanya memberi kenyamanan, bukan kebahagiaan sejati. Jadi, orang yang mengejar kekayaan sebetulnya hanya mengakumulasi dan menambah jenis kenyamanan. Namun yang pasti, kenyamanan tidak identik dengan kebahagiaan.

Menarik dicermati dan terbukti dalam kehidupan kita sehari-hari, ternyata ada juga  yang tidak butuh kekayaan untuk bahagia. Buktinya banyak juga kuq, orang yang bahagia tanpa kekayaan. Menurut saya, orang yang bahagia adalah orang yang mampu mencukupi hidup, mensyukuri hidup tanpa mengeluh, dan yang lebih indah lagi, ia tidak minta dikasihani.

Kalau ada yang mengatakan, apapun yang ia butuhkan tersedia atau apapun yang ia inginkan terpenuhi, itu defenisi sukses juga? Apa yang ia cita-citakan tercapai, ia memperoleh semua unsur fisik, unsur duniawi dan materi. Apakah ia boleh mengklaim bahwa ia bahagia? Boleh saja kalau menurut ia itu membahagiakan. Bisa juga, mungkin ia cuma senang atau nyaman hehe. Kalo hal cuma senang atau nyaman seperti itu saya berkali-kali saya alami. Misalnya, saya dan putri saya pergi ke luar negeri. Setelah sampai disana, saya senang tetapi apakah saya bahagia? Ternyata tidak juga. Putri saya dulu ingin sekali pergi ke Singapura, begitu sampai disana, putri saya senang sekali. Begitu pulang dari sana, semuanya hilang. Itulah beda senang, nyaman dan bahagia. Bahagia seharusnya berlangsung lebih lama, tetapi ini cuma kesenangan sesaat. Jadi, harga kesenangan selalu lebih mahal daripada kebahagiaan, bahkan banyak orang terlalu mahal untuk kesenangan. Biaya kesenangan mahal. Namun untuk kebahagiaan, kita hanya butuh penerimaan atau deal with seperti yang pernah saya bahas di episode sebelumnya.

Contoh konkret lain, ada orang yang tidak memiliki aksesori, properti, atau barang-barang yang bisa dikategorikan sebagai lambang kesuksesan. Pendek kata, orang ini tidak memiliki hal-hal yang menurutnya berarti sukses. Tetapi, dalam kehidupannya ia menemukan sesuatu yang menurutnya kebahagiaan. Menurut kamu, apakah orang ini sukses? Memang, kebahagiaan bersifat sangat individual. Kalau menurut saya, ia sukses karena ia bahagia. Ia tidak pernah mengeluuh, dan tak pernah meminta ke orang tuanya untuk pinjam uang. Sama sekali tidak. Meski banyak dalam benaknya yang hendak ia lakukan untuk orang banyak, ia tetap memilih semampunya. Ia tidak ngoyoo, ia deal with dengan keadaan dirinya. Itulah orang yang bahagia. Orang yang bisa mencukupi hidup dan mensyukuri hidup tanpa mengeluh, dan yang lebih indah lagi, ia tidak minta dikasihani.

Saya sudah lama menggali tanda-tanda orang yang bahagia. Ternyata, indikasi yang membuktikan orang bahagia itu adalah kondisi fisiknya. Fisik orang yang bahagia itu sehat dan wajahnya cerah. Hhmm, ini benar secara logika. Ia bisa awet muda. Kuncinya bukan karena merawat, walau merawat itu sudah pasti. Tetapi, orang yang bahagia, ia tipe yang nrimo, apa adanya, tidak neko-neko. Ia bisa beradaptasi dengan generasi muda, menghormati orang-orang muda, dan selalu positif dengan pendatang baru. Jadi, fisiknya sehaat, wajahnya ceraah, hidupnya berkecukupan dan penuh syukur. Ia hidup untuk hari ini dan merasa Tuhan akan mencukupi. Ia tidak terlalu pusing dengan masa depan walau tidak berarti ia tidak punya planning. Ngalir aja. Orang bahagia tidak pernah berkeluh kesah. Dari raut mukanya dapat terlihat apakah orang itu bahagia atau tidak. Kondisi itu terus terpancar. Sekalipun tidak punya uang, ia tidak punya raut muka cemberut atau apa. Pokoknya happy saja setiap waktu. Jawaban ini memang klasik. Tapi, memang begitu lah orang yang bahagia dari dalam itu.

