KS Story
KS Story Petani

Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)

Selanjutnya

Tutup

Video

Pejuang Mimpi Episode 70 Nakhoda Yang Baik Bukanlah Yang Hanya Pandai Mengemudikan Kapal, Tapi Yang Mengetahui Rahasia Lautan

21 Maret 2025   09:26 Diperbarui: 21 Maret 2025   14:08 234 1 0

KS Story
KS Story



Pejuang Mimpi Episode 70

Nahkoda Yang Baik, Bukanlah Yang Hanya Pandai Mengemudikan Kapal. Tapi Yang Mengetahui Rahasia Lautan

Mendiang Peter Drucker, penulis terkenal dan filsuf kebijakan manajemen, pernah mengatakan hal ini. "Manajer Baik dan Pemimpin Baik". Begini katanya, "Manajer yang baik...., bukanlah orang-orang yang berorientasi kepada masalah. Secara alami, mereka lebih berorientasi pada kesempatan dari pada masalah. Meskipun situasinya begitu parah, mereka terfokus pada apa yang bisa dikerjakan dan bukan pada apa yang tidak."

Manajer baik, baginya krisis, terlihat seperti TTS. Mungkin ada banyak kata yang ia tidak ketahui, namun andaipun ia cuma mengetahui satu kata, ia sadar ini langkah kearah yang tepat. Jadi, ia mengambil langkah-langkah kecil. Selalu ada hal positif yang bisa ia lakukan, namun untuk melihatnya, ia membutuhkan perhatian yang terfokus. 

Saya pernah share tentang "Manajer Baik Dan Pemimpin Baik" dulunya...., tapi sekarang saya mau share tentang "Bagaimana Kecerdasan Emosional Dapat Membuat Seseorang Menjadi Pemimpin yang Lebih Baik". 

Selama dua tahun berjalan, saya pernah mengikuti training ESQ bersama teman-teman. Tapi jauh sebelumnya, saya sudah membaca bukunya. Begitu banyak informasi dan masukan segar yang bisa saya peroleh tentang bagaimana kecerdasan emosional seseorang itu dapat membuatnya menjadi manajer baik dan pemimpin baik. 

Sangat mudah untuk saya ingat dan saya tuliskan kembali, karena ini merupakan kebiasaan sehari-hari yang sudah secara serius saya gali. Dan pada akhirnya, melalui usaha yang terus menerus maka terbentuklah pemahaman, visi, sikap terbuka, integritas, konsisten dan sifat kreatif yang didasari atas kesadaran diri yang sesuai dengan suara hati terdalam. 

Saya berusaha menuangkan pemikiran saya dalam bentuk tulisan yang sederhana, disertai dengan visualisasi dan ilustrasi riil di seputar saya. Sehingga episode ini dapat membumi di lubuk hati kita semua. Saya pun mencoba memadukan logika serta suara hati secara sungguh-sungguh, saya perdalam dengan teori-teori kontemporer dan bukti-bukti empiris. Mengambil hikmah dari pengalaman yang saya alami itu, saya berkesimpulan bahwa keberadaan EQ memang mutlak saya perlukan. 

Robert Stenberg, seorang ahli dalam bidang Successful Intelegence mengatakan ; "Bila IQ yang berkuasa, ini karena kita membiarkannya berbuat demikian. Dan bila kita membiarkannya berkuasa, kita telah memilih penguasa yang buruk". Pakar tersebut juga mengemukakan beberapa hal lain sebagai berikut; "Salah satu sikap paling membahayakan yang telah dilestarikan oleh budaya kerja modern saat ini adalah kita tidak boleh, dalam situasi apapun, mempercayai suara hati kita. Kita dibesarkan untuk meragukan diri sendiri, untuk tidak mempedulikan intuisi serta mencari peneguhan dari luar untuk berbagai hal yang kita perbuat. Kita dikondisikan untuk menggandaikan bahwa orang lain lebih tahu daripada kita dan dapat memberi tahu kebenaran sejati dengan lebih jelas di banding yang dapat kita ketahui sendiri". He-he-he.

Tapi survei yang dilakukan terhadap ribuan eksekutif, manajer dan wiraswastawan yang berhasil menunjukkan bahwa sebagian besar diantara mereka menggantungkan diri pada dorongan suara hati sebagai sumber kecerdasan emosi dalam hampir semua keputusan dan interaksi yang diambilnya selama bertahun-tahun. Itu!

