Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)
Pejuang Mimpi Episode 6
Terbentur, Terbentur, Terbentuk
Banyak orang menyerah saat sukses sudah selangkah lagi. Padahal ya, sudah berjuang mati-matian..., berjuang dengan sangat keras..., namun hasil belum maksimal. Sehingga muncul bahasa-bahasa; "Kamu bukan sarjana pertanian, kamu tidak lulus SMK pertanian, atau kamu tidak mengerti pupuk, dan bahkan tidak pernah sama sekali bercocok tanam". Hehehe. "Tenang! Saya pun berhak menikmati semua rasa, walau memang sering kali tak berdaya".
Sebelum usaha tani ini juga begitu, kuq. "Kamu bukan lulusan koki terbaik. Kamu tidak bisa memasak, sepertinya kamu jarang ke dapur, dan bahkan kamu terlihat tidak pintar membuat makanan". Ha-ha-ha. Disitulah kadang saya merasa terheran-heran. Kok ada ya, bahasa-bahasa sepertinya? Kelihatannya? Kala itu saya masih tetap ingin tersenyum seraya membalas lembut, lembyuut sekali bahasa yang saya sampaikan itu;
"Waktu kamu terbatas. Jadi, jangan membuang-buangnya dengan menjalani hidup sebagai orang lain. Jangan terjebak oleh dogma. Seseorang yang ingin membuat usaha caferesto, bukan berarti ia harus jago memasak, bukan berarti ia harus sering terlihat ke dapur. Yang didapur itu pekerja. Saya bukanlah pekerjanya. Saya bosnya. Pernahkah kamu tahu seberapa banyak saya ke dapur dalam sehari? Pasti enggak tahu kan? Ha.
Kalo saya jawab enggak pernah, nanti kamu pasti bilang saya sombong. Kalo saya jawab seringpun, toh kamu juga ga akan percaya. Tahukah kamu saya bisa memasak ini itu? Ya ga taulah pasti, kan? Karena saya emang ga pernah sama sekali review apa yang saya buat ke publik? Ga sempat tau nggak sih? Dan enggak penting juga. Wakaka. Jadi, jangan pernah kamu menilai orang lain dari jarak jutaan kilometer. Dalam kamus saya, tidak ada kata, sepertinya-sepertinya. Do you know? Kesuksesan selalu menjadi hak saya kapanpun dan dimanapun".
Pun, sebelum usaha cafe ada, saya terlihat seperti bekerja sebagai kasir. Ya, sarjana lulusan Pulau Jawa yang hanya seorang kasir. Terkadang sebagai pelayan toko, dan bahkan tampak seperti kuli. Kuli....., saya membungkus tepung sendiri hingga berkarung-karung, membagi gula sekarung menjadi sekilo-sekilo. Memporsi beras menjadi literan agar terjangkau oleh masyarakat setempat, kemudian menaruhnya di rak pajangan.
Menyusun kaleng susu dan sarden, memberi label harga pepsodent sebelum tertata, membuat harga sendiri ke aplikasi kasir agar sesuai harga di label dan di layar monitor scan, serta duduk-duduk sambil jaga satu anak perempuan seraya mencek-cek inventory di komputer kasir. Apa kata orang waktu itu? "Kamu sarjana, pintar, cantik..., sudah benar bekerja dikota pakai baju bagus, pake high heels keluar masuk gedung-gedung bertingkat, keren, eh mau-maunya hanya menjadi kasir disini." Saya pun tersenyum sambil berkata; "What do you say? Bukankah sebuah cerita akan lebih menarik, jika di isi dengan banyaknya cerita yang menggambarkan tentang banyak perjalanan dan perjuangan?".
Dulu saya menguli di toko saya sendiri, yang tak banyak juga orang tau, bahwa saya sendiri lah yang memiliki toko itu. Saya menjadi pelayan di cafe saya sendiri, yang tak semua orang tau, bahwa saya lah pemiliknya cafe itu. Saya membangun usaha saya sepotong demi sepotong. Saya bekerja dengan sangat baik, bahkan dengan mencintai apa yang saya kerjakan. Tahukah kamu? Dalam sebuah buku, tidak semua chapter harus berisi tentang saya, tidak semua bab harus menceritakan saya, tidak semua kata harus menggambarkan tentang keadaan saya. Jangan khawatir! Saya pun berhak untuk lulus dari sekolah kehidupan ini.
