Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)
Pesan KITA cuma satu; "Hidup KITA itu spesial. KITAlah yang menjalaninya, bukan orang lain. Maka lakukan yang terbaik, terus belajar, insyaallah orang-orang akan diam berkomentar".
Pengalaman Pribadi;
Sekitar tahun 2006, saya mengajukan resign dari bank yang kedua. Dan keputusan saya ini sebenarnya ditentang oleh banyak pihak, terutama keluarga. Ibu dan beberapa saudara menyayangkan hal ini, karena gaji saya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan bisa untuk beberapa kali liburan. Di pikiran mereka, mungkin karena gaji sudah tetap dan rutin setiap bulan beserta bonusnya itu, itu sudah aman. Tapi kan aman, belum tentu nyaman. Setelah resign itu, saya beralih menjadi pemilik sebuah butik kecil dikota tempat suami bekerja. Itulah usaha saya yang pertama. Saya menjadikan insentif suami, untuk modal usaha. Hasilnya? Ibaratnya, cukup untuk makan sehari-hari saja. Tidak ada lagi kongkow-kongkow bareng teman di cafe. Tapi yang saya rasakan, saya waktu itu lebih nyaman dan tenang dengan hidup KITA. Kan sudah satu atap, gaees. Tidak seperti saat saya masih di bank yang cepat capek, pulang malam, lembur, pisah ranjang, banyak tagihan kartu kredit, dll. Karena apa-apa suka geses-gesek, keenakan. Circle pertemanan semakin mengecil. Bahkan saya jadi punya waktu untuk belajar tentang menjahit dan, memasak. Banyak perubahan. Saya dulu ga berhijab gitu, duuh pake rok singkat yang tidak lupa pake stocking abu-abu. Setelah menikah sudah berhijab dan alhamdulillah. Walaupun dengan gaji suami yang terbatas, saya masih mao memilih membuka usaha kecil-kecilan. Walaupun bisa dibilang masih pas-pasan, tapi saya cukup nyaman dengan pekerjaan saya saat itu dan lebih happy.
Cerita ini kisah nyata saya, resign tidak untuk diperdebatkan masalah halal dan haram. Semua keyakinan diri masing-masing. Berbeda boleh, tapi bukan berarti untuk membenci. Saya menghargai teman-teman yang masih bekerja di Lembaga Keuangan, tidak akan pernah membenci kepada orang yang masih bekerja disana. Karena setiap orang punya KEYAKINAN yang beda.Â
Suami juga keluar dikarenakan banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hidup tidak tenang, beribadah yang harusnya memikirkan Allah malah memikirkan pekerjaan, berangkat gelap pulang gelap ketemu anak dan istri juga udah pada tidur, kayak diperbudak waktu aja, yang puncaknya banyak masalah dalam pekerjaan, rekan kerja di cabang kalau lagi badmood juga nyari pelampiasan ke suami saya, bahkan ke adik saya. Kadang dicari-cari kesalahan yang ga logis. Tapi mereka malah bersyukur digituin rekan kantornya dulu, hingga itu yang membuat mereka berdua ingin meninggalkan pekerjaan mentereng itu.