Ini telah banyak terbukti, bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya terbukti mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti, banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan. Sebaliknya banyak yang mempunyai kecerdasan intelektual biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, semisal pengusaha-pengusaha sukses..., dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Disinilah kecerdasan emosional (EQ) membuktikan eksistensinya. Lalu dimana posisi SQ (Spritual Questiont)? Mari kita telaah lebih lanjut! 

Ketika seseorang dengan kemampuan EQ dan IQ-nya berhasil mendaki kesuksesan, acapkali ia disergap oleh perasaan 'kosong' dan hampa dalam celah batin kehidupannya. Setelah prestasi puncak telah dilihat, ketika semua pemuasan kebendaan telah diraih, setelah uang hasil jerih usaha berada dalam genggaman, ia tak lagi tahu kemana harus melangkah, untuk tujuan apa semua prestasi itu diraihnya. Hingga hampir-hampir diperbudak uang serta waktu tanpa tahu dan mengerti dimana ia harus berpijak. Diposisi inilah ESQ tampil menjawab permasalahan tersebut. 

Hal yang yang bertolak belakang dengan sistem pendidikan kita selama ini, yang terlalu menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak (IQ) saja. Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke bangku kuliah, jarang sekali dijumpai pendidikan tentang kecerdasan emosi yang mengajarkan tentang integritas, kejujuran, komitmen, bisnis, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi. Ya kan? Padahal justru inilah yang terpenting. 

Seperti kata Shandel, yang dikutip oleh Ali Shariati dalam bukunya, bahwa bahaya terbesar yang dihadapi umat manusia pada zaman sekarang bukanlah ledakan bom atom, tetapi perubahan fitrah. Unsur kemanusiaan dalam diri manusialah yang sebenarnya sedang mengalami kehancuran sedemikian cepat, hingga yang tercipta sekarang ini adalah ras-ras non manusia, mesin berbentuk manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. "Mereka, ibarat menjual 'sesuatu' namun mereka sendiri yang harus membayar harga 'sesuatu' tadi. Berbaris di depan 'rumah perampok', menanti giliran untuk diri sendiri untuk dirampok". Itu kata Shandel, lho!

Inilah yang secara cerdas berhasil diamati oleh Ali Shariati, seorang pakar sosiologi tentang orang yang buta hati atau bahasa modernnya memiliki EQ rendah. Jadi IQ vs EQ. Sebuah kecenderungan klasik, sepanjang sejarah manusia, bahwa konflik-konflik intelektual besar, acapkali terjadi karena adanya pemisahan, sebutlah misalnya iman yang terpisah dengan rasio, serta EQ yang tercerai dari IQ. 

Pengalaman Pribadi;

Lima bulan setelah anak pertama saya lahir, tepatnya 2008. Saya pernah mendirikan sebuah usaha swalayan perdana di tempat dimana saya dilahirkan. Beberapa karyawan yang saya rekrut, adalah lulusan SMA-SMK dan usia mereka umumnya relatif masih muda. Saat itu usia saya juga masih muda, dan saya lebih senang memilih karyawan yang usianya pun lebih muda atau maksimal seusia dengan saya, karena hal tersebut lebih memudahkan dalam memberi pengajaran pada mereka. 

Permasalahan yang saya hadapi saat itu adalah komitmen..., integritas, semangat, kreativitas dan konsistensi dari para karyawan saya. Bagi saya, untuk mengajari mereka tentang seni memajang barang di rak dan etalase, menghitung pemasukan dan pengeluaran, membuat label harga dan memberi barcode, mencek-cek inventory, menghafal daftar harga, kemampuan berhitung, dan kemampuan mengoperasikan komputer, __adalah hal yang relatif mudah. Paling sulit adalah bagaimana mengajarkan mereka untuk memiliki kecerdasan emosi serta memberi pengertian kepada mereka bahwa keberadaan EQ (kecerdasan emosi) tersebut amatlah penting bagi nasib mereka kelak.

Pada bagian pelayanan, pemasaran maksud saya. Kesulitan ini amat terasa ketika mereka saya harapkan mampu melayani pelanggan dengan seni berkomunikasi yang seperti saya lakukan. Tentu saya harus mengajarkan itu, agar dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan untuk mereka. Kalau misalnya mereka memasang wajah cemberut saja, pelanggan saya komplain kepada saya bahwa pelayan saya itu wajahnya jutek dan tidak menyenangkan. Itu jelaas, membuat pelanggan saya tidak senang berbelanja di tempat saya sehingga tidak sesuai dengan slogan yang saya tempel di depan pintu masuk, "Harga Oke, Nggak Bikin BT!". 

