Pejuang Mimpi Episode 53
Buka Lembaran Baru
Pernah denger...?
Hidup yang tak dipertanyakan tak layak untuk dijalani? Yes. Hidup yang tak diuji juga tak layak untuk dijalani. Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan. Sometimes, sesuatu yang tidak kamu mengerti akan terjawab seiring berjalannya waktu.
Halloow biang gosip....,
Mari kita hadapi kenyataan, dan buka lembaran baru. Kehidupan modern memang menawarkan banyak kesempatan untuk mengalihkan perhatian. Dari hubungan seseorang hingga teknologi, selalu ada sesuatu yang menyita pikiran kita.
Akan tetapi, ada banyak cara juga yang dapat kamu temukan untuk menemukan karakter didalam diri seseorang. Maka carilah cara apapun yang bagi kamu itu bisa dipakai atau berguna, atau setidaknya cocok untuk dirimu lakukan. Namun satu-satunya cara dari saya untuk kamu dimanapun berada, kamu harus memahami dengan cermat siapa sosok yang ingin kamu ketahui.
Saya hanya orang biasa yang tak putus berjuang melibas hari, menerobosnya karang tajam kehidupan untuk menggapai mimpi. Mimpi untuk menjadi seseorang yang berguna..., mimpi untuk mencecap seulas kebahagiaan..., dan mimpi untuk membahagiakan orang yang sedang kelaparan. Dari mimpi itulah, akhirnya rentetan peristiwa baru mulai mengukir sejarah perjuangan hidup saya.
Saya jarang posting foto pasangan di medsos, bukannya nggak cinta. Ya, kadang kan doi males aja masuk lensa. Saya pasti punya pertimbangan yang baik atas pilihan tidak menggunakan media sosial untuk mengunggah foto bersama pasangan secara terus-menerus karena saya tidak sedang mencoba meyakinkan pengikut tentang kisah cinta yang indah. Dan heeeyy... posting foto pasangan kan bukan bagian dari pembuktian cinta. Ada banyak kuq pasangan yang jarang tampil romantis di media sosial justru bahagia-bahagia ajah, mereka tak butuh pengakuan orang lain. Jangan selalu percaya dengan apa yang terlihat, tahun 2023 kemarin ada teman saya yang puitis-puitis pulak dia di sosial media, pas saya telpon sengaja nanya kabar dan ngeledek, rupanya mereka abis bertengkar, wkwkka. Iya, ada lho gitu pasangan tu huahaha lucu.
Mengenai jarang mengunggah kebersamaan dengan pasangan, saya menilai hal tersebut adalah proses pendewasaan masing-masing orang dan kehidupan setiap kita yang berbeda. Karena gini, kita waktu jaman pacaran sama udah menikah apalagi kita udah punya anak, suami sudah fokusnya lebih ke cari uang, fokus untuk masa depan anak-anak dan untuk masa depan istrinya. Kalau ada waktu senggang untuk kita berdua ya kita nikmatin bukan untuk kita sharing.
Gess...,
Ada banyak alasan yang membuat orang jarang mengunggah kehidupan pribadi di media sosial. Yah..., mungkin karena sibuk aja di dunia nyata, jarang pegang handphone kecuali untuk urusan penting. Atau mereka mungkin merasa tak perlu pengakuan orang lain. Mungkin mereka tidak narsis, bahkan mereka tidak bergantung pada media sosial.
Mereka jauh dari insecure, dan tidak merasa perlu membandingkan diri dengan orang lain.
Saya sendiri hadir dengan motif yang mungkin berbeda dari kebanyakan orang. Saya ingin mengasah keterampilan menyampaikan gagasan secara tertulis dan bercakap-cakap tertulis dalam iklim penuh hormat. Itu pertama. Yang kedua, saya juga menjadikan media sosial laboratorium perilaku yang asyik untuk hadir jadi pengamat hening di situ (eh, di sini). Yang ketiga, saya mendapatkan banyak pengetahuan dari banyak orang.
