Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Di perjalanan menuju Stasiun Halim, suasana terasa berbeda. Biasanya, dalam perjalanan menggunakan transportasi umum, ada canda dan perbincangan ringan. Tapi hari ini, suasana penuh keheningan. Sesekali istri Omjay menangis pelan. Sesekali anak-anak menggenggam tangan ayahnya, seakan meminta ketenangan dalam situasi yang tak mereka mengerti sepenuhnya.
Ketika kereta melaju meninggalkan Jakarta, pemandangan melalui jendela hanyalah latar yang samar. Pikiran Omjay terbang ke masa lalu---kepada pertemuan pertama dengan Emak, kepada tawa sederhana di ruang keluarga Bandung, kepada masakan rumahan yang selalu membuatnya rindu, dan kepada doa-doa yang selalu Emak panjatkan untuk keluarga kecilnya.
Ada perasaan getir yang sulit dijelaskan ketika perjalanan terasa begitu cepat, sementara hati justru terasa begitu lambat untuk menerima kenyataan bahwa Emak sudah tiada.
Kenangan yang Tidak Pernah Padam
Kenangan tentang seseorang yang kita cintai seringkali justru datang paling kuat di saat-saat duka. Begitu pula bagi Omjay. Emak Esih bukan sosok yang rumit. Tidak banyak tuntutan, tidak banyak keluhan. Beliau hidup dengan kesederhanaan yang menenangkan, selalu ada ketika anak-anaknya pulang, dan selalu memberikan senyum tulus sebagai sambutan.
Omjay sering bercerita bagaimana Emak selalu menyiapkan teh hangat atau makanan kecil setiap kali ia berkunjung ke Bandung. "Istirahat dulu, nak," begitu kata Emak dengan suara lembutnya. Kalimat sederhana itu selalu membuat hati merasa pulang, apa pun beban yang dibawa dari Jakarta.
Kini, tidak akan ada lagi sambutan itu. Tidak ada lagi senyum hangat itu. Tidak ada lagi tangan yang menggenggam erat ketika berpamitan pulang.
Namun kenangan-kenangan itu tidak pernah benar-benar hilang. Mereka menetap, mengisi ruang yang kini kosong. Dan mungkin, dari situlah kekuatan keluarga muncul---dari kenangan yang terus hidup meski orangnya telah pergi.
Belajar Ikhlas dari Kepergian
Kematian selalu mengajarkan sesuatu, meski pelajarannya datang dengan air mata. Bagi keluarga, kepergian Emak adalah pengingat bahwa cinta tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya berubah bentuk---dari kehadiran fisik, menjadi doa dan kenangan yang membersamai setiap langkah.
Dalam perjalanan menuju Bandung, di dalam kereta yang melaju cepat itu, Omjay memandang keluarganya. Keikhlasan memang tidak mudah, tetapi ia tahu bahwa setiap keluarga harus saling menguatkan.