Dia semacam tidak ada kepercayaan diri..., tidak bisa menjelaskan produk A itu apa, jangankan menjelaskan, mencari tempat dimana produk A saja, dia pulak yang bingung mengambilnya hahaha. Apalagi semangat. Tidak ada. Baik itu kepercayaan diri, semangat dan cita-cita, seakan dipendam dalam-dalam. BT kan?

Hal ini sangat menyulitkan bagi saya. Mengganti mereka dengan tenaga yang lebih profesional, saya tidak mampu membayar. Lagi pula, usaha saya itu memang tidak mencari sarjana, kan? Dan, kapan pula mereka diberi kesempatan untuk bekerja? Yang terhitung juga beberapa orang tetangga saja. Kemudian saya mengambil langkah dramatis. Setiap pagi sebelum memulai pekerjaan, saya adakan training sambil bekerja yang saya namakan "morning briefing". Memakan waktu lebih kurang 30 menit setiap pagi selama dua tahun berturut-turut. Materi yang saya berikan selain masalah teknis, tetapi juga tentang komitmen, integritas, visi, arti kerja keras, daya tahan serta kreativitas. Diluar dugaan, hasilnya mengejutkan. Semua bisa saya tinggal, hingga saya memutuskan untuk bekerja lagi hehe.

Saya ingin menjelaskan lagi lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi yang dianggap oleh banyak orang sangat menentukan keberhasilan. Hal tersebut juga telah terbukti secara ilmiah bahwa kecerdasan emosi memegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan di segala bidang. Beberapa orang mantan karyawan saya, ada yang sudah sukses memiliki usaha sendiri dan sudah memiliki karyawan pula, mereka bukan sarjana. 

Artinya apa? Banyak contoh disekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak yang ternyata mampu lebih berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, serta kemampuan beradaptasi. 

Kemampuan akademik, nilai raport predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolak ukur seberapa baik kinerja seseorang dalam pekerjaannya atau seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai. Seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif akan membedakan mereka yang sukses sebagai bintang kinerja dengan hanya sebatas bertahan di lapangan pekerjaan.

Saat masih berusia 25 tahun, saya juga  mencoba membuat suatu usaha butik kecil di tempat dimana suami saya bekerja. Sambil usaha itu berjalan, saya kursus menjahit. Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang dan rinci. Kemudian setelah segala sesuatu siap, usaha tersebut diluncurkan. Semua tampak berjalan bagus pada bulan pertama, kedua dan ketiga. Namun, saat menginjak bulan ke enam usaha tersebut menghadapi permasalahan berat, karena ownernya mabook hamil. Ha, akhirnya pada bulan kedua belas usaha tersebut tidak bisa dipertahankan lagi. Usaha itu saya tutup. Saya memutuskan pindah lagi ke daerah asal. 

Dua tahun belakangan, beberapa pemimpin yang sudah menyadari arti pentingnya sebuah mentalitas dan attitude, kemudian mengirimkan para kepala dinas dan kepala bagian bahkan kepala bidang di seluruh dinasnya untuk mengikuti training ESQ dengan harapan terjadi suatu perubahan mental pada bawahannya. Pada tahap awal setelah training tersebut selesai, memang terjadi perubahan positif, tetapi beberapa bulan kemudian mereka tampak sudah tidak memperhatikan lagi konsep-konsep itu. Mereka kembali kepada kebiasaan lama, haha. Yang tersisa tinggallah slogan-slogan seperti; you can if you think you can, think globally act locally, there is a will, dst. Tanpa pernah dipraktekkan lagi. Teori-teori tersebut akhirnya hanya menjadi sebuah jargon belaka.

Saya masih ingat sekali. Apa kata mereka ya sambil makan-makan luti gendang sewaktu di bus menuju Bandara, "KS, metode ini benar-benar mampu memberikan suatu pemahaman tentang kecerdasan emosi secara alamiah. Saat itu rasanya mental kami telah berubah. Kami semua begitu berterima kasih kepada para instruktur hebat yang telah mengarahkan kami itu, kami rasanya siap menghadapi segala tantangan saat itu".

Satu minggu setelah traning usai, saya ingin tahu bagaimana hasil perkembangan mental teman-teman saya, khususnya peserta training. Saya memang lihat perbedaan mereka, khususnya rasa percaya diri dan sikap antusiasme mereka. Satu bulan kemudian, dari sekian banyak peserta hanya tinggal beberapa orang saja yang masih terlihat antusiasmenya, sisanya kembali pada kebiasaan lama, wkwka.

