"Jajan nya dibawa. Istirahat di Pos Bayangan saja. Aku ke puncak,ya!"
"Nggak, aku minumnya saja!" Kuambil sebotol air bening yang kami bawa.
"Hati -hati!"
"Kamu juga hati -hati.
Ayah melanjutkan perjalanan, aku berbalik ke pos bayangan dan duduk di bangku yang terbuat dari kayu gelondongan sebesar bambu yang ditata. Tidak serapi bambu, jadi sakit kalau diduduki. Tadinya aku ingin tiduran, tapi ternyata sakit punggungku kalau tiduran, jadi aku duduk bersandar di tiang pojok.
Beruntung aku memakai topi rajut tebal, sehingga saat ku sandarkan kepala, seperti memakai bantal.
Tapi rasa mualku semakin menjadi. Apalagi pos cukup penuh dan ada yang merokok. Akhirnya aku turun dari bangku, dan memutuskan untuk mulai menapaki rute kembali ke basecamp saja.
Kukirim pesan WA pada ayah, tapi ternyata tidak ada sinyal. Aku berjalan pelan-pelan, berpikir kalau ayah turun bisa menyusul.
Tiba-tiba aku teringat, tadi janjinya menunggu di pos bayangan. Tapi tak terasa aku sudah berjalan arah pulang cukup jauh, untuk kembali sudah malas. Ajaibnya, rasa mualku sudah hilang, dan rasa lelahku saat berangkat tadi justru jauh berkurang. Aneh ya...Mungkin ada yang melarang aku sampai ke puncak. Hehehe.... bercanda!
Turunan tajam dan licin yang sempat kulalui tadi dan membuat ku terpeleset dan nyaris tergelincir ke bawah tidak kutemui. Mungkin suasana saat turun dan naik berbeda, sehingga aku kesulitan mengenali tempat yang tadi ku lewati.
Tapi banyak nya pendaki yang baru naik dan yang menuju puncak membuatku yakin kalau aku tidak salah arah.
Aku menikmati sekali perjalanan kali ini. Santai dan pelan. Tidak ada yang menunggu dan memburu, jadi langkahku seperti nenek-nenek. Tapi aku cuek. Toh jalan sendiri, tidak membebani orang lain. Yang penting tetap di jalur yang benar. Kalau ada persimpangan, aku menunggu orang yang lewat, kupilih jalur yang dipilih banyak orang.
Beberapa pendaki kutitipi pesan, kalau bertemu orang yang ciri-ciri nya seperti ayah sedang mencari istri nya, bilang saja istri nya sudah turun. Spekulasi saja, siapa tahu ada yang bertemu ayah. Aku khawatir ayah masih setia menunggu di Pos Bayangan.
Pokoknya saat ini yang penting yakin, dan mengandalkan telepati dan chemistry yang kukirim pada ayah. Menurut perasaan, logika dan prediksiku, ayah nggak bakalan betah diam menunggu di pos bayangan. Tidak mungkin berbalik ke arah puncak, kalau aku tidak ada, pasti kalau berniat mencari akan turun ke bawah.
" Seperempat jam lagi nyampai. Ayo semangat... semangat!" Rombongan pendaki yang naik berpapasan denganku membuatku tersenyum simpul. Sampai puncak masih satu jam lebih dibilang nya seperempat jam lagi. Masih jauh , Bro! Hihihi....
Sampai di turunan dekat warung bertemu Mbak Tiwi dan Mas Rudi. Mas Rudi dulu adalah murid ayah saat SMA. Sedang Mbak Tiwi istri nya. Pucuk dicita ulam tiba. Aku bisa titip pesan kalau nanti di atas ketemu ayah. Tentunya titip pesan pada yang kenal lebih efektif daripada yang tidak kenal.
Setelah saling menyapa sebentar, kami melanjutkan perjalanan. Mas Rudi mendaki bersama rombongan nya, sedang aku turun ke basecamp.
Aku berjalan santai, menikmati perjalanan sendiri, tidak khawatir ditunggu dan terburu-buru. Kalau ayah sudah menerima pesan ku, sudah jelas kalau aku turun, pasti akan gegas dan langkah nya lebih cepat. Tidak sabar ingin bertemu si jantung hati. Eh....para selingkuhan pasti manyun atau malah geli. Hihihi.... bercanda ya..!
Saat kembali melangkah pelan-pelan sambil melamun, di rute yang sunyi, tiba-tiba terdengar suara yang sangat kukenal.
"Haiiiii!"
Siapa lagi yang memakai topi rajut merah, berdiri mematung di ketinggian di atasku, sambil menatap penuh cinta dan kerinduan. "Hahaha....!" Sayangnya nggak ada adegan slow motion. Hihihi...
"Mendaki sendiri untuk pemula itu berbahaya!"
Duh, baru juga ketemu, sudah diomelin. Hiks...
"Aku kan tidak mendaki, tapi turun!"
Enak juga sendiri. Bisa semau gue. Jadi kayak Tom and Jerry lagi, deh!
Alhamdulillah, akhirnya titik awal gerbang Pendakian sudah terlihat. Sampai juga.
"Dek, mau beli pentol kuah, dulu. Aku lapar!"
"Iya. Satu mangkok saja, aku lagi tidak bernafsu makan."
Entah lah, aku heran, sejak berangkat selepas subuh belum sarapan dan belum makan sampai sekarang menjelang duhur.Tapi kok tidak merasa lapar, apalagi sudah mendaki dan kembali turun. Apa mungkin shock?
Tapi melihat seplastik stroberi, nafsu makan ku langsung tumbuh. Seplastik kuhabiskan sendiri. Duh, kenapa malah suka yang asem-asem? Eh....
Sumber: YouTube @Isti Yogiswandani channel