Saya merasa tidak perlu mengunggah secara teratur...., dan sering kali memilih menikmati momen sehingga jarang mengunggah foto berdua selama aktifitas liburan. Saya baru akan membagikannya setelah kembali ke rumah. Itu karena saya tidak merasa perlu memberi tahu orang lain tentang kesenangan yang saya alami. Saya lebih suka menikmatinya sendiri.
Saat ini fokus saya dan suami sudah berbeda jika dibandingkan ketika kami masih pacaran. Jadi kalau pacaran kan kita pengen nya yang gimana gitu, tapi kalau udah menikah itu ya kita fokus nya udah beda. Yang penting suami saya pulang, kasih sayangnya masih full, jadi ya kami fine-fine aja. Namanya suami istri kan ya kita harus jaga keharmonisan lah, jaga komunikasi tetap. Itu yang pasti.
Media sosial kan, bukan sebuah kompetisi. Terkadang..., media sosial memaksa orang menjadi insecure dan tidak bahagia dengan apa yang dimiliki. Tapi pasangan yang bahagia tidak merasa perlu membandingkan diri dengan orang lain. Rahasia pasangan bahagia dalam hubungan adalah jujur, tidak harus bergantung pada orang lain untuk kebahagiaan satu sama lain.
Saya tidak membuang banyak waktu di media sosial untuk merasa bahagia. Tidak perlu menyombongkan diri, membuat orang lain cemburu, atau membuktikan apa pun kepada orang lain. Tetap menjadi diri saya dengan versi terbaik setiap saatnya. Terus berproses menjadi sosok yang tangguh dan tegar dari waktu ke waktu. Dengan semua kelebihan dan keterbatasan yang saya miliki, saya tetap fokus kepada manfaat untuk orang lain dan semua yang ada di sekitar saya.
Memangnya benefit semacam apa yang akan kita dapatkan jika kita memposting atau memperlihatkan wajah pasangan kita ke hadapan publik? Tidak ada, 'kan? Saya rasa hubungan akan terasa jauh lebih baik jika hanya diketahui oleh pasangan itu sendiri. Selain melindungi privasinya, kita juga dapat mencegah para haters menyerang pasangan kita melalui komentar. Ingat, sekarang kejahatan dapat dilakukan melalui apa saja.
Ketika kita mencintai seseorang pastinya kita ingin melindunginya juga, 'kan? Ada pulak menilai orang hanya lewat postingan doang. Lawak.
Ada yang lebih lawak lagi. "Ayo dong kalian berdua foto, buat kenang-kenangan di media sosial!". Ha-ha-ha. Saya kan, bukan abegeh yang haus pengakuan. Ya..., saya bukan usia remaja, yang ketika pacaran seluruh dunia harus tahu kalau saya itu laku. That's not me. Boleh dong, saya menjaga privacy. Emangnya privacy untuk kalangan artis aja? No. Saya adalah tipe yang riskan sekali kalau hal-hal pribadi diumbar-umbar dan diketahui khalayak ramai. Toh, manfaat juga enggak. Takut digebet orang. Hahahaha..., yang ini becanda yaa.
Kadang saya mau ketawa, karena banyak kali cerita tentang kawan baru yang lawak-lawak niy. Suatu ketika, terdengar sampai ke telinga saya tentang bagaimana sebagian orang yang baru saya kenal mencoba menebak kehidupan saya. Kata mereka..., di balik senyum ramah dan canda ringan yang KS tampilkan itu, terletak konflik, kegetiran, dan kelelahan batin. Ia terjebak dalam hubungan yang terasa seperti penjara. Ha-ha-ha, itu kacamata mereka. Begitu rupanya, cara orang menggosip diluar sana. Awak ndak ngeh.
