KS Story
KS Story Petani

Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja MakanšŸ˜…)

Selanjutnya

Tutup

Video

Potret Kehidupan Episode 89 Tenang Itu Mahal

14 April 2024   18:18 Diperbarui: 14 April 2024   18:35 1174 1 0

Lucunya ya, ada lagi begini. "Mas jangan ngajak resign kalau orang bank udah bahagia!". Ha-ha-ha. "Saya ga ngajak mas, saya cuma cerita seperti di story istri saya, aja. Tidak untuk diperdebatkan, saya menghormati rekan-rekan semua, bahkan sampe saat ini saya masih sering ketemu ex rekan saya dari security sampe level AOnya. Bahkan temen-temen seangkatan saya dulu yang sekarang masih bekerja karirnya sudah jadi kepala cabang di daerah, jadi manajer, mereka happy banget hidupnya. KITA yang sudah ex-bank menghormati mereka, begitu juga mereka menghormati KITA, KITA masih sering berkumpul dan ngobrol-ngobrol tanpa cerita tentang hal-hal berkaitan dengan bank".

"Yang lain ada ga mbak cerita-cerita teman mbak? "Banyak mas, banyak yang sukses secara materi dari saya, ada yang jadi pengusaha kafe cuci mobil, karyawan diluar perbankan, ada yang jadi pejabat karna nyalon, ada yang jadi CEO, ada yang jadi PNS kayak saya. Saya padahal pas nyalon CPNS udah resign, udah punya karyawan, ga tau lagi mao ngerjain apa, eh malah qodarullahnya diterima. Ada juga teman yang masih berjuang, ada yang sambil nyari-nyari kerja nyambung hidup jualan kerupuk kulit door to door, padahal dulu jabatan dia di kantor bank itu sudah manajer yang gajinya udah cukup lumayan. Intinya tetap sama, tenang itu mahal.Ā 

Gaess! Fokus saya hanya sharing pengalaman. Kemaren pas lebaran reunian ama temen SMP. Suaminya juga resign padahal udah kepala cabang. Gini katanya. "Saya dulu sebelum resign sempat sholat minta petunjuk sama Allah apakah harus resign apa tidak?Tetapkanlah bagiku kebaikan di mana pun kebaikan itu berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu. Doa tersebut dalam sholat dibaca berulang-ulang. Hingga suatu hari saya diberi kemantapan hati oleh Allah bahwa saya harus resign, nyari duit gimana nanti urusan Allah. Saya sami'na wa atho'na (kami dengar kami taat). Jadi saya tidak asal resign, katanya gaees. Saya juga curhat sama Allah sang pemilik ruh umat manusia". Begitulah hasil reuni kami kemarin pas lebaran, hingga terinspirasinya tulisan episode 89 ini.

Saya hanya menulis pengalaman saya pribadi, bukan untuk di debat, saya sendiri ga berani nyebut diri ini hijrah, ilmu saya juga cetek sekali. Ketika lulus kuliah hingga dua bank saya kerja dan ditempatkan di kota yang berjauhan dengan suami. Demi satu atap, saya mengalah. Dulu belum serame sekarang perihal resign bank ini. Ini murni hanya ingin bersama aja. Akhirnya saya putuskan resign, dan pindah ke satu kota kecil di ujung riau dengan gaji 0% dari gaji saya sebelumnya. Jangan ditanya, gimana rasanya gaji anjlok, belum lagi saya juga masih yang enggak di support keluarga mertua, cukup perih, karena saya ga punya sodara dikota itu bahkan pernah sehari saya ga mao selera makan karena diawal-awal hidup bersama. KITA tinggal di rumah kontrakan yang super duper sempit, mana lagi cicaknya besar-besar pulak. Saya takut sendiri dirumah, karena terkaget-kaget lihat cicak asal agak gede dikit, udah bawaannya kek yang liat buaya gitu ha-ha-ha. Tiap sebentar saya menangis menelpon suami, sampai akhirnya KITA emang pindah kontrakan yang agak lumayan tenang, karena lagi hamil muda. Sekali lagi ini cerita saya pribadi tentang mahalnya harga sebuah ketenangan. Saya juga bukan mau ajak berdebat soal pekerjaan, sekali lagi ilmu saya cetek. Dan kita punya keyakinan masing-masing.

