KS Story
KS Story Petani

Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)

Selanjutnya

Tutup

Video

Potret Kehidupan Episode 91 Belajar Bersifat Secukupnya

19 April 2024   16:58 Diperbarui: 19 April 2024   17:16 1282 3 1

dokpri
dokpri



Potret Kehidupan Episode 91

Belajar Bersifat Secukupnya

Bertahun tahun menjalani arus kehidupan, KS belajar bersifat secukupnya. Bahagia secukupnya, sedih seperlunya, mencintai secukupnya, dan benci juga sekedarnya. Tapi, bersyukur yang sebanyak-banyaknya. Ini adalah warisan ilmu dari kedua orang tua. Episode ini merupakan refleksi perjalanan hidup yang dialami KS sejak kecil hingga dewasa seperti sekarang. Lihat konten!

Alhamdulillah hari ini terasa lapang, setelah sepekan bergulat dengan aktivitas dirumah yang begitu menguras tenaga. Pikiranku menerawang jauh kala mengingat warisan ilmu tentang belajar bersifat secukupnya ini. "Jadilah orang yang tetap sejuk ditempat yang panas, tetap manis di tempat yang begitu pahit, tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar, dan tetap tenang di tengah badai menghantam, serta tetap mengandalkan Tuhan dalam setiap perkara kehidupan." Begitulah ayahku dulu pernah mengatakannya. Kurakit kisah itu, bermula dari sini.

Menjelang lebaran kemaren, memoriku mengembara. Sujud syukurku dengan masa lalu, yang banyak menggoreskan kenangan indah dan pembelajaran dalam hidup. Sengaja kutuliskan curahan hati ini pada Episode 91, teruntuk almarhum ayah tercinta. Kembali menyeruak kesedihan kala mengenang ayah. Hal yang ku ingat, ia tidak pernah membentak kasar apalagi memaki-maki anaknya saat aku bandel sebagai seorang bocah dulu. Ia mengajariku dengan lembut dan penuh kesabaran. 

Aku lahir dan tumbuh di keluarga yang sederhana yang penuh kehangatan cinta kasih. Sehari-hari ibuku berdagang pakaian di pasar, sedangkan ayah seorang guru yang mendidik anak-anaknya dengan penuh perjuangan untuk disiplin dan berprestasi. Meski didikan ayah dan ibu tergolong keras, namun kami bisa merasakan hasilnya sekarang. Setiap waktu ayah dan ibu mengajarkan untuk senantiasa belajar bersifat secukupnya, serta mengukir prestasi di manapun berada. Selain itu mereka mengajarkan untuk tak mudah berputus asa dalam menghadapi kesulitan hidup. 

Tiga puluh tahun waktu bersama ayah, terasa tidak akan pernah cukup. Sejuta kenangan menggunung terpatri dalam memori otakku. Cintanya masih terasa hangat meski ayah telah lama tiada. Warisan ilmu belajar untuk bersifat secukupnya ini, tentunya yang paling mengukir dalam ingatanku adalah almarhum ayahku. Meskipun pada awalnya terasa berat untuk menuliskan kenangan tentang almarhum, tapi aku ingin mengukir indah kenangan dan jejak ayah sesederhana tulisan ini.

Cerita lagi....,

Setiap malam ayah terjun langsung menemani kami belajar. Dengan sabar dan telaten ia mengajari kami. Mulai dari belajar membaca hingga berhitung. Kami akan berkumpul di ruang tamu dan menantikan kehadirannya, juga papan tulis butut yang sering digunakannya. Meskipun cara mengajar Ayah tergolong keras, namun kami bisa merasakan hasilnya sekarang. 

Ayahku orang hebat. Iya. Hebat, ayahku. Ayah selalu mampu menghadirkan suasana suka cita. Dengan segala bentukan dirinya yang tak pernah ku anggap itu cela. Meski tak berpendidikan lebih tinggi dariku, namun ia bisa diandalkan. Ayahku adalah seorang penjahit baju yang handal, jahitan bajunya yang sengaja dibuat feminim agar aku mao memakainya, bikin aku rindu. Walau hanya baju sederhana, tetapi karena dijahit dengan bumbu cinta dan di jahit dengan rasa kasih dan sayang, menjadikan jahitan ayahku tercantik dibandingkan jahitan di luar sana. Ayah yang selalu mengkhawatirkan aku dari anak-anaknya yang lain, karena aku bandel melebihi anak laki-laki yang lainnya. Hehehe.

