Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Perjalanan 9 Jam dengan 5 Kendaraan Berbeda Sungguh Menyenangkan
Aktivitas perjalanan bisa menyenangkan dan bisa menggelisahkan. Hal itu bergantung pada kondisi masing-masing orang. Saya dan istri tercinta melakukan perjalanan panjang pada hari Rabu (10/9/25).
Kami berangkat dari rumah ibunda di Klaten pada pukul 08.05 WIB. Sebuah mobil carteran mengantarkan kami menuju bandara YIA (Yogyakarta International Airport) di Kulon Progo. Perjalanan memakan waktu sekitar 120 menit. Biaya carter mobil Rp 350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Mobil hanya mengantar kami hingga bandara.
Ada dua adik kandung saya yang ikut mengantarkan, yaitu adik Winarso dan adik Tarti. Mereka berdua pulang atau balik ke Klaten dengan transportasi kereta api (KA). Biaya KA dari bandara YIA ke stasiun Tugu Yogyakarta Rp 20.000 (dua puluh ribu rupah). Kemudian KRL Commuterline dari stasiun Tugu Yogyakarta ke Klaten Rp 8.000 (delapan ribu rupiah).
Kami mempunyai waktu sekitar empat jam untuk menunggu pesawat di bandara YIA tersebut. Kelihatannya waktu empat jam itu lama. Faktanya, kami tidak dapat bersantai ria karena ada beberapa aktivitas yang kami lakukan.
Saya perlu membungkuskan (wrapping) satu buah tas punggung untuk dimasukkan ke bagasi pesawat. Meskipun berat tas tersebut hanya sekitar tujuh kilogram, saya tidak sanggup untuk membawa naik ke dalam pesawat. Perjalanan dari pintu masuk bandara hingga ruang tunggu cukup jauh. Biaya wrapping satu tas atau koper di bandara YIA sebesar Rp 75.000 (tujuh puluh lima ribu rupiah).
Makan di Warung Bandara
Berhubung masih ada cukup waktu, saya mengajak dua adik saya dan istri tercinta untuk makan di warung atau gerai di dekat ruang untuk check in. Saya memang belum melakukan check in karena jadwal terbang pesawat masih agak lama.
Empat orang masuk ke warung memilih menu makanan yang berbeda-beda. Saya memesan mie ayam. Istri tercinta memesan Capcay goreng. Adik Winarso memesan nasi plus ayam lada hitam. Adik Tarti hanya memesan Siomay.
Minuman yang kami pesan hanya tiga porsi. Saya memesan teh tarik dan dua adik kami memesan minuman jeruk panas. Waktu menunggu pesanan diolah atau disiapkan hampir dua puluh lima menit. Waktu menikmati makanan tidak dapat bersantai mengingat adik Winarso dan adik Tarti harus segera naik KA.
Jadwal KA bandara yang sudah dipesan tiketnya pada pukul 11.35 WIB. Namun, kami dapat menikmati makanan dengan puas. Dalam arti, tidak ada makanan yang tersisa.
Antre Boarding Pass Pertama
Untuk check in dan mendapatkan tiket fisik saya sudah mencoba memanfaatkan mesin untuk check in. Namun, tiket fisik (kertas) tidak keluar dari mesin tersebut. Saya sudah mengulang dua kali dengan proses sesuai petunjuk. Tetap saja tiket tidak dapat keluar. Ada perintah agar menghubungi meja petugas check in.
Saya segera menuju meja petugas. Saat itu waktu baru pukul setengah dua belas. Saya diminta datang lagi untuk check in pada pukul 11.50 WIB, dua jam sebelum jadwal pesawat terbang seperti yang tertera dalam pemesanan (booking tiket). Terpaksalah saya mundur dan bergabung dengan istri tercinta yang duduk di kursi tunggu tidak jauh dari meja petugas tersebut.
Pada pukul 11.45 WIB saya sudah berdiri (seorang diri) di depat meja petugas. Saya ingin mendapatkan boarding pass yang pertama untuk penerbangan pesawat ke Kota Balikpapan. Lima menit kemudian, petugas memberikan kesempatan kepada saya untuk maju menyelesaikan administrasi di sana. KTP (Kartu Tanda Penduduk) saya sodorkan setelah nomor kode booking tiket saya tunjukkan kepada petugas.
Pertanyaan rutin pun saya dengar. Petugas menanyakan apakah ada charger HP di dalam bagasi. Apakah kondisi calon penumpang dalam keadaan sehat, dan sebagainya. Saya menjawab dengan cepat meskipun suara petugas kurang nyaring dan terkesan seperti sedang bergumam.
