Hajatan atau pesta pernikahan, khitanan, dan syukuran lainnya adalah momen penting dalam kehidupan masyarakat Jawa, tak terkecuali di daerah Madiun Selatan. Di balik kemeriahan acara tersebut, terdapat dua tradisi gotong royong yang menjadi tulang punggung pelaksanaannya: "mbecek" dan "rewang."
Minggu ini adalah Minggu terakhir musim Hajatan. Saat bulan Suro atau bulan Muharram, biasanya hajatan sudah jarang/terjeda.
Kebetulan, Pak Haji Bashori tetangga dekat banget punya hajat "ngunduh mantu" Mas Agung, putra bungsunya yang hari ini mengadakan akad nikah di desa Banaran. Saya juga ikut rewang bersama para tetangga dan sanak saudara Shohibul hajat.
Mbecek dan Rewang, kedua tradisi ini bukan sekadar bantuan fisik, melainkan juga cerminan eratnya tali persaudaraan dan kekeluargaan yang masih dijunjung tinggi.
Mbecek adalah tradisi memberikan sumbangan, baik berupa uang maupun barang (biasanya bahan makanan pokok seperti beras atau gula, mie, kentang, kelapa, buncis, minyak goreng, kol, wortel, cabai, telur, dll), kepada keluarga yang sedang menyelenggarakan hajatan.
Kata "becek" sendiri dalam bahasa Jawa berarti basah atau lembek, dalam hal ini mbecek berarti ikut membasahi, "memberi setetes air bantuan" pada orang yang punya hajat.
1. Bantuan Finansial
Sumbangan yang diberikan sangat membantu meringankan beban biaya yang dikeluarkan oleh tuan rumah hajatan. Meskipun terkadang jumlahnya tidak besar, namun akumulasi dari banyak pihak akan menjadi sangat berarti.
2. Wujud Solidaritas
Mbecek adalah bentuk konkret dari solidaritas sosial. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak membiarkan satu keluarga menanggung sendiri beban hajatan yang seringkali besar.
3. Sarana Silaturahmi
Proses mbecek seringkali disertai dengan kunjungan langsung ke rumah tuan rumah. Ini menjadi ajang untuk bersilaturahmi, menanyakan kabar, dan mempererat hubungan antar warga masyarakat.
4. Pencatatan Sosial
Uniknya, di Madiun Selatan dan beberapa daerah lain, sumbangan becek ini biasanya dicatat oleh salah satu anggota keluarga. Catatan ini berfungsi sebagai "utang sosial" yang akan dibalas ketika keluarga yang menyumbang juga mengadakan hajatan di kemudian hari. Ini menciptakan siklus saling membantu yang berkelanjutan.
Biasanya, orang yang mbecek datang pada hari-hari menjelang atau saat puncak acara hajatan. Mereka akan menyerahkan sumbangan kepada perwakilan tuan rumah, yang kemudian akan mencatatnya.
Jika mbecek adalah sumbangan materi, maka rewang adalah sumbangan tenaga. Tradisi rewang melibatkan tetangga, kerabat, dan teman-teman dekat yang secara sukarela membantu persiapan dan pelaksanaan hajatan.
Namun kini, untuk rewang biasanya diminta oleh tuan rumah, agar sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan. Di samping itu, orang yang rewang biasanya diberikan konsumsi yang layak, bahkan keluarga yang di rumah juga diantar makanan karena yang biasa masak ikut rewang, hehehe....
Istilah "rewang" sendiri berarti membantu atau menolong. Rewang tidak hanya dilakukan oleh perempuan. Kaum lelaki pun ikut membantu sesuai keahliannya.
1. Persiapan Masakan
Ini adalah bagian terbesar dari rewang. Para ibu-ibu atau wanita biasanya berkumpul di dapur beberapa hari sebelum acara untuk mempersiapkan berbagai hidangan yang akan disajikan kepada tamu.
Mulai dari membersihkan bahan makanan, mengiris bumbu, hingga memasak dalam jumlah besar, semuanya dilakukan bersama-sama. Ini pekerjaan favorit saya kalau rewang, mengiris buncis, hehehe...
Untuk memasak, biasanya ada tenaga profesional berpengalaman yang bertanggung jawab memasak, paham berapa kilo bahan untuk jumlah tamu tertentu, dan bertanggung jawab memprediksi kebutuhan bahan makanan yang akan dimasak.
2. Mendirikan Tenda(tratag) dan Dekorasi
Para bapak-bapak atau pria biasanya membantu mendirikan tenda, menata kursi, meja, dan melakukan dekorasi di area hajatan.
3. Pelayanan Tamu
Saat hari H, mereka yang rewang ada yang ditunjuk membantu melayani tamu, menyajikan makanan dan minuman, serta memastikan kelancaran acara.
Pembersihan
Setelah acara selesai, proses pembersihan dan pengembalian peralatan juga dilakukan secara gotong royong. Terkadang ada juga yang diminta khusus bagian bersih -bersih.
Tradisi rewang menunjukkan betapa kuatnya rasa kebersamaan di Madiun Selatan. Tanpa imbalan materi, masyarakat dengan ikhlas meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu sesama.
Ini bukan hanya tentang meringankan beban pekerjaan, tetapi juga tentang berbagi kebahagiaan dan beban dalam suka maupun duka. Obrolan dan candaan yang terjadi selama rewang juga semakin mempererat ikatan sosial, dan bisa menjadi sarana healing emak-emak. Eh...
Tradisi mbecek dan rewang adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi dalam pelaksanaan hajatan di Madiun Selatan.
Keduanya adalah wujud nyata dari nilai-nilai luhur budaya Jawa seperti guyub rukun (kebersamaan dan kerukunan), tolong-menolong, dan tepo seliro (tenggang rasa).
Di tengah arus modernisasi, kedua tradisi ini masih tetap lestari dan menjadi salah satu pilar penting yang menjaga keharmonisan dan ikatan sosial di masyarakat pedesaan Madiun Selatan.
Mereka membuktikan bahwa kebahagiaan akan terasa lebih lengkap saat dibagikan, dan beban akan terasa lebih ringan saat dipikul bersama.
Yuk simak video rewang dan melayani tamu yang mbecek.
Sumber: YouTube @Isti Yogiswandani channel