Ayahku adalah motivator sejati, yang selalu setia mendengarkan segala keluh kesahku menjalani hidup. Kuceritakan banyak hal padanya mulai dari pekerjaanku, bisnisku, anak-anakku, teman-temanku, rumah tanggaku bahkan perasaanku. Ayah tempat curhatku ternyaman yang tak ku jumpai di banyak sahabat-sahabatku. Pundaknya kan selalu siap sedia menyangggaku bersandar. Jari-jarinya yang kasar namun dengan tetap lembut menyeka air mata yang jatuh di pipi. Tak lupa untaian doa dan sepenggal nasihat selalu terselip di sela-sela dekapannya. Membuatku lebih bermakna menjalani hari-hari dengan doanya.

Oiya. Ini ada, ungkapan tulus tanda terimakasih ku pada ayah yang telah mendidik hingga aku bisa menjadi pribadi yang sekarang ini. "Aku rindu belai kasihmu yang dulu. Walau kini tak bisa seperti dulu. Walau kini tak bisa bertemu denganmu. Engkau selalu hadir dalam mimpiku. Kini kau tidak ada di sisiku lagi. Walau sekarang tak seperti dulu. Aku akan selalu mendoakanmu. Yang terbaikmu  untukmu Ayahku.". Begitu ucapku di depan kuburnya dua pekan lalu. 

Sungguh..., sebuah anugerah yang terindah yang tak pernah berhenti untuk disyukuri. Aral rintangan yang menghalang tak menyurutkan langkah kaki untuk terus melangkah mengarungi samudera tanpa batas ini. Semua tak lepas dari kerja keras dan doa Ayah-Ibu serta campur tangan Allah dalam setiap napas detik berlalu. 

Ayah yang mengajarkanku arti hidup sederhana. Sederhana, bukan berarti minim harta. Namun sederhana yang sesungguhnya adalah ketika kita mampu hidup bersahaja, apa adanya dan tidak berlebih-lebihan namun tetap bahagia ditengah harta duniawi yang sementara. Diatas langit masih ada langit. Tetap berbagi dengan orang sekitar berapapun besarannya dengan ikhlas, dan teruslah berbuat baik pada siapapun tanpa pandang bulu. Insyaallah ilmu ini akan kuterapkan sampai akhir hayatku nanti.

Ibuku yang cerewet, tak cukup hanya dengan sekata dua kata. Berjuta kata akan mengalir dari mulutnya walau kadang terasa pedas hanya sekadar memastikan semuanya berjalan semestinya. Tapi aku percaya, itu adalah salah satu bentuk kekhawatiran seorang ibu yang tak ingin anaknya salah melangkah. Dan tak bisa ku pungkiri, berselisih paham sering terjadi antara aku dan ibuku, meski hanya masalah sepele, kadang cuma masalah karyawan doang sih. Seharusnya ibu tak lagi memikirkan hal-hal yang berat. Inginku seperti itu. Namun, perdebatan itu tak pernah berlangsung lama, tak sanggup rasanya hati ini melihat ibu menahan luka karena kata-kata yang tak disengaja menggores hati. Kata suami, "berbahagialah kau KS ketika ibumu masih cerewet karena tandanya ibumu masih peduli akan dirimu ini". 

Ibu kini berusia lebih dari 70 tahun. Alhamdulillah ia masih sehat. Setiap bangun subuh, ia selalu menyiapkan sarapan untukku, eh untuk anak-anakku, ding. Aku selalu pasnya sarapan diluar, karena terlalu subuh klo aku sarapan dirumah. Aku ga ada menyuruh ibuku ya sahabat..., jangan salah sangka pulak kalian, wekekeh. Katanya, kalo ibu tidak bikin sarapan, ibu mao kerja apa? Nah, itu dia ibuku. Tidak mao diam, ada aja makanan dan cemilan yang ia siapkan. Pagi aku berangkat ke kantor, kadang sudah terisi perut ini, walau kadang aku males sarapan. Namun dari pada ibu sedih dan omelannya makin panjang, aku turuti kemauannya. 