Dulu suami saya menjadi operator di ruang mesin stone crusher miliknya. Dia memencet tombol-tombol yang entah itu apa. Saya sendiri kurang paham soal mesin. Saya dengan sangat jelas melihat dari kejauhan dia beneran ada disana dan pake celana kerja yang sengaja sobek-sobek. Kebetulan pas saya nanya, pada seseorang yang rupanya karyawan baru. Saya datang sendiri, dan bertanya; "Pemilik ini mana?", dia bilang ga ada. "Yang disana siapa? "Operator, kak. Orang Jawa", katanya. "Owh", saya senyum-senyum saja mendengarnya. Saya pun berlalu pergi menuju pada operator itu. "Pak operator, ada yang pesan split 4 teronton kepada saya, berapa fee untuk saya per kubik? Ini ada pula bonus gorengan dari istri bos untuk operator yang rajin seperti kau. Wkwka". Begitulah, nikmati saja semua rasa. Apapun kejadiannya baik itu yang mengenakkan maupun yang tidak dalam hidup menjalani usaha ini, tetap berproses! Kami belajar dari orang hebat, untuk tetap bertahan memaknai sebuah perjalanan agar lebih mengesankan.
Suatu hari, gudang mebel saya terbakar beserta sebuah mobil truk baru didalamnya.
Apa hendak dikata? Mujur sepanjang hari, malang sekejap mata. Bahkan, pernah satu teronton pengiriman barangpun tertangkap di Bagan Batu. Apapun usaha kamu, tetap dicari-cari cela salahnya. Padahal bukan produk ilegal. Tak mudah menjadi saya, kamu tahu? Bukan mudah menjalani usaha ini, pokoknya tak semudah komentatorlah yang tidak pernah menjalani usaha apapun tapi malah seenak jidatnya kalo bicara. Tapi Tan Malaka pernah bilang, "Terbentur, Terbentur, Terbentuk". Senang hati saya mendengarnya.
Karena selalu tidak dianggap memiliki pekerjaan, ibu saya memaksa saya tes CPNS pas sehari setelah gudang saya terbakar. Saya ikuti saja kemauan orang tua. Jadilah saya dianggap memiliki pekerjaan. Wkwkka. Segitu pentingnya status sosial ini bagi ibu saya. Tapi emang dasar saya ga pernah membanggakan pekerjaan kali ya, saya sering dikira honorer. Hehehe.
Ada kala itu pas dilapangan sedang acara, seseorang yang aslinya saya tau dia itu bukan apa-apa, dia memerintah saya ini itu, kadang cerita merendah tapi meroket, kayak yang mau membodoh-bodohi saya lah pokoknya. Saya santai aja berdiri dimana saya suka, namun tetap fokus memonitor situasi acara. Bukan mainnya songong pertanyaannya. "Honor dimana?". Tanyanya."Humas", jawab saya. Dulu kan baju honorer sama dengan PNS. Bla-bla-bla-bla katanya. Ga konsen saya tentang apa yang ia bicarakan itu, karena saya harus merilis berita dari acar tersebut. Meski terlihat pura-pura mendengarkan dia, namun saya diam aja, begitu acara selesai sayapun masuk mobil iringan-iringan ring satu. Ha.
Saya turunkan kaca pas ke muka dia, daa-daa daa daaa saya. Iapun memandang melambaikan tangannya pelan dengan raut muka malu-maluin. Saya selalu ucapkan pada diri saya sendiri. "Tidak apa-apa..., digituin". Direndahkan tak perlu dibales dengan merendahkan. Dibenturkan, tidak pula akan mengurangi apa-apa yang telah ada didalam diri kita. Perlakuan-perlakuan orang lain terhadap kita, tidak akan pernah mengurangi satu apapun jua dalam diri kita. Terbentur..., ga perlu dibales dengan benturan.
