Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Mengintip Suasana di Oro-Oro (Alun-Alun) Tempat Penyebaran Kue Apem Jatinom
Pada hari Jumat (8/8/25) saya diantarkan adik Karsidi Jaya ke Jatinom naik sepeda motor. Saya minta diantarkan pada pagi hari sekitar pukul sembilan. Pagi itu sinar mentari cukup kuat sehingga para pengunjung akan berkeringat jika tidak membawa payung.
Saya ingin mengetahui suasana sebelum perayaan puncak penyebaran kue apem Saparan di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah. Sebagai insan yang dilahirkan di Kabupaten Klaten, saya perlu mengetahui tradisi yang dapat saya jadikan bahan cerita kepada teman-teman di Kalimantan Timur.
Pintu gerbang atau gapura dibuat cukup menarik. Ada tulisan Yaa Qowiyyu pada bagian atas tengah gapura. Saat itu mobil dan sepeda motor masih dapat leluasa memasuki jalan menuju lokasi acara.
Pada pinggir kiri jalan sudah berjajar para penjual kue apem khas Jatinom. Mereka memasak kue di tempat. Itu berarti setiap lapak menyiapkan kompor dan alat pencetak kue.
Perlu berjalan kaki beberapa puluh meter untuk sampai ke lokasi acara di Oro-Oro (Alun-Alun) dekat makam Ki Ageng Gribig. Saya sempat singgah di depan gerbang sebuah sekolah yang berada dekat masjid Gede Jatinom. Saya juga berusaha mengabadikan setiap tempat yang dapat dijadikan kenang-kenangan.
Setelah sampai di halaman masjid Gede Jatinom, saya mengamati keadaan sekeliling. Saya perhatikan orang yang lalu lalang. Rupanya sebagian pengunjung ada yang berjalan ke arah makam Ki Ageng Gribig.
Pada pelataran atau depan pintu masuk ke makam, ada jalan menuju ke Oro-Oro (Alun-Alun) tempat penyebaran kue apem. Untuk menuju ke sana ada puluhan anak tangga yang harus dituruni.
Saya segera mengikuti arus. Kaki saya melangkah dengan hati-hati untuk menuruni tangga yang memiliki dua jalur tersebut. Saya beranggapan, jalur sebelah kiri untuk pengunjung yang akan turun. Jalur sebelah kanan untuk pengunjung yang akan naik atau meninggalkan Oro-Oro (Alun-Alun).
Sebagai bukti bahwa saya benar-benar berada di sana, berswafoto pun saya lakukan. Hal itu sebagai kenang-kenangan. Belum tentu tahun 2026 dapat berkunjung lagi.
Pada sisi lain, ada area untuk tamu undangan. Pejabat penting akan duduk di sana. Cukup luas area yang diperuntukkan para pejabat. Pada pagi hari itu tentu belum ada pejabat yang datang.
Saya pun terus berkeliling melakukan pengamatan. Pada tanah lapang yang disebut Oro-Oro (Alun-Alun) terdapat dua panggung untuk penyebaran kue apem. Dari dua panggung itu nanti, panitia akan menyebarkan kue apem yang berjumlah lebih dari lima puluh ribu buah.
Selanjutnya, setelah lelah berkeliling melakukan pengamatan dan dokumentasi, saya mencari tempat duduk pada semacam tribun di sisi kiri Oro-Oro (Alun-Alun).
Kue apem yang saya beli di luar segera saya keluarkan. Saya perlu mencicipi kue khas Jatinom tersebut. Satu bungkus mika, kue itu saya beli dengan harga Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah).
Pada bagian luar bungkus ada label nama kue dan alamat pembuat/produsen kue apem tersebut. Saya pun merasakan bahwa produksi kue apem sudah profesional. Ada tiga rasa yang ditawarkan: original, rasa nangka, dan coklat.
Sambil menyantap kue apem, saya mengamati pengunjung yang baru datang. Sebagian mereka langsung mencari tempat duduk. Sebagian yang lain berjalan menuju Oro-Oro (Alun-Alun) untuk melihat dari dekat persiapan di TKP.
Kaum ibu yang sudah agak sepuh umumnya merasakan letih menuruni tangga. Ada yang ingin segera naik lagi, meninggalkan area. Mereka beranggapan acara masih agak lama dilaksanakan.
Setelah beberapa saat menikmati kue apem dan menyaksikan suasana di lokasi penyebaran kue apem, saya segera naik ke atas, kembali ke area masjid Gede Jatinom.
Ditulis di Klaten, 23 Agustus 2025