Dibalik semua cerewet yang kuurai tentang ibuku, ia tetaplah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan. Dibalik sikapnya yang selalu cemas bila aku ditipu karyawan, aku tahu ibuku adalah orang yang rapuh. Jantungnya tidak selalu kuat mendengarkan laporan ini itu lagi. Maka aku tak ingin sedikitpun menggores luka dihatinya. Air mata tak ku izinkan melewati pipinya kecuali air mata kebahagiaan. Aku hanya ingin mengukir senyum kebahagiaan dan kebanggaan akan didikannya.

Sungguh beruntungnya diri ini, masih bisa merasakan dekapan hangat ibu, mendengar suaranya memanggil meski dengan teriakannya setiap pagi. Di balik rambutnya yang memutih, aku ingin senyum manisnya selalu tersimpul dari bibirnya. Aku tak mao  berkeluh kesah padanya. Ya Allah, muliakanlah hidupnya. Agar aku selalu meminta ridhonya untuk hidup yang lebih barokah.

Tak terasa.....,

Kini aku telah menjadi seorang ibu, ibu dari dua anak yang lucu-lucu. Sudah empat puluh dua lebih usiaku, ni woy. Tapi masih saja dikira anak-anak. Apa karena aku terlihat masih perlu diurus lagi oleh seorang ibu? Rasanya tidak juga aku ini merasa perlu untuk dirisaukan tentang segala hal.  Beberapa tahun belakangan, sejak kepergian ayah. Ibuku sendiri dirumah nya. Dia tidak mao tinggal dirumah kami. Aku terpaksa meninggalkan rumahku. Bukan karena aku yang dipulangkan suami ke rumah ibuku, bukan. Kadang-kadang, kepoers selalu ada-ada saja pikirannya. 

Ini murni pilihan kita berdua kuq..., karena ibuku tidak mao tinggal dirumah kita. Katanya, capek turun naik memperhatikan anak-anakku yang sering aku tinggalkan. Meskipun anak-anakku sebenernya sudah tidak perlu penjagaan khusus, udah gede-gede. Tetapi..., karena aku dan dia tidak selalu berada dirumah, maka ibuku lah yang merasa putraku itu kurus karena aku yang tidak pinter memilihkan makanan. Ehehehe.

Ibukulah yang masih merasa putraku yang kurus itu tidak makan jika tidak disuapi, padahal makannya banyak. Dikiranya putraku susah makan. Siapa yang akan mengingatkannya makan? Dengan apa dia makan? Bagaimana dia menjalani harinya sendiri jika kakaknya belum pulang sekolah? Bagaimana dia sendiri dirumah, jika aku sedang bekerja atau dinas keluar kota? Pelajaran sulit sementara putraku belum mandiri, takut sakit. Takut patah kaki lagi, jika putraku diam-diam akan main bola kaki. Ibuku jua lah yang tidak pernah suka aku memiliki pembokat dirumah, karena aku jarang dirumah. Lha kan bener, ibuku. Sebagai ibu, tentu saja ia mengetahui titik lemah dan kelebihan yang aku punya. Ingat ya kepoers, bukan aku yang dibalikin suami ke rumah orangtuaku karena aku ga becus jadi perempuan. Euy, manusia memang senang berburuk sangka, ha-ha. Noh, baca! Itu diatas sudah kuuraikan satu per satu tentang kenapa begini kenapa begitu. Hah, sudah paham kalian kan, kepoers?. Mumpung ini sudah lebaran. Ayooook! Kembali ke Fitri.