Jadi selama ini, KS hanyalah seorang wanita yang meski terlihat kuat, namun ia merasakan kekosongan dalam dirinya. Doi, sosok suami yang di permukaan saja tampak sempurna ; sayang anak, serta penuh bakat. Dan banyak wanita menginginkannya, wkwkka. Sedangkan KS lain lagi modelnya, KS sosok istri yang dipermukaan juga tampak sempurna, padahal sebenarnya rapuh ha-ha-ha. Ia mana bisa masak..., ga bisa ngurus anak dan enggak bisa ngurus suaminya. Sibuk-sibuk sendiri aja keliatannya, dan lihat...; suaminya sering makan ke rumah emaknya, wkwkwka. Apa dah pecah kongsi kali yaaa? Asli lawak..., dasar biang gosip.
Saya punya cara tersendiri untuk bermesraan tanpa haus pujian sana-sini. Eh, bukannya ngobrol berdua sembari menikmati segelas cokelat hangat di kebun keintimannya awet hingga nanti? Kami bukan B.J Habibie dan Bu Ainun yang keromantisannya menusuk sampai tulang..., kami hanya pasangan suami-istri biasa, yang tiap bulan masih berdebat soal kenaikan harga gula dan juga rebutan ceramahin anak pas mereka lagi bandel-bandelnya. Meski gitu, kami sudah cukup bahagia. Cinta kami pun nggak harus ditunjukkan sedemikian rupa, diberi tanda "love" lalu dipuja-puja. Cukup monyet di kebun dan capung yang usil saja yang tahu, betapa kami ini akan tetap saling mencintai hingga nanti jadi debu.
Saya termasuk yang jarang posting hal-hal berbau pribadi seperti pasangan dan keluarga, karena menurut saya pasangan dan keluarga bukan bagian untuk jadi konsumsi publik. Dia juga sukanya berkarya dan hening. Saya menaruh respek padanya. Hari-hari setelah menikah saya banyak menghabiskan waktu bersama suami setelah sama-sama pulang kerja. Kami selalu berusaha meluangkan waktu untuk ngobrol dan ehmm sebenarnya untuk melepas rindu, haha.
Jadi ya makin jarang juga buka Instagram apalagi post feed dan story. Kami lebih tertarik menikmatinya berdua, tanpa sibuk memikirkan konten untuk dipamerkan kedunia. Sosial media untuk saat-saat bersama, tak lagi menjadi fokus dan prioritas saya. Di momen itu, kegiatan post feed dan story otomatis berkurang cukup banyak. Saya bisa 1--2 minggu baru post video baru dan story. Tapi, kalo sudah sempat saya post daily activity saya, itupun kalo sedang pengen ha-ha.
Gara-gara jarang posting di medsos aja saya dikira sudah pecah kongsi? Jangan kolot kamu karena sosial media niy! Medsos ternyata tidak selalu berdampak baik, pernah suatu ketika, saya bertemu salah satu teman lama di sebuah acara kantor, tiba-tiba teman saya bertanya tanpa tedeng aling-aling, " KS. Lo, udah divorce ya sama suami?" Saya agak mengernyitkan dahi, sibuk berpikir dari mana teman saya yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu, tiba-tiba menanyakan hal yang menurut saya sangat pribadi.
Belum habis kebingungan saya, dia berucap, "Soalnya gue lihat di sosial media lo, lo nggak pernah upload foto berdua ataupun foto pasangan lo". Hh, karena sosial media? Semudah itu ternyata seseorang menilai orang lain yang jarang ditemuinya, jarang dichat, jarang diajak curhat atau sekadar minum kopi bareng. Yang hanya bertemu lewat sosial media, dan bertatap mata langsung pas kebetulan aja setelah bertahun-tahun lamanya. Tidak adakah pertanyaan yang lebih berbobot atau obrolan yang lebih bisa menghangatkan suasana?
"Stop tanyakan masalah pribadi yang tidak ada kaitannya dengan dirimu, setiap orang berhak atas hidup dan pilihannya. Kadang kita harus bisa menahan rasa penasaran kita, dengan tutup mata dan telinga akan hal-hal yang memang tak perlu kita ketahui!".
