Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Suasana di Kota Lama Semarang pada Malam Hari
Di Jakarta ada Kota Lama. Di Semarang ada juga Kota Lama. Pada hari Minggu (7/9/25) saya ikut rombongan mengunjungi Kota Lama Semarang. Waktu sudah magrib.
Setelah kendaraan diparkir, kami segera mencari tempat untuk menunaikan kewajiban. Informasi yang kami peroleh, tempat untuk salat ada di kantor polisi (Polsek Semarang Utara).
Sebelum kami datang, sudah banyak pengunjung Kota Lama Semarang yang singgah di polsek tersebut. Mereka sudah dan sedang menunaikan salat. Ruang untuk salat sangat kecil. Namanya musala, tentu berbeda dengan masjid.
Kami perlu antre untuk berwudu karena hanya ada satu kran air untuk berwudu. Usai berwudu-pun, kami masih perlu bersabar untuk antre mendapatkan tempat untuk menunaikan kewajiban.
Suasana di jalanan kawasan Kota Lama Semarang cukup ramai. Kendaraan yang lalu lalang cukup banyak dari dua arah yang berlawanan. Lampu kendaraan mendominasi kawasan tersebut. Suasana itulah yang membuat Kota Lama Semarang tampak hidup dan meriah.
Ada Apa di Kota Lama Semarang?
Bangunan lama peninggalan kolonial Belanda. Itu kesan pertama yang saya jumpai saat tiba di Kota Lama Semarang. Ada beberapa bangunan yang masih berdiri dengan megah. Model bangunan tampak kuno tetapi cukup artistik. Tidak kelihatan menyeramkan atau menakutkan.
Sebagian model bangunan sangat mirip dengan bangunan lama di dekat Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Bangunan Bank di Kota Gudeg itu mirip dengan sebuah bangunan di Kota Lama Semarang.
Bangunan lama dan masih dirawat dengan baik, khususnya pada tampilan luarnya. Cat tembok atau cat dinding tampak bersih dan memperlihatkan bangunan itu seolah-olah bukan bangunan lama.
Kami tidak berkeinginan untuk memasuki bangunan tersebut. lagi pula, kami tidak mengetahui apakan bangunan-bangunan tersebut boleh dimasuki atau tidak.
Dengan melihat tidak adanya lampu dari dalam bangunan tertentu, saya menduga bahwa gedung-gedung itu sebagian tidak difungsikan.
Mengingat waktu sudah malam, tidak banyak spot yang dapat dinikmati dengan santai. Apalagi kami belum bersantap malam. Tentu saja semangat untuk bersantai-santai kurang nyaman.
Kebiasaan saya adalah, sehabis salat magrib dilanjutkan menikmati hidangan makan malam. Dalam usia sudah 60+ keperluan pokok tidak mungkin ditunda-tunda. Saya khawatir jatuh sakit gara-gara terlambat makan.
Untuk itu, saat istri saya membeli roti, saya minta untuk segera saya santap. Energi harus dipulihkan. Sementara itu, anggota rombongan sudah menyebar ke spot-spot menarik untuk berfoto ria.
Seperti tempat wisata lain, di Kota Lama Semarang ada tempat makan yang cukup representatif. Lokasi itu cukup mencolok. Lampu dipasang pada bagian gapura atau pintu gerbang tempat kulineran itu.
Pada Pasar Sentiling disediakan aneka masakan nusantara. Lapak-lapak penjual makanan siap santap cukup banyak di dalam pasar tersebut. Kami hanya berkeliling memutar melihat-lihat jenis makanan yang dijual. Pada saat melirik harga atau tarif makanan tertentu, mata saya agak terbelalak.
Ya. Cukup mahal harga satu porsi makanan di sana menurut ukuran pribadi saya. Untuk itu, saya cepat-cepat keluar dari lokasi tersebut. Saya ingin menikmati makanan yang sesuai dengan budget.
Setelah berfoto pada beberapa lokasi dan merekam gambar dengan video, saya mengajak istri tercinta dan adik Tarti menuju warung di dekat perempatan jalan, tidak jauh dari tempat mobil kami diparkir.
Daftar menu makanan saya periksa. Harga makanan masih cukup ramah di kantong, sesuai budget. Pilihan saya jatuh pada nasi goreng. Saya ingin menikmati makanan hangat.
Sementara itu, istri tercinta dan adik Tarti memilih menu yang sama, yaitu nasi dengan lauk orak-arik telur. Menu sederhana dengan tarif ramah di kantong.
Selain makanan, kami juga memesan minuman sesuai selera masing-masing. Pilihan saya tetap sama di mana pun makan di warung, yaitu minuman teh manis hangat.
Kami menikmati hidangan dengan cukup lahap. Dalam kondisi perut cukup lapar, makanan satu piring ludes dalam waktu sekejap. Apalagi nasi goreng hangat, semangat menyantap menggebu-gebu. Campuran telur ayam dalam nasi yang digoreng benar-benar memiliki aroma khas yang mengundang semangat untuk menyantap.
Hasrat Menikmati Kota Lama Semarang Memudar
Sebenarnya saya ingin mengabadikan banyak spot di Kota lama Semarang. Namun, kondisi fisik yang letih telah memudarkan semangat untuk berjalan-jalan lagi di trotoar yang masih ramai pengunjung.
Semakin malam pengunjung semakin ramai. Saya hanya dapat melihat dari kejauhan. Kelelahan fisik sudah pada taraf puncak. Rasanya ingin cepat-cepat pulang. Namun, berhubung kami berombongan, tentu saja harus bersabar menunggu anggota rombongan yang masih menikmati santap malam di warung sebelah tempat kami makan.
Sebelum saya dan istri serta adik Tarti memutuskan makan di warug itu, saya sudah memiliki beberapa kenang-kenangan dengan berswafoto pada beberapa lokasi yang menarik.
Gedung bercat putih dengan banyak jendela dan suasana gelap di dalamnya, cukup menarik untuk latar berfoto. Saya sempat mengambil posisi untuk berswafoto di sana. Seandainya suasana di sekitar tidak ramai oleh kendaraan, saya membayangkan tempat tersebut agak menyeramkan.
Ada gedung bertingkat dengan banyak jendela. Tidak ada penerangan di dalamnya. Tentu hal itu dapat membuat bulu kuduk berdiri jika tanpa lampu di luar. Apalagi tidak ada kendaraan bermotor yang lewat!
Wah, saya tidak dapat membayangkan bagaimana suasana jika tengah malam tiba. Apalagi pas hujan turun! Suasana tentu akan bertambah mencekam.
Demikianlah sekilas perjalanan kami mengunjungi Kota lama Semarang yang tidak terlalu lama kami lakukan. Hal itu mengingat waktu yang tersedia untuk berjalan-jalan sangat terbatas. Selain itu, kami juga sudah cukup letih setelah berkunjung ke objek wisata sebelumnya.
Ditulis di Klaten, 9 September 2025