Igoendonesia
Igoendonesia Petani

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Situs Kedungbenda, Sejarah Dua Peradaban dan Legenda 'Penis' Drona

18 Mei 2024   09:58 Diperbarui: 25 Mei 2024   16:44 2334 1 0


Situs Kedungbenda merupakan salah satu temuan arkeologi penting di Purbalingga. Pada satu tempat ditemukan artefak-artefak yang mewakili dua masa peradaban sekaligus, yaitu, era Megalitikum dan Hindu. 

Ada juga kisah legenda unik tentang  situs itu yang bekaitan dengan salah satu tokoh wayang dalam epos Mahabarata, yaitu, Pandhita atau Resi atau Panembahan Drona.

Saya berkesempatan mencermati situs yang mencolok dengan tetenger pohon beringin rindang itu akhir pekan ini. Situs yang oleh masyarakat setempat disebut juga dengan Kampung 'Panembahan Drona' itu terletak di pinggir jalan raya Desa Bokol-Kedungbenda.

Kondisinya cukup terawat. Ada papan nama yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat yang menyebutkan bahwa situs tersebut sudah masuk dalam Benda Cagar Budaya. Areanya juga sudah dipasang paving blok dan spot utamanya diberikan pagar keliling.

Situs itu rupanya juga masih menjadi tempat pemujaan bagi warga yang meyakini. Saat saya ke sana, ada bekas pembakaran dupa dan bunga sesajen di sekitarnya.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Pada Situs Kedungbenda setidaknya ditemukan 4 jenis benda yang masuk kategori benda cagar budaya. Ada phallus batu, yoni dan dua buah batu lingga yang ada dalam area berpagar. Kemudian, sebuah batu lumpang yang terletak di luar pagar namun masih dalam satu kompleks.

Benda itu diperkirakan berasa dari era yang berbeda. Phallus merupakan bentuk lebih muda dari menhir yang masih merupakan ciri kebudayaan megalitik, juga batu lumpang. 

Sementara lingga dan yoni merupakan ciri kebudayaan Hindu. Adapun kesamaan benda-benda tersebut, Phallus dan Batu Lumpang maupun Lingga dan Yoni sama-sama merupakan perpaduan simbol kesuburan. Phallus dan Lingga melambangkan laki-laki, Batu Lumpang dan Yoni mewakili perempuan.

Phallus di Situs Kedungbenda itu berbentuk batu sepanjang kurang lebih 90 cm dalam posisi tertidur/roboh. Padahal, pada umumnya Phallus yang merupakan simbol laki-laki biasanya posisinya tegak berdiri sehingga diperkirakan benda itu sudah tidak pada posisi aslinya. Kemungkinanya roboh atau bisa juga sudah berpindah tempat.

Batu Lumpang (Dok. Pribadi)
Batu Lumpang (Dok. Pribadi)

Sementara, Batu Lumpang terletak di luar pagar meski tak jauh dari phallus. Seluruh badanya berada di atas permukaan tanah. Batu dengan penampang atas berbentuk persegi panjang tidak teratur itu memiliki lubang berbentuk lingkaran berdiameter sekitar 10 cm.

Kemudian, yoni ditemukan masih relatif dalam keadaan utuh meski ada sebagian badannya tertanam dalam tanah. Bagian atas yoni terdapat lubang berbentuk persegi yang terisi air.

Kemudian ada guratan sepanjang satu penggaris pada benda yang terbuat dari batu andesit itu. Tampaknya ada relief di bawah yoni, namun sudah aus sehingga tak jelas apa bentuknya.

Linga, Yoni dan Phallus (Dok. Pribadi)
Linga, Yoni dan Phallus (Dok. Pribadi)

Sementara, dua buah lingga ditemukan dalam posisi berdiri dengan sebagian badannya tertanam dalam tanah berjarak kurang dari 1 meter dengan yoni. 

Lingga yang pertama berdiameter setengah penggaris dan tinggi dari permukaan tanah satu penggaris. Kemudian lingga yang kedua lebih besar diameternya sedikit dengan tinggi sekira dua pertiga penggaris.

Sebagaimana disebutkan dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Kemendikbud, phallus batu yang ada di Situs Kedungbenda merupakan warisan tradisi megalitik yang sejenis dengan menhir.

Kedua benda ini digunakan sebagai sarana pemujaan atau hal-hal yang bersifat sakral. Menhir bentuknya masih berupa batu pipih seperti yang ditemukan di Situs Pamujan Desa Dagan, Bobotsari. 

Sementara phallus sudah berbentuk silindris dan menyerupai bentuk alat kelamin laki-laki. Jadi bisa dibilang phallus adalah bentuk lebih modern dari menhir.

Simbolisasi genital ini memiliki asal usul yang sifatnya analogis, khususnya bagi masyarakat agraris dalam masa prasejarah itu. Mereka meyakini bumi ini adalah wanita atau ibu pertiwi, sementara langit adalah laki-laki.

Arkelog Ketut Wiradyana dalam jurnalnya yang berjudul Fungsi Alat Reproduksi Manusia dalam Konsep Binary Opposition dan Simbol, menyatakan makna dan fungsi dari benda atau pahatan berbentuk alat kelamin pria (phallus) memiliki arti diantaranya, yaitu, simbol kesuburan manusia dan kesuburan tanaman, sarana untuk mengusir hama, roh jahat  dan musibah serta simbol identitas diri (laki-laki), simbol kekuasaan abstrak dan tempat meminta keselamatan bagi hewan peliharaan.

