Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Penulis

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Wisata Kuliner Tradisional yang "Ngangeni" Ada di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

30 Juni 2024   17:24 Diperbarui: 30 Juni 2024   17:37 765 6 3

Wisata Kuliner Tradisional yang "Ngangeni" Ada di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

Siapa tidak suka menikmati hidangan lezat nan murah di objek wisata kuliner? Jika kita pernah berkunjung ke sebuah objek wisata kuliner kemudian kita ingin datang lagi ke tempat tersebut, berarti objek wisata tersebut "ngangeni", membuat rindu.

Loka Batari memang
Loka Batari memang "ngangeni" (dokpri)

Tas kain Rp 15.000 (dokpri)
Tas kain Rp 15.000 (dokpri)
Kata "ngangeni" berasal dari kata dasar "kangen" yang berarti "rindu". Dengan demikian, kata "ngangeni" berarti "membuat rindu". Betul. Salah satu objek wisata kuliner tradisional di Kabupaten Klaten ada yang "ngangeni", khususnya bagi keluarga Trah Sastro Martoyo.

Ada suvenir kaos dijual (dokpri)
Ada suvenir kaos dijual (dokpri)
Baca juga: Hari Minggu Menikmati Wisata Kuliner Makanan Jadul di Loka Batari Klaten 

Objek wisata tersebut diberi nama Loka Batari yang beralamat di RW 04 PTG (Padakan, Tegalarum, Gatak), Desa Janti, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Adik dan kakak (dokpri)
Adik dan kakak (dokpri)
Pada tanggal 23 Juni 2024 kami sudah berkunjung ke sana untuk pertama kali. Pada tanggal 30 Juni 2024 kami datang lagi ke objek wisata kuliner tradisional itu. Hal itu dilakukan karena objek wisata tersebut benar-benar "ngangeni". Makanan dan camilan yang dijual ada yang membuat kami ingin menikmati lagi. Makanan dan camilan yang kami beli pada pekan sebelumnya sangat memberikan kesan positif (terasa enak, gitu). 

Baca juga: Beli Nasi Gudeg Sambal Goreng Krecek dengan- Lauk Telur Harga Rp 12.000 di Klaten  

Makanan tradisional diolah dengan profesional. Bukan asal matang atau asal jadi. Begitu kesan pertama saat berkunjung ke Loka Batari. Waktu itu kami berenam memilih makanan yang berbeda-beda. Masing-masing bercerita tentang kelezatan makanan yang dibeli. Ternyata semua sama, merasakan cocok dengan bumbu (rasa) dan penampilan fisik makanan yang dijajakan.

Dokpri
Dokpri
Atas dasar itu, Kakak Srimulyo berinisiatif untuk mengajak anggota keluarga lain untuk ke sana. Dalam daftar peserta, dua orang yang pernah ke sana tidak lagi diikutkan, yaitu ibunda Sastro Martoyo dan adik bungsu Tarti. Sebagai pengganti, adik Harwahyuni (Nanik) diajak serta. 

Peserta lama (ikut dalam kunjungan 23 Juni 2024) adalah Mbak Srimulyo, istri tercinta (Siti Asfiyah) dan saya (Suprihadi). Hanya empat orang yang ikut dalam kunjungan ke Loka Batari pada hari Ahad (30/6/2024).

Mobil sewa yang kami pakai dengan driver Mas Thofik. Baru pertama kali Mas Thofik berkunjung lokasi tersebut. Dengan demikian jalan yang dilewati belum dikenalinya.

Kami sempat "tersesat" karena melewati jalan yang sempit. Mobil tidak dapat lewat. Terpaksa mobil harus kembali memutar melewati jalan lain. 

Waktu tempuh pun kian lama. Akibatnya, kami tiba di lokasi "pasar" itu sudah agak siang sedikit. Pengunjung sudah cukup banyak. Tempat parkir sudah dipenuhi pengunjung. Kami harus bersabar karena perlu berjalan kaki agak jauh.

Untuk membeli makanan yang diinginkan kami harus antre. Pada setiap lapak sudah cukup banyak pembeli yang antre. Untuk itu, saya mencari lapak yang paling sedikit pengunjungnya.

Kebetulan ada lapak yang tidak banyak dikerumuni pengunjung.  Saya segera menuju ke sana. Kebetulan ada penjual nasi dengan lauk ikan lele. Saya pun membeli dengan lauk dua ikan lele. Minuman teh hangat. Total yang harus saya bayar Rp 24.000 (dua puluh empat ribu rupiah). Dalam hati saya membatin, apakah tidak salah hitung, ya?

Saya tidak terlalu memikirkan hal itu lagi. Saya segera mencari camilan di lapak lain yang agak sepi. Kebetulan ada sebuah lapak yang menjual camilan terbuat dari ketan, yaitu lemper dan wajik. Masing-masing saya  beli lima buah. Harga satu  uah camilan basah itu Rp 2.000 (dua ribu rupiah). Dengan demikian, saya perlu membayar Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah) untuk sepuluh buah camilan atau kudapan terbuat dari ketan tersebut.

Pengunjung Semakin Banyak

Pada hari itu semakin siang jumlah pengunjung semakin banyak. "Pasukan" gowes dari beberapa rombongan tampak mewarnai pasar yang menjual makanan tradisional itu. Kami pun segera meninggalkan Loka Batari saat sinar matahari semakin terasa terik padahal waktu baru menunjukkan pukul 08.00 WIB.

Pada perjalanan pulang banyak kendaaan yang berpapasan dengan mobil yang kami tumpangi. Bahkan ada rombongan menggunakan sepur mini (kereta mini). Bukan hanya satu. Kami berpapasan lebih dari dua sepur mini yang menuju Loka Batari

Ditulis di rumah ibunda di Klaten, 30 Juni 2024

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2