Yang ketiga, kenikir, si daun lalapan khas Indonesia.
Tumbuh liar di pagar, di ladang, bahkan di sela bebatuan.
Daunnya harum, rasanya agak getir, tapi menyegarkan.
Kenikir kaya antioksidan, kalsium, dan vitamin E, yang baik untuk melancarkan peredaran darah dan menjaga kesehatan jantung.
Masyarakat Jawa biasa menyajikannya mentah bersama sambal terasi.
Namun di balik kesederhanaannya, kenikir menyimpan filosofi hidup —
tumbuh di mana pun, tetap harum, tetap berguna.
Tanaman berikutnya mungkin jarang dikenal, tapi banyak tumbuh di tepi sawah — daun jotang, atau sembung rambat.
Tanaman ini menjalar rendah, daunnya lembut, dan mudah tumbuh di tanah lembap.
Rasanya mirip daun bayam, cocok dimasak sayur bening atau tumis ringan.
Daun jotang membantu meredakan perut kembung, masalah pencernaan, dan nyeri lambung ringan.
Sederhana, tapi menenangkan tubuh dari dalam.
Ia tumbuh tanpa pamrih, tanpa perawatan.
Tanaman kecil yang seolah berbisik,
“Jangan remehkan yang tampak biasa, karena di sanalah kadang tersembunyi penyembuh kehidupan.”
Di pagar rumah pedesaan, sering tumbuh beluntas — daun kecil beraroma tajam, sering dijadikan lalapan.
Daun ini mengandung antioksidan tinggi, fosfor, dan kalsium, yang baik untuk kesehatan pencernaan dan kulit.
Konon, beluntas juga bisa menghilangkan bau badan dan membantu menurunkan panas dalam.
Beluntas adalah tanaman yang tangguh.
Ia tumbuh di tanah kering, tetap hijau meski tanpa air banyak.
Simbol kekuatan dan ketahanan — seperti alam yang tak pernah menyerah.
Kini, kita tiba pada tanaman yang disebut-sebut sebagai “pohon kehidupan” —
yaitu daun kelor liar.