Ada kata-kata yang menarik diceritakan, saat KITA resign itu. "Kalau kamu resign kamu mao makan apa? Kamu sudah siap? Hehehe. Pikiran saya kacau saat itu, anak masih belum ada, umur dah 27 tahun, menikah umur 25 tahun. Gaji saya sebenernya juga pas-pasan, sih untuk ukuran LDR-an. Kebetulan gaji saya saat itu udah 3 digit belum termasuk bonus dan lain-lain dengan pendapatan setahun lumayanlah. Namun keluarga ikhlaskan saya untuk terus resign, setelah saya memberanikan diri bicara dengan ayah saya, dan dikabulkan. Awalnya ibu saya tidak mengijinkan. Namun akhirnya setelah negosiasi, diijinkan dengan alasan saya mau buka usaha. Saya waktu tu berfikir, kalau gagal nganggur juga gapapa asal ga kerja di bank lagi.Â
Banyak banget cobaan menghadapi omongan orang perihal keputusan resign ini. "Anda kurang apa, umur anda masih dibawah 30 tahun, anda salah satu calon kepala unit di bank ini yang paling muda, karir anda sudah baik, anda sudah meraih kesuksesan, melanjutkan saja apa yang di depan mata, mensyukuri saja, banyak yang mau seperti anda!". Tapi saya udah kekeuh pengen keluar, namanya juga udah yakin, berkaca pada salah satu Quote, Trust him! Saya, janji ga akan balik lagi ke bank, karna udah yakin benar akan prinsip saya.Â
Masyaallah ketika resign, rejeki bertubi-tubi datangnya. Butik kebuka, saya hamil pulak, itu artinya setelah resign hati tenang bebas stres dan alhamdulillah selalu sehat meski gaji berkurang jauh, wkwkka. Tapi kan, saya dekat dengan suami, bisa menjadi enterpreneur sejati dan saya bisa mengatur sesuka hati, punya banyak planning. Hidup tenang ga diganggu pekerjaan yang sampe malam, weekend pulang kampung ketemu ortu. Bahkan saya yang biasa dulu di meja kerja, saya harus belanja ke pasar naik becak, jadi kasir, jadi pelayan minimarket, nyiapin laki makanan dan minuman haha. Seru bangetlah pokoknya. Intinya KEBERANIAN dan PERCAYA pada pemberi rezeki yaitu Allah, bukan kantor ato bos. Sembari saya bisnis, zaman masih anak satu, saya malah disuruh nyokap tes CPNS. Kerja kantoran lagi, deeeh. Dan gaji alhamdulillah sudah cukup, cukup makan maksudnya. Tapi yang pasti waktu sudah cukup untuk keluarga.
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang ketika itu sulit untuk KITA jelaskan. Ada juga dulu yang nanya gini ke suami saya. "Eh, susah ga sih nyari kerja setelah resign dari bank?". Dijawabnya; "Susah banget...! Apalagi gue ga niat melamar kerja lagi". "Uang kemana aja selama ngumpulin 10 tahun di bank?. "Jadi rumah toko, dan beberapa tanah dan usaha. Mesin dan peralatan. Bukan yang menguap begitu saja buat hura-hura. Eits ini jatuhnya sih debat, gue ga mau debat ame lo". Dia mah gitu orangnya, ga banget debat-debat tu.Â
Banyak yang ngajak KITA debat saat itu, tapi saya dulu banyak diem nya. Ga mbales. Sekarang, saya cuma mao share pengalaman aja bukan yang ngajarin, ini murni tentang tenang itu mahal. Ada yang bilang gini; "Mas karir bagus, susah masuk malah resign?, duuh!". Dijawabnya selow; "Hidup itu pilihan sih, KITA siap menjalani resiko dan tak akan menyesali keputusan KITA". Yang masih kerja tapi pengen keluar bilang gini; "Mas enak resign udah ada usaha, ada rumah yang bisa kepake buat usaha, nah yang lain belum seberuntung sampeyan, ya kan?". Dia tertawa ; "Hah, kalau liat dari ending storynya istri sih keliatannya enak ya, kamu tau ya, saya pernah ngerasain hidup dari usaha yang enggak dapat sama sekali selama berbulan-bulan? Keuntungan harus bayar gaji karyawan. Sisanya buwat biaya operasional. Kamu pernah tau? Usaha saya menyisakan piutang dagang yang nominalnya fantastis, sehari-hari hanya nutup biaya operasional dan gaji karyawan".
Banyak lagi pertanyaan yang baru kali ini KITA bahas. Masih ingat, kerabat KITA pernah bilang ini? "Kamu ngasih nafkah ke istri dan anak gimana?". Dijawabnya "Ga ada! Hahaha. "Tapi istri kuat kok, saat itu sehari-hari kalau bisnis lagi sepi, nutup biaya dari gaji pegawai nya istri saya, alhamdulillah istri saya ga ngeluh. Tapi Allah ga menutup matanya, Allah selalu bantu saya dari manapun, contohnya: dapat angsuran hutang tanpa diminta dari rekanan dulu-dulu yang pernah ngutang ke saya, pas doa "ya Allah mudah-mudahan ada rezeki lagi ya allah, saya harus ganti uang istri saya, eh ga taunya ada yang pake ilmu saya buat bantu gawehan proyek dari rekan entah itu buat perumahan, pabrik, dsbnya. Pokoknya banyak hal cerita yang tak terduga".