Tiga bulan kemudian, diadakan suatu rapat organisasi tentu semuanya lulusan training tersebut. Mereka seperti lenyap ditelan bumi, bersamaan dengan tenggelamnya semangat dan sikap positif mereka seperti pada saat pelatihan itu selesai. Begitu pula yang saya rasakan, manfaat training yang hebat itu terasa begitu singkat. Why? Because..., terlalu sering, dampak nyata sebuah pelatihan, apapun jenisnya adalah mereka hanya mendapatkan angin energi baru. Namun itu hanya berlangsung sesaat, karena sesudah itu para peserta pelatihan kembali pada kebiasaan lama mereka sebelum pelatihan. Dampak yang paling umum dari sebuah pelatihan adalah meningkatnya rasa percaya diri peserta, setidaknya untuk sementara waktu. Sekali lagi, pemahaman saja tidak lah cukup. 

Benazir Bhutto bilang begini; "Saat  yang paling indah dari sebuah kapal adalah, ketika ditambatkan di dermaga. Ia cantik sekali bermandikan cahaya. Tapi jangan pernah lupa, kapal tidak pernah dibuat untuk ditambatkan di dermaga. Kapal dibuat untuk menghajar gelombang membelah lautan. Teman-teman sekalian keliatan ganteng, gagah, dan luar biasa di ruangan ini. Bukan karena kegagahan itu. Tapi kegagahan anda adalah ketika anda memberikan sumbangsih untuk menjawab gelombang persoalan dan lautan problem di R*publik ini". Yup, meski beberapa orang paling cerdas telah berusaha sekuatnya, besi tidak bisa diubah menjadi emas. Sudut geometris tidak bisa dibagi menjadi tiga bagian sama besar. Intinya, jika kita tidak bisa melihat cara memecahkan masalah itu, setidaknya kita bisa melihat cara memecahkan masalah sebagian dari masalah itu. Bahkan dalam krisis terparah, hampir selalu ada hal yang bisa dilakukan secara proaktif. Fokuskan perhatian kita untuk menemukan hal tersebut, kemudian jalankanlah solusinya. Kita tidak pernah tahu kemana hal itu akan membawa kita.

Saya menemukan ciri-ciri bakat kepemimpinan dari apa yang saya baca. Pemimpin berbicara layaknya pemimpin. Mereka semua tidak berbicara dengan cara yang sama, tetapi semua pemimpin memiliki keahlian berkomunikasi tertentu yang membedakan mereka dengan anggota tim lainnya. Mereka mampu mengkomunikasikan kompetensi mereka dengan cara yang sangat efektif. Ketika pemimpin yang baik bicara, anak buah mengerti apa yang dia katakan dan bersiap menindaklanjuti idenya. 

Orang yang mampu mengekspresikan dirinya sendiri semakin jarang ditemui. Sehingga kemahiran berkomunikasi yang baik menjadi semakin berharga. Kita tidak hanya dievaluasi dari apa yang kita katakan, tapi juga bagaimana kita mengatakannya. Aturan berkomunikasi yang baik sangat mirip dengan aturan mengemudi yang baik. Pertama dan yang terutama adalah masalah siapa yang berada di belakang kemudi. Jika kita berbicara sendiri di depan sekitar sekelompok orang, itu seolah kita berada di belakang kemudi mobil yang penuh dengan orang, atau bahkan sebuah bus. Kitalah satu-satunya orang yang kakinya menginjak pedal gas atau rem. Kitalah yang memegang tanggung jawab sementara tidak banyak yang bisa dilakukan para penumpang kita. Meski demikian, kita bisa membuat perjalanan itu senyaman mungkin jadi jangan mengemudi terlalu cepat atau terlalu lambat, jangan membuat perjalanan menjadi lebih lama daripada seharusnya. Dan jika kita memutuskan mengambil rute dengan pemandangan indah, pastikan pemandangannya benar-benar indah. 

