Gaji Guru Kecil, Haruskah Rakyat Urunan? Inilah kisah Omjay di kompasiana tercinta untuk negara Indonesia. Semoga pemerintah Indonesia Lebih memperhatikan Gaji Guru Indonesia Menjadi Lebih Sejahtera. Bukan hanya guru di sekolah negeri saja, tetapi juga di sekolah swasta.
Di banyak negara maju, profesi guru mendapatkan penghormatan luar biasa, bukan hanya secara moral tetapi juga secara finansial.
Guru dianggap sebagai ujung tombak peradaban, penentu kualitas generasi mendatang. Namun di Indonesia, kenyataannya masih jauh dari harapan.
Banyak guru, khususnya guru honorer, menerima gaji yang tidak sebanding dengan kerja keras dan tanggung jawab yang mereka emban.
Ada yang hanya menerima gaji Rp300.000–Rp500.000 per bulan. Bahkan, ada guru yang dibayar per jam mengajar dengan tarif yang lebih rendah daripada upah buruh harian.
Situasi ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar: jika negara belum mampu memberi gaji yang layak, haruskah rakyat ikut urunan untuk membantu kesejahteraan guru?
Ruang Publik KBR Media mengundang narasumber bidang pendidikan, salah satunya adalah bapak Dr. Jejen Musfah, Pengurus Besar PGRI dan Pak Fery dari P2G. Berikut ini rekamannya di youtube.
https://www.youtube.com/watch?v=IOUUa7GJGWM
Mengapa Gaji Guru Indonesia Masih Rendah?
1. Keterbatasan Anggaran
Anggaran pendidikan memang besar secara nominal yaitu minimal 20% dari APBN, akan tetapi realisasinya banyak terserap untuk infrastruktur, birokrasi, dan program lain. Belum tepat sasaran.
Gaji guru, terutama honorer, sering tidak menjadi prioritas utama. Bahkan ada pejabat negara yang jarang datang, lalu digaji sangat besar karena menjadi komisaris di BUMN.
Misalnya gaji Tsamara Amany sebagai Stafsus Menteri BUMN. Selain mengantongi penghasilan dari tugasnya sebagai Komisaris Independen PTPN, Tsamara juga memperoleh gaji dari jabatannya sebagai Stafsus Menteri BUMN.
Contoh gaji Tsamara yang besar, saat ini sedang jadi buah bibir di media sosial, tentu menjadi kecemburuan para guru Indonesia. Sebab gajinya sangat besar daripada guru yang mengajar di depan kelas setiap hari.
Ini jelas membuat kecemburuan sosial. Dengan asumsi setiap orang komisaris mendapatkan jumlah yang sama, maka remunerasi yang diterima Tsamara setiap tahun sekitar Rp2.679.881.428 atau sekira Rp223.323.452 per bulan.
Adanya keterbatasan anggaran itu hanya omong kosong saja kalau melihat gaji para pejabat pemerintah. Harus dievaluasi supaya dana atau anggaran negara tepat sasaran.
2. Sistem Kepegawaian yang Rumit
Banyak guru masih berstatus honorer karena proses pengangkatan menjadi ASN atau PPPK lambat. Akibatnya, gaji mereka disesuaikan dengan kemampuan sekolah atau pemerintah daerah, yang sering kali terbatas.
Gaji guru honor masih tergantung dana BOS yang minim, dan sistem pengangkatan pegawai yang tidak langsung menjadi PNS, tepai menjadi PPPK, pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
3. Ketimpangan Daerah
Di kota besar, beberapa guru swasta bisa mendapat gaji layak. Namun di daerah terpencil, banyak guru hidup pas-pasan, bahkan harus mencari pekerjaan sampingan demi mencukupi kebutuhan keluarga. Pendapatan sebulan tidak cukup untuk menghidupi keluarga guru.
Gaji guru di kota besar, dan beberapa provinsi di Indonesia sangat jauh berbeda. Misalnya di DKI Jakarta, guru PNS mendapatkan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang besar, sementara provinsi lainnya tidak dapat.