Ada parameter lain, yang bisa kita sematkan untuk menandai bahwa seseorang itu hidupnya bahagia. Apa ituuu? Salah satu ciri orang yang bahagia adalah tidak terganggu atau lebih tepatnya tidak terintimidasi oleh siapapun. Ketika tetangganya membeli mobil baru, rumah baru, ia tetap cool. Itulah tanda orang bahagia. Berbeda dengan orang yang begitu tetangganya memiliki itu semua, mendadak kemrungsung alias tidak sabar ingin juga memiliki. Nah, ia orang yang kurang bahagia, karena terkadang ia tidak senang melihat itu. Sehingga susah melihat orang senang. SMS, senang melihat orang susah. 

Ciri-ciri orang bahagia adalah ikut merasa senang ketika melihat orang lain senang. Ia juga bisa merasa sedih ketika melihat orang lain sedih. Jadi, ia punya empati, tetapi tidak terintimidasi oleh kekuasaan, kekayaan, kecantikan, kesuksesan, dan ketenaran orang lain. "Kamu ya kamu, aku ya aku". Orang bahagia itu tidak stres. Makanya, badannya sehat. Ia enjoy dalam hidup, bisa bersyukur, dan bisa ikut bahagia melihat kesuksesan orang lain. Orang bahagia itu pasti nyaman, nyaman yang tidak terkait dengan orang lain. Pendek kata, orang bahagia itu bisa nyaman dengan keberadaannya, dan memandang hidup secara positif, itu saja. 

Nah, faktor utama yang membuat seseorang memperoleh kedamaian adalah deal with. Orang yang sudah berbahagia pasti merasa berbahagia dengan dirinya, tidak perlu memakai topeng lagi. Ia menjadi autentik, semacam; inilah diri saya dengan segala kekurangan dan kelebihan saya. Ia tahu kelemahannya apaa..., tetapi tidak mempermasalahkannya. Justru kelemahan itu menjadikan dirinya menonjol luar biasa. Itulah orang yang bahagia, menurut saya. 

Orang yang tidak bisa deal with akan menemui kesulitan untuk menjadi dirinya sendiri, sulit untuk nyaman, sulit untuk percaya diri, sulit meraih yang terbaik bagi hidupnya, dan pada akhirnya sulit juga menemukan kebahagiaan. Padahal, bahagia sejati itu syaratnya dapat berdamai atau deal with dengan semua hal. Pertama, berdamai dengan diri sendiri, itu kuncinya. Setelah itu kita harus bisa deal with dengan hal-hal lain. 

*Apakah kamu punya pengalaman atau peristiwa yang merenggut kebahagiaan kamu?* Ya. Saya mengalaminya ketika difitnah. Setelah difitnah, saya mengalami perubahan fisik yang secara drastis. Rambut rontok..., berat badan turun, dan stres. Saya sadar betul bahwa hidup saya bahagia. Tetapi kan, orang bahagia pasti banyak yang iri. Sehingga ada peristiwa yang merenggut kebahagiaan saya. Waktu itu saya tidak mampu deal with dengan fitnah itu, tidak nrimo. "Gilaa, kok bisa-bisanya saya difitnah seperti itu?". Jadi, dalam konteks kebahagiaan dan peristiwa yang mengguncang tersebut, kuncinya kembali pada kemampuan kita untuk deal with. Nah, ketika saya dapat mengikhlaskan, dan begitu saya berpikir, "Baiklah, biarlah nanti kebenaran yang akan menentukan....", maka saya tidak terganggu lagi dengan fitnah apapun. "Cuek aja, beibeh!". Akhirnya, saya memperoleh kembali kebahagiaan hidup. Stres saya hilang..., saya kembali sehat, dan gemuk kembali ha-ha-ha. Orang lain mau ngomongin apaa..., berkomentar apaa..., biara aja orang lain. That's principle!

Kemarin ada yang nanya lagi dan saya bersyukur sekali dengan orang yang nanya itu. Kalo dihitung-hitung jari tangan saya ada sepuluh nih, tambah jempol kaki dua, dan jari kaki lainya 8. Masuk yang nanya terakhir, ia orang ke 21 yang nanya tentang hal yang sama. "KS, kuq kayaknya kamu bahagia aja keliatan...? Kuq gue enggak yaa...?", keluhnya. Aduuh, masalah banyak sekaleee..., tapi saya ga ngeluh aja. Jadi, apa tips saya selalu keliatan happy meski diombang-ambingkan oleh berbagai masalah itu? Dan bahkan saya senang sekali orang bertanya bagaimana supaya awet muda saat usia sudah kepala empat ahahaha. Hhmm..., tak kasih tau enggak yaaa huahaha? 

