Dikutip dari esqbs.ac.id, bisnis keluarga adalah bisnis yang kepemilikan dan manajemen perusahaannya dipengaruhi oleh anggota keluarga pemilik modal (Holland & Oliver, 1992).
Siang yang panas. Dalam perjalanan untuk menabungkan uang RT aku berhenti di sebuah warung Rujak petis yang pemiliknya sepasang suami istri yang bekerja sama membangun bisnis Rujak petis.
"Bu, Rujak Petisnya satu porsi, dibungkus, nggih!"
"Nggih, Bu!"
Bu Marni, pemilik bisnis warung Rujak petis ini bersama suaminya, asyik menguleg bumbu rujak petis. Menambahkan bumbu kacang yang sudah setengah halus, sambil melanjutkan mengulek bumbu rujak petis.
Aroma petis dan kacang menguar berbarengan menjadi Kolaborasi cantik dan manis. Semanis Kolaborasi Bu Marni dan Pak Adnan, suaminya yang kompak menyiapkan rujak petis pesanan pelanggan.
Pak Adnan sibuk membungkus es, Mengintip panci berisi air mendidih siap merebus kangkung, juga masak air untuk bahan membuat minuman. Sepertinya tak kalah sibuk dengan Bu Marni.
"Kung, buatkan es setrup!" Bu Marni meminta suaminya untuk membungkus es setrup, es sirup yang sirupnya dibuat sendiri.
Aku mengendap-endap, Mengintip etalase kaca, yang biasanya terdapat banyak nampan berisi gorengan. Tapi kali ini kosong.
"Bu, gorengannya habis, to?"
"Gorengannya tidak ada, sudah lama tidak jual gorengan, Bu!" Bu Marni menjelaskan keheranan ku.
Yang menggoreng malas-malasan, Bu!" Lanjut Bu Marni sambil tersenyum simpul.
"Yang biasa menggoreng Bapaknya, ya Bu?"
"Iya!" Pak Adnan hanya senyum-senyum sambil menggoda pelanggan yang ternyata keponakannya sendiri.
"Pak, kok tidak mengoreng-goreng lagi, sih. Padahal gorengan nya enak, lho! Ini saya juga sebenarnya mau cari gorengan, " kataku pada Pak Adnan yang humoris dan suka bergurau.
"Membuat gorengan itu ribet!" Kata Pak Adnan sambil tertawa.
"Repot kalau harus bantu-bantu ibunya. Ini kangkungnya habis, nah saya harus menyiapkan. Gorengan ditinggal. Tidak sadar, akhirnya gosong. Ya sudah dibuang!" Lanjut Pak Adnan.
"Oh, begitu! Iya Bu. Saya saja yang nggak jualan, kalau menggoreng disambi-sambi juga sering gosong!" Aku memaklumi alasan Bu Marni dan suaminya tidak jualan gorengan.
"Terkadang, saat ramai pembeli, ngurusi pesanan rujak Petisnya dulu, gorengan terbengkalai, padahal sudah jadi adonan. Seperti adonan untuk menggoreng tempe, karena sampai sore adonannya jadi asam, tidak jadi digoreng, hanya bisa dibuang!" Bu Marni menambahkan terdengar prihatin.
"Owh! Iya Bu. Kalau kelamaan biasanya jadi asam. Aku jadi manggut-manggut. Proses fermentasi biasanya menyebabkan rasa asam.
"Menikmati tanpa gorengan dulu, Bu. Nanti kalau sudah kepingin lagi baru jual gorengan lagi," kata Pak Adnan sambil tersenyum ramah dan menyerahkan sebungkus rujak petis yang kupesan.
"Cuma satu, Bu?" Tanya Pak Adnan heran.
"Iya, Pak. Nanti kapan -kapan beli lagi," kataku.
" Biasanya pada beli satu porsi untuk nyobain, kalau sudah merasakan, baru beli banyak!" Kata Pak Adnan.
Sebenarnya aku sudah pernah beberapa kali beli, karena rasanya memang pas di lidah ku. Cuma sebenarnya aku tadi sudah makan siang sama ayah, jadi kalau ayah kubelikan pasti tidak langsung dimakan. Kalau dimakan untuk makan malam, pastinya sudah nggak enak. Jadi aku cuma beli satu.
Tapi kalau disuruh review makanan, rujak petis Bu Marni Tawang ini termasuk rekomended karena bumbunya terasa, mantap dan enak menurutku.
" Sudah, Bu, Pak. Pamit dulu, terimakasih!" Kataku berpamitan.
"Iya, Bu. Sama-sama. Terima kasih!" Jawab Bu Marni dan suaminya berbarengan.
Bisnis rujak petis Bu Marni dan Pak Adnan yang berbalut cinta ini sangat unik menurut ku. Dari cerita tidak berjualan gorengan lagi, ada aroma kompromi dan saling pengertian untuk berhenti jual gorengan. Bagaimana gorengan gosong atau adonan tepung bumbu terbuang sia-sia tentunya bisa menjadi cerita penuh drama jika dilanjutkan.
Dilansir dari hukumku.id, Konflik keluarga seringkali menjadi tantangan utama dalam bisnis keluarga. Konflik ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti perbedaan pendapat, persaingan antar anggota keluarga, atau ketidakjelasan peran dan tanggung jawab.
Dalam skala mikro, sini kita bisa belajar menyelesaikan konflik dari Bu Marni dan Suaminya yang berkolaborasi penuh cinta dengan bijaksana menghentikan dulu jualan gorengan, agar tidak terjadi perdebatan dan pertengkaran. Mungkin di situ uniknya membangun bisnis bareng bersama keluarga.
Saat terjadi masalah, bisa diatasi bersama karena mempunyai kedudukan yang sama. Tidak terjadi drama antara pemilik usaha dan karyawannya jika terjadi kerugian seperti itu. Bisa-bisa karyawannya dimarahi, bahkan bisa dipecat.
Dengan bisnis bersama keluarga, kejadian dramatis yang terjadi bisa diredam dengan cinta dan pengertian untuk mengambil keputusan bersama yang adil dan bijaksana.
Dalam bisnis keluarga, bisa jadi HRD adalah idaman kandidat, soalnya pasti memahami.
Yuk simak video kolaborasi cinta antara Bu Marni dan suaminya saat menyiapkan pesanan rujak petis.
Sumber : YouTube @Isti Yogiswandani channel
#Bangun Bisnis Bareng Keluarga atau Pasangan Tanpa Drama: Kolaborasi Cinta Tanpa Gorengan dalam Seporsi Rujak Petis Tawang.
Referensi:
https://esqbs.ac.id/kelebihan-dan-kekurangan-bisnis-keluarga/
https://www.hukumku.id/post/hukum-bisnis-keluarga