Tentang Tenang Itu Mahal,

Iya bener. Saya tidak ingin menyebut proses saya ini hijrah namun saya menyebut saya dalam proses memperbaiki diri tentunya hingga saat ini. Mohon maaf sebelumnya, saya sama sekali tidak bermaksud untuk mencederai siapapun, saya hanya ingin menuangkan pengalaman saya saja selepas saya meninggalkan kantor saya dulu. Baru sekarang, saya hanya mencoba membuatkan poin-poin agar memudahkan untuk difahami kenapa saya ingin memutuskan resign ketika itu. Pulang ke rumah selalu gelisah, entah apa yang ada di benak saya tapi tidak bisa dijelaskan. Tidak ada masalah di dalam ruang lingkup pekerjaan, semuanya normal, namun di kantor itu, saya merasa ga fokus. Sering mimpi buruk dan ngelindur ga jelas. Gaji yang saya terima atau uang yang saya dapat entah itu dari gaji atau insentif kinerja nguap ga tau kemana. Padahal saya sudah ada pos nya sendiri-sendiri. Berbagai perasaan gundah gulana, gelisah, cemas, campur aduk kalau kata bahasa sunda mah (rieut, riweuh, rudet). Saya alami dan saya beranikan cerita ke orangtua saya, saya jelaskan satu persatu poin di atas dan saya minta solusi mereka. jawaban mereka "silahkan dekatkan kepada Tuhan, nanti Tuhan kasih petunjuk dengan berbagai macam cara".

Tentang Tenang Itu Mahal,

Saya memutuskan untuk belajar memperbaiki diri dengan belajar tentang banyak hal. Saya berusaha menggali ilmu sebanyak-banyaknya agar hati saya mantap. Alhamdulillah saya ga perlu berlama-lama bekerja di bank, saya putuskan untuk resign. Saat itu atasan langsung saya menyarankan untuk menunggu bonus tahunan cair dulu, namun hati saya sudah terlanjur sudah rela melepas pekerjaan itu. Banyak orang yang meyayangkan keputusan saya ini, tapi buat saya selama keluarga mendukung saya dan saya masih berdiri di jalan yang benar, Insya Allah, Allah pasti berikan jalan-Nya.

Bismillah, saya saat ini sudah belasan tahun menjalani hidup sesudah resign, you can see? Saya masih hidup, saya masih bernafas meski ekonomi tak selalu diatas. Hidup tak selamanya di bawah, tak ada yang abadi. Setidaknya itu yang saya yakini. Saya diberikan kekuatan dan istiqomah di jalan Allah untuk bisa kembali lagi memperkuat ekonomi keluarga dan umat. Saya ingin banyak membantu orang-orang yang sulit seperti halnya saya di saat sulit. Itulah kenapa saya selalu ingin punya usaha diluar pekerjaan kantoran. Saya itu sudah begitu dari dulu, bahkan dari sejak masih gadis. Bukan sekarang-sekarang aja saya sok sibuk, emang sibuk gitu lho, gaess.

Selama berkebun-kebun dua tahun terakhir ini, KITA berdua masih juga kerap diremehkan. Banyak homo sapiens yang masih mengira kalau KITA yang bukan kuliah di pertanian ini nggak akan bisa bercocok tanam. Asem tenan! Padahal akhir-akhir ini dunia pertanian sedang naik daun. Mulai digandrungi masyarakat. Iya, bahkan publik figur. Sebut saja Susno Duadji juga nanam jagung kok, Mark Sungkar juga sibuk bercocok tanam. Bisnis tani mereka bukan kaleng-kaleng, ya gaees! Terbukti makin banyaknya orang yang belajar menanam. KITA yang ecek-ecek ini masih saja disorot, kenapa KITA itu memutuskan jadi petani dan tidak identik lagi sebagai pegawai kantoran. Padahal sebenarnya yang milih untuk terjun langsung di lahan itu KITA hanya seminggu paling banyak dua kali. Banyak opsi pekerjaan, yang enggak semua harus KITA ceritakan. Ingat ya, dunia pertanian itu sangat luas. Jadi pertanian nggak melulu harus jadi petani atau nyangkul. Lebih dari itu.

Bahkan ada yang sampai memberi stigma kalau KITA Ā bertani itu nggak akan sukses di masa depan, ketimbang kerja kantoran. "Owh begitu...?". Tercengang pula KITA kan, mendengarnya hahaha. Sejak saat itu, KITA semakin semangat bisnis tani nya. Kalian tau ga? Uniknya yang masuk ke pertanian saat ini, nggak hanya orang-orang kampung yang ndeso, medok, dan apa adanya itu. Tapi, orang-orang kota yang modis lagi perfeksionis banyak yang kaya bertani. Yang dari style-nya kayaknya belum pernah megang pacul. Saat ini dunia pertanian tak bisa dibilang menjadi pelarian bagi orang keliatan nganggur alias pensiun. KITA berdua yang masih memiliki pekerjaan lainpun, juga senang banget mendalami dunia tani.Ā 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4