Dalam sebuah momen suka cita pun, kadang orang-orang masih sibuk mencari pelampiasan dahaga penasaran mereka, urusan perasaan orang yang ditanya tidak dipedulikan. "Bisa juga orang tomboy kayak saya hamil atau kapan lahiran anak pertama?", apakah ada kaitannya dengan mereka? Apa mereka mau membantu biaya kebutuhan cek kandungan saya, lahiran dan segala keperluan bayi? Tidak, mereka hanya ingin tahu, menjadikan bahan gosip, lalu kembali membuat persepsi dengan apa yang hanya dilihat dari kacamata nya saja.
Pernah suatu waktu saat saya duduk di aracafe, saya sayup-sayup dengar obrolan dua orang yang lagi nunggu giliran bayar juga. Kira-kira, gini nih obrolannya: Cewek A: "Scroll IG-nya kak KS ini males deh, isinya video jualan dia mulu! Kenapa ya dia nggak pernah posting foto suaminya?". Cewek B: "Ih, suaminya kak KS tu kan emang nggak suka di foto. Nggak tahu deh, mungkin karena dia item jelex jadi takut dikatain bagai bumi dan langit sama gayanya kak KS. Hahahahaha..". Padahal, yang kebetulan kasir waktu itu suami saya.
Sekilas ya wajar aja. Tapi kalau kita telisik lebih jauh, nge-ghibahin orang dengan topik semacam itu sama saja menilai sesuatu yang nggak patut dinilai. Kayak kalau boleh bilang, "ya terserah gue dong mau posting foto laki gue atau nggak!".
Saya ga ada posting kemesraan keluarga. Dipikir, saya ga bahagia. Saya juga ga ada posting masakan dulunya, karena kami dirumah pas saya masak kebetulan orang-orang dirumah dah lapar sangat, gess. Jadi ga sempat post. Itulah awalnya saya kepikiran buka aracafe. Karena tanggapan dari orang yang melihat lifestyle KS yang ketika itu sering beli nasi bungkus haha.
Saya juga bukan pengguna sosial media yang sangat aktif. Sehari bisa ngilang, bahkan berbulan-bulan, follower juga sudah diatas 5K. Saya post pas pengen nulis aja, setelah dari buku yang saya baca..., dan setelah pertemuan yang saya nikmati. Sedangkan perihal tempat-tempat hype buat nongkrong, wisata yang saya kunjungi, foto selfie berbagai sisi dan lain sebagainya, itu di save aja. Pokoknya isinya sosial media saya 50% dokumentasi, 48% cari perhatian dan 2% pengen pamer aja sih.
3,5 tahun setelah menikah saya alhamdulillah mulai berhijab, dan berdagang hijab fesyen mulanya. Tentunya saya arsip foto-foto pake hijab di Instagram. Jadi tinggal beberapa foto saja yang tidak menampakkan diri saya lagi. Kemudian saya sakit hati karena dikira ga bisa masak. Lalu saya sambil kerja kantor mengambil kursus memasak. Rencananya sih saya mau pamer juga tentang pandai masak.
Ha, tercengang pulak orang pas saya buka aracafe. Lai kan iyo, saya endak ada masak-masak dulu kan...? Saya kan waktutu sering beli nasi bungkus, gess! Karena waktutu saya mau makan ditempat usaha suami. Dipikir lak tu, saya istri yang pemalas. Coba ya, kalo suami saya bawa nasi dari rumah ke tempat usahanya, pasti suami saya dikira perhitungan oleh karyawan nya. Ya kan?
Saya ga ada posting teman-teman klo kongkow-kongkow. Dipikir, saya ga punya teman hua-ha-ha. Giliran saya keliatan diluar pas kebetulan saya ketemu tanpa sengaja dengan teman-teman SD/SMP/SMA atau eks bank, jadinya kan saya kongkow-kongkow di tempat makan dan seru-seruan gituuuw. Dipikir, apalah KS niy. Akrab-akrab banget sama orang-orang yang, ha sudah tu diberinya label A B C dan D. Apalah-apaalah.
