Berawal dari iseng mengunggah foto-foto situs pada 24 April 2017 lalu, Mas Yasin tak pernah menyangka jika foto-fotonya membuat banyak orang tertarik untuk berkunjung. Itulah awal mula, situs Ngawonggo mulai dikenal masyarakat luas. Hingga akhirnya dilirik oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur untuk dievaluasi.
Kekuatan Nitizen itu memang dasyat. Terbukti dari omongan satu mulut ke mulut lain, akhirnya berita keberadaan situs Ngawonggo semakin dikenal banyak orang, sampai akhirnya viral di medsos.
Pengunjung selalu membludak dan ramai. Ditambah suguhan yang diberikan memang tidak biasa. Yaitu makanan tradisional lengkap dengan jajanan pasar. Sementara kamu bisa bayar seikhlasnya. Mas Yasin tidak mematok harga.
Secara pribadi saya jadi berkaca pada diri sendiri yang masih mengukur untung rugi. Apa yang harus saya dapatkan ketika saya mengeluarkan banyak tenaga dan pikiran. Sementara mas Yasin dan kawan-kawan justru berpikir bagaimana memberikan sesuatu yang lebih dan membuat orang lain merasa nyaman.
Saat itulah saya langsung melihat sekeliling. Tempat saya dan kawan-kawan dari komunitas bolang kompasiana berkumpul sambil menikmati suguhan tradisional.
Banyak gazebo di sana. Juga beberapa tempat duduk yang terbuat dari bambu. Semua itu tentu saja diproduksi kan. Pasti butuh biaya untuk pembuatannya. Biayanya darimana?
"Ya dari dana yang terkumpul." Kata mas Yasin.
Masih menurut laki-laki yang selalu tersenyum ramah dan berkata lirih tersebut, selalu ada dana untuk memenuhi segala fasilitas yang dibutuhkan di tomboan.
Mas Yasin tak pernah menghitung. Mungkin itu yang dimaksud anugerah Tuhan ya. Jika tidak menghitung nikmat yang diberikan kepada kita. Maka Allah pun tak pernah menghitung pemberiannya. Masya Allah.
Kamu wajib datang ke sini nih. Dijamin puas dan pengen datang lagi. Saya pun begitu. Terutama kangen jajanan tradisionalnya yang sekarang mulai jarang kita jumpai. Sambutan pengelolanya selalu hangat dan kita disapa dengan bahasa Jawa halus.