Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
2. Kelemahan di Lini Pertahanan
Sepanjang pertandingan, lini belakang Indonesia terlihat kurang solid menghadapi serangan cepat Jepang. Gol-gol yang tercipta sebagian besar berawal dari kesalahan koordinasi antar pemain belakang dan kurangnya komunikasi dengan penjaga gawang.
Formasi yang digunakan pelatih Shin Tae-yong juga tampak kurang efektif dalam mengantisipasi pergerakan cepat para penyerang Jepang yang bermain sangat dinamis. Beberapa kali fullback Indonesia tampak kewalahan menghadapi overlap dan cut-in dari winger Jepang, yang kemudian menciptakan celah di area penalti.
3. Kehilangan Fokus dan Konsentrasi
Dalam laga sepak bola modern, kehilangan fokus meski hanya beberapa detik bisa berakibat fatal. Hal ini terlihat jelas saat Jepang mencetak gol cepat di awal babak kedua. Gol tersebut bukan hanya melemahkan semangat tim Indonesia, tetapi juga mengubah tempo permainan secara keseluruhan.
Beberapa pemain terlihat frustasi setelah tertinggal, dan itu mempengaruhi performa secara keseluruhan. Kesalahan umpan, miskomunikasi, dan pelanggaran tidak perlu menjadi indikasi bahwa tekanan mental sangat memengaruhi performa Garuda Muda.
4. Keterbatasan Kreativitas di Lini Tengah
Meski memiliki beberapa peluang melalui serangan balik cepat, Indonesia kesulitan mengontrol jalannya pertandingan karena dominasi Jepang di lini tengah. Tim asuhan Hajime Moriyasu mampu memutus aliran bola dan menekan sejak dari area pertahanan lawan.
Indonesia tampak kesulitan membangun serangan dari bawah. Akibatnya, bola sering langsung diarahkan ke depan tanpa proses distribusi yang matang. Hal ini membuat para penyerang seperti Rafael Struick atau Marselino Ferdinan kesulitan mendapatkan bola dalam posisi ideal.
5. Strategi Bertahan yang Terlalu Dalam
Salah satu pendekatan yang diambil Patrick Kluivert adalah bertahan dalam dan menunggu momen untuk melakukan serangan balik. Strategi ini memang bisa efektif melawan tim kuat, namun jika tidak diiringi pressing yang konsisten dan transisi cepat, maka akan berakibat fatal.