Percakapan satu lawan satu lebih mirip melewati kota sendirian di dalam mobil kita. Para pengemudi lainnya seperti mitra bercakap-cakap kita. Kita harus waspada akan kehadiran dan kebutuhan mereka seperti halnya kita waspada akan kebutuhan kita sendiri, kita harus berhenti di rambu bertanda stop dan mengalah bilamana diperlukan, kita tidak bisa bertindak seakan tidak ada orang lain disitu. Orang yang berbicara tanpa henti itu seperti mengebut sekaligus mendominasi jalanan. Tetapi, berjalan terlalu pelan juga tidak baik. Mengemudi dengan aman dan berbicara secara efektif membutuhkan kombinasi kesadaran akan diri sendiri dan tenggang rasa terhadap orang lain disekitar kita. Sayangnya, orang tidak membutuhkan surat izin untuk berbicara. Ini prinsip dasar pembentukan karakter. Ini pondasi yang mendasari segala perkataan kita.

Intinya pemimpin tahu cara memindahkan apa yang ada di dalam kepala dan hati mereka ke kepala setiap anggota timnya. "Hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang terdalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati mampu mengetahui hal-hal mana yang tidak boleh, atau tidak diketahui oleh pikiran kita. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas, serta komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita untuk melakukan pembelajaran, menciptakan kerjasama, memimpin serta melayani". Itu, menurut Robert K Cooper PhD. Hati nurani akan menjadi pembimbing terhadap apaa yang harus ditempuh dan apaa yang harus diperbuat. 

Kapal yang kuat dimulai dari nahkoda yang bijaksana. Ya. Kapal terbaik tidak ditentukan oleh ukurannya, tapi oleh kebijaksanaan nahkodanya. Dan..., nahkoda yang baik tidak dilahirkan di pelabuhan yang tenang. Tidak ada nahkoda hebat yang tidak pernah mengalami badai besar. Nahkoda sejati memimpin dengan hati, berpikir dengan kepala, dan bertindak dengan keberanian. Nahkoda yang baik, selalu siaga hadapi ombak badai. Ibarat Kapal Besar yang sedang berlayar di tengah samudra, seorang nahkoda yang baik adalah yang mampu mengendalikan arah dan tujuan, ke mana kapal akan dilabuhkan. Nahkoda yang baik juga harus terus waspada dan siap siaga menghadapi segala cuaca serta kemungkinan datangnya gelombang besar dan badai yang akan menghantam kapalnya. Kepemimpinan seperti navigator, selalu mencari jalan terbaik, bukan jalan termudah.

Jadi, dalam krisis apapun : "Tanyailah diri kita!". "Perubahan kecil apa yang bisa saya lakukan untuk memperbaiki situasi? Siapa yang bisa saya panggil? Bagaimana saya bisa meminimalisasi kerusakan yang terjadi? Apa yang bisa saya lakukan untuk menguak berkah di balik krisis meski situasinya sudah sangat buruk?". Jangan salah sangka. Kita bisa mendapatkan lebih dari 50 langkah jika kita sungguh-sungguh memikirkannya.

Berikut tiga prinsip manajamen krisis yang sudah pernah saya baca. Pertama, bersikap tenang. Kedua, pecahkan krisis menjadi komponen lebih kecil yang bisa kita tangani. Dan ketiga, lihat apakah ada bagian kecil dari masalah tersebut yang bisa kita tangani. Pastikan kita telah mempertimbangkan masalahnya dan memastikan apakah ada pilihan yang kita belum sentuh. Mempraktekkan ketiga prinsip ini adalah landasan agar kita bisa mengulik situasinya lebih dalam dengan jaminan bahwa kita memiliki kerangka pikiran paling optimal.

Berikut pula beberapa teknik dasar dalam menganalisis kekhawatiran. Pertama, kumpulkan semua fakta. Ingatlah, setengah kekhawatiran di dunia ini disebabkan oleh orang-orang yang mencoba mengambil keputusan sebelum mereka mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mendasari sebuah keputusan. Kedua, setelah menimbang secara hati-hati semua fakta, ambillah satu keputusan, bertindaklah! Berkonsentrasilah pada menjalankan keputusan itu dan singkirkan semua kekhawatiran mengenai hasilnya. Keempat, jika kita atau kolega kita tergoda untuk mengkhawatirkan suatu masalah, tulis dan jawablah pertanyaan berikut. Apa masalahnya? Apa penyebabnya? Apa saja solusinya? Dan. Apa solusi terbaiknya? 

Kepemimpinan tersedia bagi kita semua di setiap level organisasi, baik dalam masyarakat, bisnis, pemerintahan, maupun keluarga. 

#KSStory #KSMotivasi #PejuangMimpi #Episode70 #NahkodaYang Baik

#Reels #Fbpro #Fyp #Vod

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4