Jujur, sebenarnya aku merasa tidak enak pada tetangga dan saudara dekat. Seolah aku yang membuat ibu mengurus dapurku. Aku tau, ibuku tidak mao aku lelah. Dia selalu berpesan, agar aku tetap menjaga makan. Memang, sih. Aku selalu lupa jika waktu makan tiba. Jarak tempat kerja dari rumah sangat jauh. Lelah menghapus selera makanku. Ibu tidak pernah habis akal. Dia tahu apa yang aku suka. Ibu selalu menyediakan menu favoritku. Asam pedas ikan baung dan lalap petai mentah. Masakan bersantan sebaiknya dihindari. Duhai ibu, seharusnya aku yang peduli denganmu serta kesehatanmu. Harusnya aku yang menyiapkan itu semua, tapi ibuku tidak suka masakan ku. Yaah, macam mana lah, kan. Ibuku selalu siaga dalam segala hal. Weeh...., ga usah menggosip kalian ya, perkara yang sebenernya kalian tidak tahu itu. Tunggu aja aku yang akan jelaskan, yaach!

Sahabat.....,

Berat rasanya jemari ini menari-nari diatas keyboard merangkai huruf demi huruf sambil mengingat hari yang pernah aku dan ibu lalui bersama. Setiap mengetik kata, bening kristal mengalir dari kedua mata ini. Kukuatkan diri untuk mengabadikan kebersamaan kita dalam tulisan. Sepanjang kita bersama, banyak suka duka yang kita lalui masih terekam jelas di ingatan. "Maafkan anakmu ini ibu! Setiap langkah kakiku ada hasrat, setiap aliran nadi ini, ada cerita cerewetmu. Kau malaikat penyelamat tanpa sayap yang diutus Allah. Kasih sayangmu tanpa batas. Keberadaanmu sangat penting dan berarti bagi kami sebagai anak. Tanpamu negara akan hancur. Tapi dengan tanganmu kau mampu mengerjakan banyak tugas. Dengan lisanmu kau mampu mendidik buah hatimu. Dari didikanmu lahir generasi yang berkarakter, tangguh, dan wibawa. Keuletanmu dalam bekerja mampu menyelesaikan semua tugas . Walau tugas yang kau emban sangat berat, kau tetap enjoy dan bahagia. Tetaplah tersenyum untuk anakmu, sebagai tanda kau bahagia. Walau wajahmu telah menua dan kulitmu sudah mulai keriput. Saat memasuki masa senjamu, tugas utamaku adalah mendengar kisah dan titahmu". 

Begitulah Potret Kehidupan Episode 91 Tentang Belajar Bersifat Secukupnya yang aku dapatkan dari warisan ilmu orang tua.

Ingin sekali aku berbagi perjalanan menghadapi hidup ini kepada sahabat semua, semoga bisa menjadi inspirasi yang bisa menghasilkan sesuatu yang besar sehingga berjuang meraih mimpi-mimpi kita lagi tanpa pernah menyerah. Dan aku juga ingin, membuat sahabat tak pernah takut bermimpi. Perbanyaklah membuat impian dan lukislah mimpi itu setinggi bintang di langit, serta lakukan dengan usaha maksimal. Yakinlah, semua impian itu satu per satu akan berbuah menjadi manis, indah pada waktunya. 

You can see? Aku bisa diwawancara seperti ini, karena apa cobak? Dia bilang di podcast ini, aku multitalenta. Padahal sih sebenernya biasa aja, belum seberapa lah. Banyak kuq, orang yang hebat lainnya. Kebetulan aja, kita bertemu di podcast ini. Seperti yang aku pernah ceritakan sebelumnya. Aku pernah punya usaha ini dan itu, dan aku pernah bekerja disana disitu. Itu bukanlah pencapaian. Melainkan perjalanan hidup. Karakterku yang keras dalam keseharian, tanpa kusadari orang-orang tahu itu. Aku suka menulis, iya. Ternyata orang-orang lebih banyak tau tentang diriku lewat tulisanku. Dan itu dibahas di podcast ini. Aku dikuliti dari kecil sampai dewasa seperti sekarang. Kuceritakan aja apa adanya aku. Toh, itu bukan prestasi juga kan...? Perjalanan demi perjalanan yang mengantarkanku pada titik ini, bukanlah suatu kebetulan dan tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh perjuangan, kerja keras, tekad kuat, doa, dan tawakal pada Allah untuk mencapainya. Sampai akhirnya aku terlihat baik-baik saja. Padahal sebenarnya enggak, banyak kuq masih kesulitan-kesulitan dalam menjalani hari-hari, cuman aku nya yang kurang mengeluh dalam menjalani hidup ini. 