Saya mikir nya simple aja dulu. Pas anak masih kecil-kecil, fokus kantor-rumah, kantor-rumah. Lha ngapain juga harus pergi-pergi atau anak kecil ditinggal-tinggal. Dipikir tu, alaaah saya takut ninggalin suami. Giliran anak dah besar, sering dinas keluar. Eh dikira ga sayang lak sama anak dan suami.
Suami saya, pas saya kuliah S2 dulu sering makan di rumah gaeknya, "lu bilang binik nya tak bisa ngurusin suami laaaa, hayyya lu taktababoolaaa". Emangnya ga boleeh...? Seorang anak laki-laki sering-sering mengunjungi ibunya yang sudah renta? Kan rumahnya lumayan dekatan sama usahanya. Anak laki-laki kan..., emang senang masakan ibunya. Dulu, pas usahanya dia dekat rumah saya, "lu bilang dia ga pernah lihat orang tuanya laa". Lu gimana sih jadi orang? Ngapain pulak doi kan bilang-bilang kemanapun ia mau pergi. Ahhaha.
Kayak yang iya pulak benar hidup lu. Eyy. Macam kan kenal baik pulak lu sama kami. Saya kadang ketawa menulis orang lawak-lawak di atas dunia ni. Jarang nampak orang suami istri, dikira apa gitu ya. Padahal ya, orang kita juga ga bilang-bilang sedang apa dan sedang dimana. Lu kira kami masih di level mencari validasi, haa? Enggak gesss. Kami emang gitu, banyak ga jelasnya. Penasaran? Kasyan deh. Tak kan den sobuik an segalo apo yang kami karajokan dowww.
La tabanyak bana sakik hati den, dek urang. Tapi den tetap sabar. Kesabaran adalah kunci.
Saya ga mau banyak bicara diruangan, karena apa? Karena saya kalo sendiri itu sudah pasti baca, nelpon atau nulis apa gitu ya. Jadi ya, emang ga tau aja gosip orang apa, ga ngeh gitu lho. Apalagi cuma obrolan yang enggak penting dan enggak berbobot. Toh, saya juga ga ada sampai yang membangga-banggakan diri oh saya bisa kerja ini itu lhow. Dulu aja saya pernah dipikir ndak bisa kerja maah, karena ga pandai cari muka itulah tu. Saya tampil apa adanya saya, ga pernah saya tu ndak mengukur bayang-bayang.
Saya ga ada menyeh-menyeh minta atasan agar bisa dinas luar kota. Yaah, biasa aja keles, masih Indonesia kan? Saya dulu udah kuliah di Jawa, jadi kalo untuk ke Jawa kamu sebutnyo, jangan lagi kamu pikir saya tu Cinan Bana, apalagi cuma ke Pekanbaru-Padang Bukit Tinggi. Itu rute saya mencari galeh ma hoy. Tak kan perjalanan dinas tu yang kan saya nanti-nanti do he, apalagi berebut-rebut macam kalian nak pergi. Tak level. Agar kamu ketahui juga, saya sudah pernah kaki saya dek cemar sewaktu bejalan di Tanah Abang dan Mangga Dua membeli dagangan. Itupun saya masih duduk di sekolah dasar dan saya hilang dengan adek saya disana. Hiikss.....
Dunia...., memang tempat beragamnya masalah. Saya ngerasa gaya saya biasa aja tuh. Bukan mau banyak-banyak gaya, tapi kan saya nyetock jualan barang-barang untuk gaya hidup di mobil sambil ngantor. Klo suka ya orang beli, kalo enggak juga ndak apa-apa. Suatu hari pada zaman BBM gitu, belum ada android ni dulu dow. Jadi ceritanya saya foto-foto ditempat -tempat bagus sebagai model untuk baju mode terbaru saya. Kadang dalam rumah saya, kadang di cafe, kadang dirumah keluarga saya di kota. Namanya aja saya berdagang kan, jelaslah yang terbaik agar menarik. Seni berdagang adalah pamer, kalo ga di pamerin, siapa yang beli, gess?.