Proses boarding berjalan lancar. Dua buah tiket dengan nomor tempat duduk tertera di sana. Tentu saja nomor kursi berurutan. Ya. Kami mendapatkan nomor kursi 28 D dan 28 E.
Kendaraan Kedua Lebih Cepat daripada Jadwal
Dalam perjalan panjang kami, kedaraan pertama (mobil carter) sudah kami tinggalkan. Kendaraan kedua, pesawat terbang, berangkat lebih cepat daripada jadwal. Oh, bukan terbangnya yang lebih cepat tetapi para penumpang diminta naik ke pesawat lebih awal.
Pada pukul 13.15 WIB, kami sudah diminta untuk naik ke atas pesawat. Padahal, jadwal terbang pada pukul 13.50 WIB. Meskipun demikian, kami tidak protes. Sebagian besar penumpang sudah berada di ruang tunggu 1 C bandara YIA.
Biasanya, jika jadwal terbang pukul 13.50 WIB, pada jam tersebut kami baru diminta naik ke atas pesawat. Bahkan, lebih. Bisa pukul 14.05 atau pukul 14.15 WIB. Dengan alasan tertentu, petugas akan mengumumkan perihal keterlambatan pesawat. Itu dulu!
Kami benar-benar merasa beruntung karena jadwal lebih cepat. Saat memasuki badan pesawat pun kami tidak terburu-buru karena penumpang cukup tertib. Tanpa banyak bicara para penumpang duduk di kursi masing-masing.
Perjalanan di atas udara ditempuh dalam waktu sekitar satu jam lebih lima puluh menit. Ada perbedaan waktu satu jam antara bandara YIA dengan bandara di Balikpapan.
Pesawat tiba pukul 16. 45 Wita di Sepinggan, Balikpapan. Cuaca cukup cerah. Saya segera membeli tiket untuk perjalanan berikutnya, dari bandara Sepinggan menuju Pelabuhan Semayang. Tiket dengan mobil bandara Rp 115.000 (seratus lima belas ribu rupiah). Jika dibandingkan naik kendaraan umum, berbeda cukup jauh. Mungkin hanya sekitar empat puluh ribu rupiah berdua. Namun, kami harus berjalan kaki keluar dari bandara untuk mencapai jalan raya tempat kendaaran umum lewat.
Kendaraan Keempat dan Kelima
Taksi bandara adalah kendaraan ketiga. Turun dari taksi, sudah ada pengemudi speddboat yang menawarkan jasanya. Saya ikut saja. Barang bawaan kami sebagian dibawakan ke tepi pantai tempat kapal disandarkan.
Cuaca cukup panas dan gelombang laut sangat terasa. Saya menyaksikan beberapa speedboat yang ditambatkan terombang-ambing oleh angin yang cukup kencang.
Saya tidak berani merekam atau mengabadikan kondisi seperti itu. Ponsel saya justru segera saya simpan ke dalam tas punggung yang kecil.
Biaya carter speedboat dari Pelabuhan Semayang ke Pelabuhan Penajam sebesar Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah). Harga carter itu sebenarnya tergantung kesepakatan. Namun, saya tidak melakukan tawar-menawar. Saya hanya mengikuti kebiasaan sebelum-sebelumnya.
Untuk penumpang reguler dikenakan tarif sekitar dua puluh ribu rupiah per kepala. Mereka harus menunggu kapal terisi sekitar enam orang. Jika penumpang sudah cukup enam atau tujuh orang, kapal speedboat bisa berangkat atau diberangkatkan oleh sang pengemudi (motoris/driver).
Perjalanan di atas laut tidak terlalu lama. Mungkin sekitar lima belas menit. Saya tidak menandai dengan tanda waktu. Ombak laut telah membuat saya harus lebih waspada.
Tiba di Pelabuhan Penajam saya segera menuju pangkalan ojek. Inilah kendaraan terakhir yang kami gunakan untuk menuju rumah kami di Penajam. Ongkos naik ojek cukup sepuluh ribu rupiah dalam jarak kurang dari dua kilometer.
Alhamdulillah, kami tiba di rumah dalam kondisi sehat wal afiat. Kelelahan memang kami rasakan. Namun, peraaan gembira sudah bisa pulang ke rumah pribadi telah membuat kami tenang.
Sekitar sembilan jam waktu yang kami habiskan sejak berangkat dari rumah ibunda di Klaten hingga tiba di rumah pribadi di Penajam, Kalimantan Timur.
Ditulis di Penajam, 11 September 2025