Sahabat....

Kita tahu bahwa di dunia ini hanya sementara. Yang kekal hanyalah kampung akhirat. Untuk itu, marilah kita menabung kebaikan sebanyak mungkin, selama kita masih memiliki waktu hidup di dunia. Semoga tulisan episode ini bisa menginspirasi orang banyak, ya! Sehingga kita tergerak terus untuk belajar bersifat secukupnya. Jabatan secukupnya. Enggak yang haus. Jangan sampai jabatan menyulitkan hidup kita. Enggak pongah. Enggak euforia. Bahagia secukupnya. Kalo dapat masalah pun dalam hidup ini, enggak stress. Enggak yang depresi. Pokoknya bersedih ya seperlunya. Mencintai secukupnya..., benci juga sekedarnya. Mari bersyukur sebanyak-banyaknya! Agar kita bisa terus belajar berubah dan berlari mengejar mimpi-mimpi kita lagi.

Satu hal yang juga ingin ku bagikan padamu, sahabat...., bahwa hidup ini sangat indah jika kita mau sabar dan ikhlas berproses di dalamnya, mensyukuri setiap hal yang kita raih..., mao belajar dari semua kegagalan..., lalu bangkit untuk meraih sejuta mimpi, serta selalu menyerahkan semua urusan kita hanya kepada Allah. Kumpulkan semua voucher kegagalan kita dan teruslah bangkit berjuang hingga pada saatnya kita akan menukarkan semua voucher kegagalan itu dengan meraih semua impian. Satu hal lagi, mari tanamkan selalu niat baik kita kepada siapapun. Tepuk pundak ku, bila kau juga ingin berpesan padaku! Sekian dulu, episode ini.

Dan pada akhirnya,

Waktu demi waktu cepat berlalu. Wejangan yang orang tuaku berikan dulu, akan kami ingat selalu. Singkatnya begini dulu aku catat; 

"KS, yang akan membuat kita dihargai oleh siapa saja adalah keberhasilan yang diperoleh dengan sekuat tenaga dan keberhasilan itu karena jerih payah sendiri". 

"KS, jadilah orang yang selalu rendah hati dan ingat apa yang kita dapatkan hari ini adalah titipan sementara dan tak akan selamanya menjadi milik kita". 

"KS, jika kamu sudah memiliki segalanya, jangan pernah melupakan orang-orang yang pernah dekat dengan kita dan jangan pernah mengabaikan orang yang pernah tak menghargai kita. Anggaplah apa yang mereka lakukan pada kita saat ini menjadi cambuk bagi kita semua untuk maju seribu langkah". 

"KS, saat ini kita sedang berada dibawah, tapi yakinlah suatu saat nanti kamu bisa membolak-balikkan semua keadaan yang saat ini kita rasakan. Bekerjalah dengan sungguh-sungguh karena apa yang kita lakukan tak akan pernah mengkhianati hasil". 

"KS, apapun yang kita miliki hanya bersifat sementara dan janganlah pernah sombong pada siapapun". 

Itulah kenapa aku belajar bersifat secukupnya sedari dulu, ini adalah hal yang kudapat dari warisan ilmu orang tuaku yang seorang guru kepala sekolah dan ibu yang seorang pedagang pakaian di pasar.

Nasehat yang selalu orang tuaku berikan itu, tentu saja akan selalu kami ingat dimana pun kami berada, kata-kata semangat yang selalu mereka katakan menjadi penyemangat bagi kami semua agar bisa menuju puncak yang diharapkan siapa saja. Bersifatlah secukupnya, dan jangan mengada-ada!

See you next trip......!

#KSStory#KSGarden#KSMotivasi

#Reel#fbpro#fyp#vod

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4