Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Ketika Pagi Menangis di Bandung: Emak Esih Berpulang, Omjay Bergegas Pulang Menjemput Duka. Innalillahi Wainnailaihi Rojiun, Selamat Jalan Emak Esih Ibu Mertua Omjay yang Baik Hati. Inilah kisah Omjay kali ini yang akan segera berangkat ke Bandung naik kereta cepat whoosh.
Pagi ini, ada duka yang tak bisa ditahan oleh langit Bandung. Embun yang biasanya jatuh lembut seolah ikut menangis, menyambut berita berpulangnya Emak Esih, ibu mertua tercinta dari Omjay. Kabar itu datang pelan, namun menghantam dada begitu keras. Seakan ada ruang kosong yang tiba-tiba tercipta, merenggut kehangatan yang selama ini menjadi penopang keluarga besar.
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un," begitu pesan pertama yang masuk ke ponsel Omjay. Sederhana, tetapi mampu memutus seluruh percakapan, menghapus rencana pagi, dan menghadirkan isak yang tak bisa dibendung.
Pagi yang Retak oleh Kabar Duka
Setiap orang pasti pernah merasakan bagaimana kabar duka datang tanpa permisi. Namun, ketika itu menimpa keluarga sendiri, luka yang tercipta tak lagi sama. Pagi yang semula cerah berubah menjadi ruang sunyi yang menggantung.
Emak Esih adalah sosok yang tak banyak bicara, tetapi hangatnya selalu terasa. Dalam diamnya, doa-doanya tak pernah putus. Dalam jemarinya yang mulai menua, selalu ada kelembutan yang menenangkan cucu-cucunya. Emak bukan hanya ibu mertua, tetapi juga penjaga rumah, cahaya keluarga, dan sumber ketabahan yang selama ini menjadi kekuatan istri Omjay serta seluruh saudara-saudaranya.
Kabar kepergian Emak membuat rumah Omjay mendadak hening. Istri beliau menutup wajahnya, berusaha kuat, meski air mata tetap jatuh satu per satu. Anak-anak terdiam, berusaha memahami kehilangan yang mungkin belum sepenuhnya mampu mereka cerna. Dan Omjay sendiri hanya menatap lantai beberapa saat---diam, lalu bangkit. Saat duka datang, ia tahu keluarga harus segera berkumpul.
Bergegas Menuju Bandung dengan Kereta Cepat Whoosh
Tidak butuh waktu lama bagi Omjay dan keluarga untuk memutuskan perjalanan menuju Bandung. Dalam situasi duka, waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Mereka memilih menggunakan Kereta Cepat Whoosh, berharap dapat tiba secepat mungkin untuk mendampingi keluarga besar di sana.
Di perjalanan menuju Stasiun Halim, suasana terasa berbeda. Biasanya, dalam perjalanan menggunakan transportasi umum, ada canda dan perbincangan ringan. Tapi hari ini, suasana penuh keheningan. Sesekali istri Omjay menangis pelan. Sesekali anak-anak menggenggam tangan ayahnya, seakan meminta ketenangan dalam situasi yang tak mereka mengerti sepenuhnya.
Ketika kereta melaju meninggalkan Jakarta, pemandangan melalui jendela hanyalah latar yang samar. Pikiran Omjay terbang ke masa lalu---kepada pertemuan pertama dengan Emak, kepada tawa sederhana di ruang keluarga Bandung, kepada masakan rumahan yang selalu membuatnya rindu, dan kepada doa-doa yang selalu Emak panjatkan untuk keluarga kecilnya.
Ada perasaan getir yang sulit dijelaskan ketika perjalanan terasa begitu cepat, sementara hati justru terasa begitu lambat untuk menerima kenyataan bahwa Emak sudah tiada.
Kenangan yang Tidak Pernah Padam
Kenangan tentang seseorang yang kita cintai seringkali justru datang paling kuat di saat-saat duka. Begitu pula bagi Omjay. Emak Esih bukan sosok yang rumit. Tidak banyak tuntutan, tidak banyak keluhan. Beliau hidup dengan kesederhanaan yang menenangkan, selalu ada ketika anak-anaknya pulang, dan selalu memberikan senyum tulus sebagai sambutan.
Omjay sering bercerita bagaimana Emak selalu menyiapkan teh hangat atau makanan kecil setiap kali ia berkunjung ke Bandung. "Istirahat dulu, nak," begitu kata Emak dengan suara lembutnya. Kalimat sederhana itu selalu membuat hati merasa pulang, apa pun beban yang dibawa dari Jakarta.
Kini, tidak akan ada lagi sambutan itu. Tidak ada lagi senyum hangat itu. Tidak ada lagi tangan yang menggenggam erat ketika berpamitan pulang.
Namun kenangan-kenangan itu tidak pernah benar-benar hilang. Mereka menetap, mengisi ruang yang kini kosong. Dan mungkin, dari situlah kekuatan keluarga muncul---dari kenangan yang terus hidup meski orangnya telah pergi.
Belajar Ikhlas dari Kepergian
Kematian selalu mengajarkan sesuatu, meski pelajarannya datang dengan air mata. Bagi keluarga, kepergian Emak adalah pengingat bahwa cinta tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya berubah bentuk---dari kehadiran fisik, menjadi doa dan kenangan yang membersamai setiap langkah.
Dalam perjalanan menuju Bandung, di dalam kereta yang melaju cepat itu, Omjay memandang keluarganya. Keikhlasan memang tidak mudah, tetapi ia tahu bahwa setiap keluarga harus saling menguatkan.
"Ikhlas itu berat, tapi kita harus belajar," ucapnya pelan kepada istri yang masih memeluk tas kecilnya dengan erat.
Doa untuk Emak Esih
Sesampainya di Bandung nanti, akan ada keluarga besar yang menunggu. Akan ada tangis yang tak bisa ditahan, pelukan yang menguatkan, dan doa yang dipanjatkan untuk perempuan hebat yang telah pergi.
Semoga Emak Esih diterima seluruh amal ibadahnya, diampuni segala khilafnya, dan ditempatkan di surga terbaik di sisi Allah SWT. Semoga perjalanan akhirnya menjadi perjalanan yang penuh cahaya, tanpa rasa sakit, tanpa beban, tanpa air mata.
Dan semoga keluarga besar diberikan ketabahan serta kekuatan untuk menerima perpisahan ini dengan lapang dada.
Penutup: Pagi yang Menangis, Hati yang Mengikhlaskan
Kepergian seseorang yang kita cintai selalu menyisakan ruang yang tidak mudah diisi. Namun hidup harus terus berjalan. Hari ini, pagi menangis bersama keluarga Omjay. Tapi esok, kenangan dan doa akan mengeringkan air mata itu perlahan.
Omjay dan keluarga kini sedang menjemput duka, menempuh perjalanan cepat menuju Bandung, mengantarkan Emak Esih ke peristirahatan terakhirnya. Semoga setiap langkah mereka diberi kekuatan dan kelapangan hati.
Selamat jalan, Emak. Terima kasih untuk segala kebaikanmu. Kami merindukanmu hari ini, besok, dan selamanya.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay/Kakek Jay