Baik, saya hanya mau bilang..., achievement itu membuahkan kesenangan sesaat. Tapi penerimaan atau deal with membuahkan kebahagiaan. Saya pernah punya jabatan ini itu, itu hanya kesenangan sesaat. Lupa, kalo kesenangan itu bisa pergi kapan saja. Sukses itu adalah hal yang berulang. Dulu saya ingin memiliki butiq di usia pernikahan yang masih seumur jagung, itu dikatakan pengantin baru yang sukses. Tapi ketika bisnis itu tak berlangsung lama, saya menjadi tidak sukses, wkwkka. Kemudian saya ingin punya bisnis yang running well saat membuka swalayan perdana di tempat saya, lagi-lagi saya dibilang anak pak guru yang sukses. Tapi ketika swalayan saya tutup, saya disebut lagi tidak sukses. Lalu, suami saya juga ingin running well ingin punya bisnis konstruksi, sesuai dengan passionnya, dibilang pengusaha sukses itu, suaminya siapa? Banyak yang ngincer, halllaah. Tetapi ketika ia resign dari pekerjaan tetapnya, dibilang tidak sukses dan bodoh. Apalagi ketika ia bangkrut di tipu mitra bisnis, lagi-lagi ia tidak sukses. Namun, saya dapat menerimanya. Di dalam hati saya mengatakan bahwa Tuhan pasti punya rencana untuk itu. Sayapun tetap bisa bahagia. Bukan bercerai ha-ha-ha.

*Apakah kebahagiaan yang sudah kita rasakan itu membantu atau dapat menjadi variabel pendorong untuk mencapai lebih banyak hal lagi?* Oh ya, tentu. Sebab, kita akan menjadi produktif. Itu pasti. Jangankan bahagia, orang senang aja bisa produktif. Kenapa? Ada kesenangan maka ada kenyamanan, dan produktivitas pun akan meningkat. Apalagi kalau orang itu merasa bahagia karena atas apa yang mereka lakukan, wah..., hidupnya seharusnya jauh lebih produktif lagi. Seperti ada citarasa surgawi saat ia melakukan pekerjaannya. Bagi saya, kegiatan berkebun ini nikmat bangeet. Jadi dalam kondisi bahagia, kita pasti produktif dan sangat mungkin kita akan mencapai lebih banyak hal lagi dalam hidup ini. 

*Jadi, lebih mulia mana nih? Sukses atau bahagia?* Di jaman individualistis, materialistis dan realistis, katanya pentingkan sukses untuk memudahkan membeli kebahagiaan. Di jaman utopis, mau bahagia tapi tidak mampu sukses, terbiasa romantisme mimpi indah bahagia, terlupakan lah bahwa hidup adalah perjuangan. "Lagu abang ku sayang mana duitnya, tergantikan lagu makan sepiring berdua tinggal di gubuk derita". Sukses bisa diukur, bahagia tiada ukurannya. "Berbahagialah yang letih lesu dan berbeban berat". Yang letih lesu dan berbeban itu kondisi setelah bekerja, soal sukses apa tidak, sukses bukan ukuran bahagia, sebab kebahagiaan paripurna hanya olehNYA. "Cari dahulu kerajaanNYA maka semua ditambahkan".

Perlu saya garis bawahi, "Kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita sudah tiada, namun amal kebaikan kita masih terasa". Sukses itu relatif, sukses dalam pandangan saya adalah rasa syukur, artinya sukses dan bahagia itu sama. Siapapun yang dalam hatinya ada rasa menerima maka dialah orang sukses. Sukses tanpa bahagia adalah sia sia. Saya ga mau, saya mengorbankan banyak waktu untuk kesuksesan namun saya tidak bahagia. Tapi, tanpa sukses saya kalah atau tidak jadi apa apa, sukses dalam hidup adalah kunci dari kebahagiaan yang ada. 

Hah, kayak mana tuh? Artinya? Saya ingin menjadi orang yang bahagia, tapi sukses. He-he-he. Happy weekend dear...!

#KSStory #KSGarden

#KSFamily #KSLifeStyle 

#KSMotivasi #Onthisday 

#PejuangMimpi #Episode84

#LebihMuliaManaSuksesAtauBahagia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4