Raja Lubis
Raja Lubis Freelancer

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Belajar Konsep Marketing 4P dari "Kolak Campur Ibu Sari"

15 Maret 2024   12:30 Diperbarui: 18 Maret 2024   11:30 664 18 3

Kolak legendaris di Bandung/doc. pribadi Raja Lubis
Kolak legendaris di Bandung/doc. pribadi Raja Lubis
Beberapa hari terakhir ini cuaca di Kota Bandung sedang tidak bersahabat. Hujan mengguyur kota sepanjang hari, dimulai dari pagi hari hingga pagi esok harinya. Alhasil sedikit banyak berpengaruh terhadap aktivitas warga selama Ramadan.

Semisal di kawasan jalanan utama Buah Batu, penjual takjil (sebutan umum untuk kudapan yang disantap saat berbuka puasa) jarang ditemui. Biasanya hampir setiap jarak 20-30 meter, mudah sekali ditemukan penjual dadakan yang menjajakan beragam menu takjil.

Fenomena tersebut saya ketahui ketika saya keluar rumah untuk berburu takjil. Saya keluar sehabis Asar sekitar pukul 4 sore, di saat hujan sudah sedikit reda. Soalnya, kalau nggak segera keluar saat itu juga, bisa-bisa nanti kejebak hujan lagi.

Dengan menggunakan jaket dan membawa payung untuk jaga-jaga, saya coba telusuri jalan utama Buah Batu. Dan benar saja, pinggiran jalan kosong melongpong. 

Sudah berjalan kaki sekitar 300 meter, belum ada satu pun penjual takjil yang saya temukan. Harus berapa meter lagi saya berjalan kaki?

Lantas saya teringat dengan salah satu penjual kolak yakni 'Kolak Campur Ibu Sari'. Kok bisa ya penjual ini jadi top of mind di pikiran saya, di saat tidak adanya penjual takjil dadakan di sekitar Buah Batu?

Saya coba merenung dan berusaha menemukan jawabannya. Oh ya, boleh jadi karena Kolak Campur Ibu Sari (KCIS) sudah berjualan sepanjang tahun alias tidak hanya berjualan saat Ramadan saja. Sehingga di saat saya desperate gara-gara nggak nemu penjual takjil, KCIS ini langsung muncul di benak saya dan mengatakan kalau mereka pasti berjualan. 

Lebih jauhnya lagi, ada pelajaran yang bisa diambil dari KCIS yang berjualan sepanjang tahun terutama dari sisi pemasarannya.


Penerapan konsep marketing 4P ala 'Kolak Campur Ibu Sari'

Banyak ahli berkata jika jualan adalah bagian dari seni. Untuk mencapai gol yang diinginkan tidak hanya cukup menggelar dagangan begitu saja, perlu juga penjual memahami dan menerapkan seni pemasaran. Salah satu yang terkenal adalah konsep marketing mix 4P yakni Product, Place, Price, dan Promotion yang saling berkaitan.

Mari kita bahas strategi 4P yang diterapkan oleh KCIS, sehingga mereka bisa menjadi top of mind di masyarakat.

Pertama soal Product (produk). Baik di Ramadan atau di luar Ramadan, mereka tetap berjualan dengan menu utama kolak campur yang terdiri dari pisang, bubur sumsum, candil, dan sekoteng. Pelanggan boleh memilih sesuka hati campuran untuk kolaknya. Bisa semuanya, atau hanya item tertentu saja. 

Produknya yang fokus berpengaruh kuat terhadap branding KCIS sebagai 'ahli' penjual kolak. Kasarnya, pelanggan yang sudah berniat ingin membeli kolak sebagai takjil, sangat mungkin untuk menjadikan KCIS sebagai pilihan utama.

KCIS tidak terpengaruh oleh euforia penjual takjil dadakan yang kadang menjajakan banyak jenis menu takjil. Yang mereka lakukan hanyalah meningkatkan stok barang dagangnya selama Ramadan.

Branding yang kuat dari sisi produk, diperkuat juga dari sisi pemilihan Place (lokasi). KCIS berjualan di jalan Buah Batu No. 245 yang strategis dalam arti dilalui oleh kendaraan dalam volume yang banyak. Tapi apakah itu sudah cukup?

Ada banyak tempat strategis tapi tidak mampu membuat kendaraan berhenti sementara hanya untuk membeli dagangan. Maka pemilihan titik lokasi yang menjadi pusat aktivitas masyarakat menjadi lebih penting.

KCIS berjualan tepat di depan salah satu apotek paling diminati di Buah Batu. Apotek ini hampir selalu ramai karena terkenal dengan harga obatnya yang murah dibanding apotek lain. Di seberangnya juga terdapat minimarket biru yang punya tempat buat nongkrong. Belum lagi ada beberapa kantor (khususnya perbankan) yang berada di dekat KCIS berjualan.

Secara tidak langsung, orang-orang yang sering beraktivitas di sekitar kawasan ini akan dengan mudah menyadari keberadaan KCIS. Bandingkan saja dengan penjual takjil dadakan yang tiba-tiba jualan di suatu titik. Mereka tidak sempat 'memperkenalkan diri' akan keberadaannya dan hanya mengandalkan konsumen yang lewat saja.

Hal ini juga berkaitan dengan aspek lainnya seperti Promotion (promosi). Sebelumnya, KCIS sudah melebarkan promosi ke kanal online seperti GoFood, GrabFood, ataupun ShopeeFood. Hal ini yang tidak dilakukan oleh penjual takjil dadakan.

Saya sempat sedih ketika menonton salah satu video di TikTok yang memperlihatkan penjual takjil dadakan yang dagangannya belum ada yang laku satupun. Padahal dagangan yang ia jajakan cukup banyak dan bervariasi mulai dari gorengan, kue basah, kolak, hingga es buah.

Lalu, content creator yang menayangkan video tersebut memborong dagangannya untuk dibagikan ke masyarakat sekitar. Kenapa ini bisa terjadi?

Ya, rata-rata atau katakanlah sebagian besar penjual takjil dadakan memang 'terjebak' euforia Ramadan saja. Mereka tidak memperhitungkan soal pemasarannya. Sebabnya warga menjadi tidak tahu jika ada penjual takjil baru di sekitarnya.

Sementara soal Price (harga), saya kira masih bersaing. Satu porsi kolak campur KCIS dibanderol dengan harga Rp10.000,- saja. Nggak beda jauh lah dengan harga takjil di penjual dadakan.   

Belajar dari KCIS, untuk memperkuat branding dan meningkatkan volume penjualan memang tidak bisa dibangun secara dadakan. Semuanya melalui proses yang jangka panjang, sehingga KCIS berhasil mempertahankan eksistensinya sebagai 'penjual kolak sepanjang tahun' sejak 2005.

Dan kini Kolak Campur Ibu Sari sudah memiliki lebih dari 6 cabang di Kota Bandung. Titik lainnya tersebar di daerah Karawitan, Kopo, Gumuruh, Taman Lansia, dan Setrasari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3