Kemanapun saya pergi, saya selalu ingat pesan Tan Malaka. Terbentur, Terbentur, Terbentuk. Episode Terbentur, Terbentur, Terbentuk ini pun menceritakan proses KS dalam mengenal diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, episode ini menjadi pengiring kisah kehidupan yang selalu ada dua sisi di dalamnya. Saya dan episode ini yakin bahwa proses belajar itu seumur hidup dan berulang. Tidak berarti kita sudah terbentur dan terbentuk maka semuanya selesai. Kita akan kembali terbentur dan terus berulang sampai kita tidak di dunia ini lagi.
Pun kalimat "terbentur, terbentur, terbentuk" ini, saya juga percaya bahwa proses untuk terbentuk itu pasti nyata adanya. Tidak peduli saya hanya perlu terbentur tiga kali persis seperti yang Tan Malaka katakan, ataupun butuh beratus-ratus bahkan beribu kali terbentur. Mungkin kamu, bahkan diri saya sendiri sering kali bertanya-tanya mengapa diri kita masih di titik start yang sama? Sedangkan teman-teman yang lain terlihat sudah mendekati garis finish? Mengapa hanya diri kita yang terus terbentur, terbentur, dan terbentur, sedangkan yang lain sudah terbentuk? Xixiixi.
Ohiya, beberapa hari lalu seperti tersambar petir di siang hari, tiba-tiba saja terbesit di pikiran saya bahwa salah satu kunci untuk dapat terbentuknya diri kita ialah dengan percaya. Percaya bahwa semua manusia memiliki momentumnya masing-masing. Percaya bahwa seburuk apapun keputusan yang kita ambil, akan membawa terbentuknya diri kita yang sebenarnya.
Pun, ada sebuah kalimat yang sedikit klise dan tetap menjadi pedoman bagi perjalanan terbentuknya diri kita, kurang lebih seperti ini, "Ada yang sudah terbentuk pada usia 20an, di lain sisi ada yang bahkan baru terbentuk di usia 60an". Perkataan tersebut selalu menjadi pedoman saya ketika merasa gagal dalam beberapa lini kehidupan. Selain itu, kita juga dapat percaya bahwa setiap keputusan buruk yang kita buat, bukan semata-mata merupakan suatu bentuk kesialan yang menimpa hidup kita. Akan tetapi merupakan suatu bentuk penguatan diri sendiri, baik dari segi mental maupun fisik.
Jika saya membawa penulisan ini ke arah yang lebih religius, saya akan berkata bahwa kita dapat mengambil hikmah dari setiap keputusan buruk tersebut dan percaya bahwa Allah sudah memutuskan apa yang terbaik bagi diri kita. Bisa terbilang proses terbentur tersebut dapat menjadi ajang evaluasi diri bagi kita. Karena kita dapat melihat kepingan-kepingan puzzle mana yang masih berantakan dan dapat kita perbaiki untuk selanjutnya.
Proses terbentuk diri saya sendiri pun tentu masih sangat jauh. Mungkin dari skala 100%, proses saya menuju terbentuk masih di skala sekian%. Tapi satu hal yang selalu saya percayai, dalam semua keputusan yang saya buat, meskipun hasilnya tidak sesuai ekspektasi, perjalanan saya menuju terbentuk 100% semakin dekat. Tidak peduli hanya meningkat 1% sekalipun, saya anggap itu merupakan salah satu bagian dari cerita kehidupan saya yang patut saya syukuri. Dan sedikit banyak saya juga menyadari bahwa memang proses saya tidak secepat teman saya yang lain. Mungkin start saya sedikit lebih lambat dari teman saya yang lain. Akan tetapi saya yakin bahwa diri saya yang sekarang begini ini, karena saya memutuskan untuk terbentur berkali-kali.
Jadi, ketika kita bisa memaknai proses tersebut, kita pun bisa menerima kejadian demi kejadian pada diri. Dan disaat kita memaknainya, disaat itulah juga kita bisa menerima setiap apapun yang telah ditakdirkan untuk kita. Musibah hanyalah bagian terjadinya kegagalan. Itu ranah Tuhan. Tapi jika saya gagal karena kesalahan sendiri, dengan evaluasi menyeluruh akan bisa dilakukan koreksi. Dan, jika kurang benar, bisa diperbaiki.