Dampak Gaji Rendah terhadap Pendidikan
Gaji rendah bukan sekadar masalah kesejahteraan pribadi, tapi juga berdampak pada kualitas pendidikan. Hal ini perlu penelitian lebih lanjut. Kesejahteraan guru adalah Kunci pendidikan.
Namun, berdasarkan pengamatan, bila guru sejahtera, maka kinerjanya juga akan jauh lebih profesional. Gaji guru Indonesia merupakan gaji guru terendah di Asia Tenggara.
Motivasi Mengajar Menurun
Guru yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup cenderung tertekan dan lelah secara mental. Energi yang seharusnya dicurahkan untuk siswa atau muridnya justru habis untuk memikirkan cara bertahan hidup.
Tingginya Perputaran Guru
Banyak guru muda memilih pindah profesi ke pekerjaan yang lebih menguntungkan secara finansial. Hal ini menyebabkan sekolah kehilangan tenaga pendidik potensial.
Kedua anak saya, tidak ada satupun yang mau menjadi guru. Sebab mereka tahu kalau gaji guru itu kecil, dan tidak besar seperti gaji staf khusus Tsamara Amany.
Ketidakmerataan Kualitas Pendidikan
Di daerah terpencil, guru yang bertahan sering bukan karena gaji, tetapi karena panggilan hati. Namun tanpa dukungan memadai, kualitas pembelajaran bisa terhambat.
Rakyat Urunan: Solusi atau Darurat?
Gagasan rakyat urunan untuk guru bukan hal baru. Di beberapa desa, masyarakat secara sukarela mengumpulkan dana untuk menambah gaji guru honorer.
Hal ini menunjukkan kepedulian yang luar biasa. Mereka tahu bahwa guru adalah pahlawan insan cendekia dan sering disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Terpujilah engkau wahai ibu bapak guru. Namamu akan terukir di dalam hatiku.
Namun, ada dua sisi yang perlu dipertimbangkan:
1. Kelebihan
A. Cepat membantu guru yang kesulitan ekonomi.
B. Mempererat hubungan guru dengan masyarakat.
C. Memberi rasa memiliki terhadap pendidikan di daerah.
2. Kekurangan
A. Tidak semua daerah memiliki kemampuan finansial untuk urunan.
B. Berpotensi membuat pemerintah lepas tangan dari tanggung jawab utama.
C. Tidak ada jaminan keberlanjutan jika hanya mengandalkan sumbangan sukarela.
Mari Kita Belajar dari Negara Lain
Di Finlandia, gaji guru rata-rata setara dengan gaji profesional lain seperti insinyur atau arsitek. Di Jepang, guru dihormati sebagai pilar bangsa dan diberikan tunjangan besar.
Di Korea Selatan, gaji guru pemula saja bisa lebih dari Rp25 juta per bulan. Luar biasa sejahtera. Begitu juga gaji guru di negara Jepang yang pernah Omjay kunjungi.
Kunci keberhasilan negara-negara tersebut adalah komitmen pemerintah. Mereka menempatkan pendidikan sebagai investasi jangka panjang, bukan sekadar pengeluaran.
Harapan ke Depan
Jika rakyat Indonesia harus urunan, itu sebaiknya bersifat sementara dan sebagai bentuk gotong royong darurat. Dalam jangka panjang, pemerintah harus:
Komentar Omjay – Guru Blogger Indonesia
“Saya sudah lebih dari 30 tahun menjadi guru, dan saya melihat banyak rekan seperjuangan yang hidupnya pas-pasan bahkan di usia senja. Ada guru yang mengajar pagi di sekolah, siang jadi ojek online, malamnya les privat, hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ironisnya, mereka tetap datang ke kelas dengan senyum, menyembunyikan lelah demi murid-muridnya.
Kalau rakyat mau urunan, itu luar biasa, dan tanda kepedulian. Tapi jangan sampai ini membuat negara berlepas tangan."
Guru itu garda terdepan mencetak masa depan bangsa. Kalau mereka saja tidak sejahtera, kita sedang mempertaruhkan kualitas generasi mendatang.
Sudah saatnya gaji guru layak, minimal Rp25 juta per bulan untuk guru senior yang berdedikasi. Pendidikan itu investasi, bukan beban anggaran dan kita harus lebih memperhatikannya.
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com