Kok bisa penis Drona jadi batu di Kedungbenda?
Begini ceritanya...
Sudah jadi hal yang diketahui umum bahwa Pandhawa dan Kurawa adalah seteru abadi. Mereka bersaing dan bermusuhan dalam semua hal.
Suatu hari, mereka berlomba membuat sungai yang membelah Pulau Jawa sampai ke lautan. Tim Pandawa dipimpin oleh Bima, sementara Kontingen Kurawa dipimpin oleh Pandhita Drona. Taruhannya tak main-main, yang kalah harus bersiap dipenggal lehernya.
Kedua tim pun bersiap membuat sungai. Pandawa mengawali dari Pegunungan Dieng, Bima dengan kesaktiannya membuat mata air disana yang sekarang dikenal dengan 'Tuk Bima Lukar'. Kemudian, Kurawa mengawali pembuatan sungai dari Pegunungan Slamet. Mereka beradu cepat membuat sungai untuk sampai di laut lebih dulu.
Singkat kata, Pandhawa yang memenangkan perlombaan. Kurawa kalah dan konsekuensinya Pandhita Drona sebagai pimpinan Kontingen Kurawa harus dipenggal lehernya. Namun, Bima tak tega karena Resi Drona pernah menjadi gurunya. Akan tetapi, hukuman tetap harus diberikan sehingga Pandhita dari Padepokan Sokaliman itu 'diringankan' hukumannya dengan cara dipotong penisnya.
Nah, potongan penis itulah yang kemudian dibuang dan menjelma menjadi batu. Legenda setempat meyakini phallus itulah penis resi drona yang membatu... hihi. Atas legenda itu, masyarakat setempat menyebut areal Situs Kedungbenda tempat ditemukan phallus itu sebagai Kampung Panembahan Drona.
By the way, any way, bus way... tititnya gede banget ya... phallus itu panjangnya hamper satu meter dan diameternya sepenggaris 30an cm. Jadi, Si Pandhita Drona badannya seberapa gede ya? Teruss, kalau punya Drona saja segede itu apalagi Bima yang dikenal berbadan raksasa yaa.. Hihihi..
Hmm, udah lah gak usah dibayangin, Namanya juga legenda.
Sebagai informasi, pertemuan sungai yang dibuat oleh Padhawa yaitu Sungai Serayu, Sungai Klawing made in Kurawa ada di Desa Kedungbenda. Lokasi perpagutan dua Sungai itu disebut dengan 'Congot'.