Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Warung Sayur Tradisional Meniru Konsep Pasar Swalayan
Pada saat berada di Klaten, Jawa Tengah (24/6/25), saya diajak adik perempuan berbelanja di warung sayur. Pengunjung atau pembeli warung tersebut cukup ramai. Lokasi warung berada di pinggir jalan desa.
Berbagai sayur kebutuhan sehari-hari tersedia dan ditata cukup menarik. Pengunjung yang datang dapat melihat-lihat aneka sayur dan kebutuhan dapur yang dijual dengan leluasa.
Para pembeli dengan leluasa mengambil sayur yang dibutuhkan kemudian membawa ke penjaga warung untuk dihitung nominalnya. Ada beberapa penjaga warung berada di sana.
Saya merasa kagum dengan konsep pemilik warung yang sudah meniru model supermarket atau pasar swalayan di kota. Dengan konsep swalayan, para pembeli lebih mudah untuk memilih sayur yang diinginkan.
Dalam warung itu ternyata bukan hanya sayur-mayur dan bumbu dapur yang dijual. Aneka jajanan pasar atau kue tradisional juga dijajakan. Hal inilah yang membuat daya tarik para pembeli.
Pemilik Warung Tradisional Perlu Berinovasi
Di desa-desa sudah banyak terlihat warung berkonsep modern. Para pemilik warung yang sudah pernah berkunjung ke supermarket di kota tentu akan banyak belajar. Mengapa masyarakat lebih suka berbelanja di supermarket, padahal harga lebih mahal?
Pedagang sayur yang mau berinovasi pasti akan berusaha menarik pembeli dengan berbagai cara. Dengan meniru konsep supermarket, para pembeli akan tertarik. Apalagi harga barang di desa bisa lebih terjangkau.
Dengan konsep swalayan dan aneka kebutuhan dapur yang tersedia, para pembeli akan tertarik untuk datang. MUngkin pada awalnya hanya melihat-lihat, lama-lama akan tertarik untuk membeli. Apalagi harga barang yang ramah di kantong!
Pembeli Adalah Raja
Dengan menganut prinsip bahwa para pembeli adalah "raja", pemilik warung harus berusaha melayani "Sang Raja" dengan sebaik mungkin. Segala masukan, komentar, dan kritik dari pembeli harus diperhatikan.
Pelayanan yang ramah, santun, dan cekatan harus menjadi priorotas. Untuk membuat para pembeli senang, perlu sering diajak mengobrol agar mereka merasa dihargai.
Berbeda dengan swalayan di kota, para pembeli jarang mendapatkan keaempatan untuk mengobrol dengan pemilik atau penjaga swalayan.
Di desa kondisinya berbeda. Umumnya para pembeli sudah kenal baik dengan para penjaga warung dan pemiliknya sehingga komunikasi bisa lebih cair.
Ditulis di Penajam Paser Utara, 12 Juli 2025