Jangan pernah putus asa dan berhenti berkarya. Jangan pernah kita menyerah lalu menyerahkan semua impian kita kepada orang lain, sehingga mereka yang berhak meraih sukses, bukan kita. Jangan pernah melewatkan kesempatan sekecil apapun karena pengalaman akan membuat kita menjadi besar. Jangan pernah menyepelekan segala sesuatu yang nampak kecil karena mungkin saja dia akan membawa sesuatu yang besar di kemudian hari. Saya harus membentuk diri saya sendiri untuk meraih sukses di kemudian hari.
Masalah dalam kehidupan terkadang membawa arti untuk bisa mendewasakan diri, mencerminkan bahwa dari banyaknya pengalaman menghadapi sebuah tantangan dan kesulitan hidup dapat menjadi proses pembelajaran dan pertumbuhan pribadi. Mengapa datangnya masalah memberikan dampak positif dan kontribusi pada kedewasaan? Karena dengan masalah, saya dilatih untuk membentuk diri yang tangguh dalam segi mental dan emosional.
Berusaha kuat dan bijaksana mencerna setiap apa yang dihadapkan. Dengan masalah juga saya belajar bagaimana mengatasi kesulitan, setiap masalah mempunyai keterampilan yang berbeda dalam memecahkannya, tidak bisa semua masalah saya selesaikan dengan satu cara saja, disitulah saya dilatih untuk berfikir dan bertindak agar bisa menyelesaikan permasalahan.
Situasi hanya memburuk bagi mereka yang hanya mengutuk". Akan selalu ada dua sisi dalam hidup, gelap dan terang, yang akan menjadi penyeimbang. Saya percaya, segala sesuatu yang kita lewati bisa saja tidak sejalan dengan yang kita mau. Tapi itu justru mengajarkan banyak hal. Menua sejatinya mendewasa, mendewasa tentang pola berfikir, bersikap dan bertindak. Walau pada kenyataannya kedewasaan bukanlah hasil dari bertambahnya usia. Beberapa orang sudah mengalami perkembangan kedewasaan lebih cepat atau lambat dari pada yang lainnya. Faktor-faktor seperti pengalaman, sikap terhadap belajar dan refleksi diri juga memainkan peran penting dalam proses mendewasakan diri.
Saya percaya bahwa proses Terbentur, Terbentur, Terbentuk pada manusia akan berlangsung seumur hidup karena kita akan terus belajar sesuatu yang baru setiap harinya. Biarkan saja terbentur, walau berkali-kali, toh saya akan mencoba merakit..., dengan hal sederhana meyakinkan hati tentang semua pasti akan baik-baik saja. Di setiap chapter baru dan sederhana ini, saya merakit kembali, hal yang pernah terjatuh bahkan belum tersusun. Tidak ada manusia yang gagal jika mereka mau berusaha. Sejatinya, tidak ada kegagalan yang terjadi jika mereka tetap meyakini bahwa kesuksesan masih selalu ada dan tak pernah hilang. Semoga hal baik datang, disambut dengan diri yang lebih baik dan bijaksana lagi.
Ingatlah selalu kata-kata ini;
"Perjalananmu..., mungkin lebih berat dari yang lain. Tapi percayalah...., hatimu lebih kuat dari yang lain. Tidak semua orang..., Allah titipkan proses seberat kamu. Harus melalui banyak rintangan..., harus bergelut dengan air mata dan kegagalan. Harus bertemu dengan omongan-omongan orang yang tidak mengenakkan. Tapi..., bukankah dengan semua itu akhirnya. Kamu lebih sabar dari yang sebelumnya??? Kamu lebih bijak...., dan lebih kuat dari sebelumnya??? Allah sedang membentukmu, menjadi sebaik-baiknya manusia yang tahan dengan ujian. Menjadi sebaik-baiknya hamba yang hidup dengan penuh keimanan. Bukankah itu sebuah kebaikan untukmu??? Jadi tetaplah kuat..., dan jangan pernah menyerah untuk berjuang!".
Tetaplah berprasangka baik, ya girls! Happy Weekend Dear....!
#KSStory#KSGarden#KSMotivasi
#Reels#fbpro#fyp#vod