Kelana Swandani
Kelana Swandani Lainnya

Freelancer, suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ngunduh Mantu Unik: Saat Menjadi Acara Wisuda dan Penyerahan Gunungan

27 Juni 2025   08:27 Diperbarui: 27 Juni 2025   22:51 317 17 9

Penyerahan Gunungan sebagai simbol wisuda sang putra untuk menerima
Penyerahan Gunungan sebagai simbol wisuda sang putra untuk menerima "Tahta" Kepala Keluarga (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Mungkin ini acara ngunduh mantu yang unik karena acaranya dirancang secara istimewa.

Ngunduh Mantu adalah sebuah tradisi dalam pernikahan adat Jawa, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, yang dilakukan oleh keluarga mempelai pria untuk menyambut menantu perempuan ke dalam keluarga mereka.

Secara harfiah, "ngunduh" berarti memetik atau mengambil, dan "mantu" berarti menantu. Jadi, ngunduh mantu dapat diartikan sebagai "memetik menantu" atau menerima menantu perempuan ke dalam keluarga besar.

Di sebagian tempat di Jawa, acara ngunduh mantu ini juga dinamai Temon Besan. Karena dalam acara ini, biasanya 2 keluarga besar dipertemukan dalam acara ngunduh mantu, termasuk kedua orang tua mempelai laki-laki maupun perempuan.

Acara ngunduh mantu biasanya didahului dengan akad nikah dan resepsi di tempat mempelai perempuan.

Jika resepsi acaranya bersifat untuk semua tamu undangan, biasanya ngunduh mantu acaranya lebih privat antar 2 keluarga. Namun begitu, ngunduh mantu juga bisa dilakukan seperti resepsi pernikahan dengan mengundang banyak tamu.

Acara ngunduh mantu, biasanya terfokus pada memperkenalkan mempelai perempuan pada keluarga laki-laki.

Teristimewa pada acara ngunduh mantu putra dari  Bapak Haji Bashori SH dan Ibu Hajah  Nur Wahyuni ini ada acara yang unik dan spesial.

Saat Awal acara, Ngunduh Mantu ini dilaksanakan seperti biasanya dengan serah terima pengantin yang diwakili oleh keluarga masing-masing mempelai sebelum duduk di pelaminan.

Selanjutnya dilakukan sungkeman dan pembacaan doa.

Kirab Gunungan (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Kirab Gunungan (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Barulah pada sesi 2, seusai acara jeda alih busana, dilakukan kirab gunungan yang diikuti keluarga Bapak Haji Bashori bersama putra putri, menantu dan cucu.

Upacara wisuda dimulai dengan menyuapi putra putri menantu dan cucu (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Upacara wisuda dimulai dengan menyuapi putra putri menantu dan cucu (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Setelah Keluarga duduk di pelaminan, acara wisuda dan simbol pengasuhan Bapak Haji Bashori dan Bu Hajah Nur Wahyuni telah paripurna, dilaksanakan dengan menyuapkan nasi pada putra-putri, menantu dan para cucu.

Menyuapi putra putri menantu dan cucu, sebagai simbol tugas pengasuhan Bapak Haji Bashori telah paripurna (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Menyuapi putra putri menantu dan cucu, sebagai simbol tugas pengasuhan Bapak Haji Bashori telah paripurna (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Setelah acara simbolis paripurnanya tugas pengasuhan Bapak Haji Bashori dan Bu Nur Wahyuni, dengan menyuapi putra putri, menantu dan cucu, acara dilanjutkan dengan penyerahan "tahta" kepala keluarga.

Untuk menyerahkan "tahta" sebagai Kepala Keluarga dari Bapak Haji Bashori kepada putra bungsunya, sekaligus putra lelaki satu-satunya, Mas Agung Priambodo, disimbolkan dengan menyerahkan Gunungan yang tadi dikirab.

Gunungan yang sudah dikirab diserahkan pada Pak Haji Bashori (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Gunungan yang sudah dikirab diserahkan pada Pak Haji Bashori (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Setelah acara penyerahan Gunungan sebagai simbol menyerahkan kedudukan kepala keluarga, maka mulai saat itu, Mas Agunglah yang bertanggung jawab sebagai kepala keluarga bagi keluarga besar Bapak Haji Bashori dan Bu Nur Wahyuni.

Kenapa dipilih Gunungan?

