Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Kisah Omjay Tentang Tangis Yang Tak Terdengar dari Ujung Barat Negeri

28 Desember 2025   23:47 Diperbarui: 29 Desember 2025   00:04 126 4 2

Dan hal yang paling menyayat hati bukan hanya kerusakan fisik, tetapi ketidakpastian hidup setelah bencana.
"Besok kami makan apa?"
"Anak saya sekolah di mana?"
"Apakah rumah ini masih bisa diperbaiki?"

Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin terdengar sederhana bagi kita yang aman di rumah, namun bagi mereka adalah soal hidup dan mati.

Ironisnya, di saat para korban bertahan dengan seadanya, dunia kita terus berputar. Timeline media sosial bergerak cepat. 

Berita bencana hari ini bisa tenggelam oleh hiburan esok pagi. Padahal, penderitaan mereka tidak ikut tenggelam.

Temu penulis kbmn PGRI di malang/dokpri
Temu penulis kbmn PGRI di malang/dokpri

Di sinilah peran kemanusiaan diuji.

Komunitas penulis, termasuk para penulis hebat di KBMN PGRI, sejatinya tidak hanya menulis kata-kata indah, tetapi juga memiliki nurani yang hidup. 

Pena bukan sekadar alat berkarya, melainkan jembatan empati. Kata-kata bisa menjadi doa. Tulisan bisa menjadi ajakan. Dan solidaritas bisa menjadi pertolongan nyata.

Kami ikut serta mengumpulkan dana kemanusiaan. Hal itu bukan soal besar atau kecilnya nominal. Bukan tentang siapa paling dermawan. Ini tentang kepedulian kolektif. 

Tentang membuktikan bahwa para korban tidak sendirian. Bahwa di luar sana, ada saudara-saudara yang peduli, meski tak pernah saling mengenal.

Seribu rupiah mungkin tidak berarti bagi kita, tetapi bagi mereka bisa menjadi sebungkus nasi. Sepuluh ribu rupiah bisa menjadi obat. Seratus ribu rupiah bisa menjadi selimut hangat di malam pengungsian. Yang lebih mahal dari uang adalah rasa diperhatikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3