Sementara Batu Lumpang merupakan pasangan phallus. Ia merupakan simbol kesuburan wanita (vulva). Pertemuan keduanya akan menghasilkan keturunan yang merupakan kesuburan. 

Pada masyarakat prasejarah, datangnya hujan adalah manifestasi dari keluarnya "cairan" (sperma) dari phallus yang jatuh membasahi ibu pertiwi (vulva). Hujan dari langit dan pertemuanya dengan bumi akan membawa keturunan yang berbentuk kesuburan bagi mereka.

Phalus Tampak Atas (Dok. Pribadi)
Phalus Tampak Atas (Dok. Pribadi)

Lingga-Yoni : Lambang Kesuburan Peradaban Hindu-Budha

Lingga-Yoni merupakan simbol yang berkaitan erat dengan kebudayaan Hindu yang mendominasi Tanah Jawa pada abad 4-15 Masehi. 

Menurut wikipedia, Lingga adalah sebuah arca atau patung, yang merupakan sebuah objek pemujaan atau sembahyang umat Hindu. Kata lingga ini biasanya singkatan daripada Siwalingga dan merupakan sebuah objek tegak, tinggi yang melambangkan Dewa Siwa.

Sementara Yoni dalam bahasa sansekerta mempunyai arti bagian/tempat (kandungan) untuk melahirkan. Kata ini mempunyai banyak arti, di antaranya adalah sumber, asal, sarang, rumah, tempat duduk, kandang, tempat istirahat tempat penampungan air, dan lain-lain. Yoni berarti pasangan lingga yang merupakan simbol dari alat kelamin wanita. 

Lingga-Yoni bisa dinterpetasikan lambang kemaluan laki-laki (phallus) dengan lambang kemaluan perempuan (vulva) yang keduanya merepresentasikan kesuburan. Yoni merupakan simbol dari Dewi Parvati istri dari Dewa Siwa. Yoni adalah tumpuan bagi lingga atau arca.

Dengan demikian, baik masyarakat prasejarah maupun kebudayaan Hindu sama-sama meyakini bahwa keduanya merupakan simbol kesuburan.

Antara Phallus dan Legenda 'Penis' Drona

Ada sebuah kisah legenda menarik yang berkembang di masyarakat setempat mengenai batu phallus ini. Jadi, batu itu konon merupakan penjelmaan dari alat vital Pandita Drona. Kisahnya berkaitan erat dengan epos Mahabarata yang dimodifikasi di Tanah Jawa.

Kok bisa penis Drona jadi batu di Kedungbenda?

Begini ceritanya...

Sudah jadi hal yang diketahui umum bahwa Pandhawa dan Kurawa adalah seteru abadi. Mereka bersaing dan bermusuhan dalam semua hal. 

Suatu hari, mereka berlomba membuat sungai yang membelah Pulau Jawa sampai ke lautan. Tim Pandawa dipimpin oleh Bima, sementara Kontingen Kurawa dipimpin oleh Pandhita Drona. Taruhannya tak main-main, yang kalah harus bersiap dipenggal lehernya.

Kedua tim pun bersiap membuat sungai. Pandawa mengawali dari Pegunungan Dieng, Bima dengan kesaktiannya membuat mata air disana yang sekarang dikenal dengan 'Tuk Bima Lukar'. Kemudian, Kurawa mengawali pembuatan sungai dari Pegunungan Slamet. Mereka beradu cepat membuat sungai untuk sampai di laut lebih dulu.

Ilustrasi Pandhita Drona (Dok. Micoope)
Ilustrasi Pandhita Drona (Dok. Micoope)

Singkat kata, Pandhawa yang memenangkan perlombaan. Kurawa kalah dan konsekuensinya Pandhita Drona sebagai pimpinan Kontingen Kurawa harus dipenggal lehernya. Namun, Bima tak tega karena Resi Drona pernah menjadi gurunya. Akan tetapi, hukuman tetap harus diberikan sehingga Pandhita dari Padepokan Sokaliman itu 'diringankan' hukumannya dengan cara dipotong penisnya.

Nah, potongan penis itulah yang kemudian dibuang dan menjelma menjadi batu. Legenda setempat meyakini phallus itulah penis resi drona yang membatu... hihi. Atas legenda itu, masyarakat setempat menyebut areal Situs Kedungbenda tempat ditemukan phallus itu sebagai Kampung Panembahan Drona.

By the way, any  way, bus way... tititnya gede banget ya... phallus itu panjangnya hamper satu meter dan diameternya sepenggaris 30an cm. Jadi, Si Pandhita Drona badannya seberapa gede ya? Teruss, kalau punya Drona saja segede itu apalagi Bima yang dikenal berbadan raksasa yaa.. Hihihi..

Hmm, udah lah gak usah dibayangin, Namanya juga legenda.

Sebagai informasi, pertemuan sungai yang dibuat oleh Padhawa yaitu Sungai Serayu, Sungai Klawing made in Kurawa ada di Desa Kedungbenda. Lokasi perpagutan dua Sungai itu disebut dengan 'Congot'. 

Kedungbenda juga memiliki status sebagai desa wisata dengan kekayaan sejarah dan keindahan alamnya, mereka dulu pernah memiliki event wisata bertajuk festival congot.

Pemandangan Sungai di Kedungbenda (Dok. Pribadi)
Pemandangan Sungai di Kedungbenda (Dok. Pribadi)

Keterangan :

Narasi dalam video dan Tulisan ini diolah dari berbagai sumber, di antaranya Journal Arkeolog Ketut Wiradnyana 'Fungsi Alat Reproduksi Manusia dalam Konsep Binary Opposition dan Simbol', Wikipedia, dan cerita lisan yang berkembang di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5