Gunungan wayang, juga disebut kayon, adalah simbol penting dalam pertunjukan wayang kulit. 

Gunungan sebagai simbol kedudukan kepala keluarga (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Gunungan sebagai simbol kedudukan kepala keluarga (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Gunungan melambangkan berbagai hal, termasuk kehidupan alam semesta, dunia beserta isinya, dan perjalanan hidup manusia dari lahir hingga kembali kepada Sang Pencipta. 

Gunungan juga melambangkan keseimbangan antara dunia bawah, dunia tengah (tempat manusia), dan dunia atas (tempat spiritual).

 Secara lebih rinci, gunungan wayang memiliki beberapa makna simbolik, yaitu:

1. Kehidupan:
Gunungan melambangkan kehidupan itu sendiri, yang terdapat di alam dengan bagian bawahnya menggambarkan dunia manusia, bagian tengah menggambarkan dunia tengah, dan bagian atas menggambarkan dunia atas atau alam spiritual.

2. Alam Semesta 

Gunungan mewakili alam semesta beserta isinya, termasuk berbagai unsur seperti hutan, gunung, dan binatang yang menjadi unsur penting alam semesta.

3. Perjalanan Hidup 

Bentuk segitiga gunungan melambangkan perjalanan hidup manusia, dari lahir hingga kematian, serta perjalanan spiritual untuk mencapai kesempurnaan hidup yang dijalani dari kehidupan dunia sampai kehidupan akherat.

4. Keseimbangan 

 Gunungan juga melambangkan keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan, seperti baik dan buruk, benar dan salah, serta kekuatan positif dan negatif, laki-laki dan perempuan, air, dan api, panas dan dingin.

5. Hutan Belantara 

Gunungan bisa melambangkan hutan belantara, yang dalam cerita wayang sering menjadi tempat pertempuran atau petualangan. Di situ menggambarkan perjuangan hidup manusia menjalani kehidupan nya.

6. Api atau Angin

 Sisi gunungan yang berwarna merah dapat melambangkan api, sedangkan sisi lainnya dapat melambangkan angin, menunjukkan berbagai kekuatan alam, yang bersanding dengan damai meski dalam manifestasi yang berlainan.

Gunungan diserahkan sebagai simbol kedudukan kepala keluarga (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Gunungan diserahkan sebagai simbol kedudukan kepala keluarga (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

7. Awal dan Akhir Fase Kehidupan 

Gunungan digunakan untuk menandai awal dan akhir pertunjukan wayang, serta pergantian adegan atau lakon. Sedang dalam kehidupan, Gunungan melambangkan awal dan akhir sebuah fase kehidupan. Seperti awal kedudukan Mas Agung sebagai kepala keluarga, dan akhir kedudukan Pak Haji Bashori sebagai penanggung jawab keluarga yang telah diserahkan kepada Mas Agung, putranya.

8. Harmoni 

Gunungan juga melambangkan harmoni, keselarasan antara dunia bawah, dunia tengah, dan dunia atas, serta hubungan antara manusia dengan alam dan Tuhan yang terjadi secara seimbang.

Karawitan dan Hadroh dari MI Bahrul Ulum Buluh Krandegan Kebonsari Madiun bersanding menghibur para tamu (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Karawitan dan Hadroh dari MI Bahrul Ulum Buluh Krandegan Kebonsari Madiun bersanding menghibur para tamu (dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Keselarasan dan harmoni juga terlihat dalam sajian hiburan dalam acara ngunduh mantu ini. Di atas panggung, dipersandingkan hiburan karawitan dengan penabuh gamelan siswi MI Bahrul Ulum Buluh Krandegan Kebonsari. 

Di sebelahnya juga tampil seni Hadroh oleh siswa-siswa MI Bahrul Ulum yang menghibur saat upacara awal Temon Manten sampai dengan acara Sinduran.

Akhirnya acara ngunduh mantu telah berjalan lancar dan terlaksana sesuai rencana.

Alhamdulillah. Selamat menempuh hidup baru untuk Mas Agung dan Mbak Dika. Semoga selalu sakinah mawadah dan warahmah. Juga ikut berbahagia untuk Keluarga besar Bapak Haji Bashori dan Bu Hajah Nurwahyuni.

Yuk simak cuplikan videonya.

Sumber: YouTube @Isti Yogiswandani channel 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5