Pagi ini Aku sudah duduk manis di depan lapak Bu Siti, penjual pecel di pinggir jalan Dolopo - Ketawang, langganan ku.
Sudah sekian lama, Sego (nasi) pecel adalah sarapan favorit Aku dan suami. Selain Bu Siti, biasanya Kami ke Sego pecel Mak Tun.
Dua orang penjual ini sebenarnya tetangga an, dan pecelnya sama-sama enak, tapi Mak Tun berjualan di depan rumahnya, kalau Bu Siti menyewa lapak di Bangunsari, di daerah ramai pembeli.
Kali ini Aku dan Ayah menikmati sarapan di pecel Bu Siti. Sebenarnya, selain nasi pecel dan kering tempe, mie yang selalu tersedia, kadang -kadang ada sayur lodeh, terong, nangka muda, juga kluwih.
Kalau aku penggemar setia nasi pecel, ditambah kering tempe atau mie, masih okelah. Tapi ayah biasanya suka mencicipi sayur yang ada, dengan nasi setengah porsi.
Biasanya aku porsi normal. Tapi terkadang Bu Siti terlalu murah hati, jadi porsi normal berubah jadi porsi jumbo karena sayuran dan bumbunya melimpah.
Bu Siti biasanya menyediakan beragam lauk, dari sate telur puyuh, balado telur, tongkol, lele, ayam, kadang entok bumbu Bali.
Meski begitu, aku setia memilih pecel lauk tempe. Entahlah, Aku lebih merasakan nikmat nya pecel lauk tempe, peyek, rimbil, dadar jagung, heci, atau kerupuk puli daripada lauk hewani.
Kalau di rumah, mungkin aku masih mau pecel lauk telur. Tapi kalau beli di luar, aku lebih suka lauk tempe. Rasanya lebih harmonis dan lezat. Paling tambah kerupuk, lebih enak dan gurih.
Terkadang, pecel di sini unik. Nasi pecel disiram kuah tahu kuning yang disebut sayur lodeh. Itu kesukaan ayah. Kalau aku jujur saja nggak suka. Suka nya pecel saja. Bu Siti bilang nya aku penggemar pecel orisinil. Hihihi...
Kali ini, Bu Siti lumayan laris. Tempe goreng nya, begitu matang langsung habis. Padahal pembeli masih antri. Laukku kayaknya kurang, padahal tempenya habis. Biasanya memang aku pakai lauk paling tidak tempe 2, tapi tadi tinggal 1, jadi aku cuma ambil satu.
"Lauk tempe, Bu!" Kata pembeli di sebelah ku yang minta dibungkus untuk dibawa pulang.
"Tempenya belum matang, sedang digoreng!"
"Waduh, saya kesusu lho Bu!"
"Tempe Kepleh mau?
"Iya, Bu. Nggak papa!"
"Tempe Kepleh 2," Bu Siti memberi kode pada asisten nya yang membantu membuat gorengan.
"Tempe Kepleh itu apa, Bu?"
"Tempe empuk yang nggak kriuk, bisa ditekuk- tekuk!"
"Oalah, tempe setengah matang ya, Bu?"
"Iya!"
"Aku juga mau satu tempe keplehnya, Bu!"
"Aku juga!" Ayah ikut-ikutan.
Akhirnya pembeli yang antri ikut memilih tempe Kepleh. Jadilah semua diangkat dari penggorengan, tempe setengah matang.
Tempe Kepleh ini memang masih empuk, dan masih berminyak seperti mendoan. Enak juga sih, meski Aku lebih suka tempe kriuk alias krispi.
Alhamdulillah, sudah selesai sarapan. Dua porsi nasi pecel, 2 gelas teh hangat dan 4 potong gorengan hanya habis 20 ribu.
Ngirit sambil diet lauk hewani. Sebab kalau di rumah susah dihindari, pasti paling tidak, ada telur. Cara irit, sukses diet dan hemat kalau sarapan nasi pecel. Hehehe...
Yuk simak videonya. Bonus ini, hihihi.
Sumber: YouTube @Isti Yogiswandani channel