"Lihat deh si KS, jarang banget ya posting foto suaminya di IG. Jangan-jangan udah pecah kongsi!". Ha-ha, kamu scroll aja kebawah! Ada lho sudah sekian lama foto nya Pangeran Arab di sosial media, ada yang beberapa hari lalu love, saking keponya.
Ada pula tuh, kedengaran beneran sama teman dekat saya. "Eh, kenapa ya si KS males banget foto sama suaminya, apa gara-gara jelek, ya?". Wkwka.
Puluhan komentar semacam itu mungkin saja terlontar dari para penggosip di luar sana, mengingat saya memang bukan tipe orang yang suka ngumbar wajah pasangan di medsos. Kalau ditanya alasannya apa, takut ada yang cek harga! Bukan berarti yang hobi posting foto pasangannya termasuk hamba yang riya', tapi buat saya kayak wasting time aja gitu.
Jika ditanya apa alasanmu tidak selalu memposting pasangan di media sosial?
Tentu saja karena privasi. Di beberapa akun media sosial saya, tidak selamanya saya begitu. Sesekali saya memposting foto pasangan saya dengan tujuan tertentu; intinya bukan pamer, salah satunya sebagai bentuk apresiasi atas kehadirannya di kehidupan saya.
Hubungan tidak selamanya perlu diumbar ke khalayak ramai. Yang penting orang yang kenal saya tahu kalau saya sudah memiliki pasangan, itu saja sudah cukup. Dan foto-foto kami lebih suka saya simpan untuk pribadi, atau dijadikan kenangan dengan cara dicetak dan dipajang di dinding kamar ala-ala aesthetic. Haha.
Media sosial adalah sebuah fenomena baru dalam kehidupan kita, tak bisa lepas dan seakan sudah mendarah daging. Apapun sepertinya wajib di-post entah dalam sebuah momen penting, perayaan ulang tahun atau sekadar makan di resto cepat saji, sambil numpang wifi pun wajib diabadikan dan di-post. Oiya, ada yang bilang justru pasangan yang sering sekali post foto mesra berdua justru sedang tidak bahagia dalam hubungannya. Wallahualam.
Udah tua-tua gini, ga zamannya lagi bejalan berdua kalo cuma ke pasar doang. Apa yang mau di liatin lagi. Kalo pergi sama keluarga pun, kadang kan ga naik motor. Ga keliatan aja pas bersama-sama. Jadi menurut saya, kenapa pasangan setelah menikah menjadi jarang aktif di sosial media? Ya, karena mereka sudah cukup merasa bahagia satu sama lain tanpa perlu diakui dan dipamerkan di sosial media.
Marilah bijak dalam hubungan sosial baik dalam dunia nyata maupun maya. Karena kadang bukan lagi ucapan yang mampu melukai, tapi jempol dan jari-jemari ini yang kadang dengan dan tanpa sengaja menyakiti banyak hati. Belajar untuk tidak 'terlalu peduli' akan hidup orang lain yang tidak ada hubungannya dengan diri kita, dengan stop menanyakan hal-hal pribadi yang kadang justru melukai.
Catatan ini juga untuk diri saya sendiri yang sering lalai. Saling menggembirakanlah dalam bermedia sosial, dengan memberikan informasi yang bermanfaat, komentar yang menyenangkan dan postingan yang menginspirasi. Selamat berkarya teman-teman dimana pun berada. Salam hangat, KS!
Mari buka lembaran baru. Jangan kolot!
Martin Luther King JR pernah berkata ; Kegelapan tak dapat mengusir kegelapan. Hanya terang yang sanggup melakukannya. Kebencian tak dapat mengusir kebencian. Hanya kasih yang sanggup melakukannya.
Cerita ini bersifat subjektif, jika tidak setuju dengan pendapat saya, ya. Tidak apa-apa. Terima kasih.
#KSStory #KSGarden #KSMotivasi #KSLifestyle #KSFamily
#PejuangMimpi #Episode53
#BukaLembaranBaru
#Agrowisata #PetikBuah #BuahSayur #Pepaya #Cabe #Durian
#Pertanian #Berkebun
#Reels #Fbpro #fyp #vod
semua orang SoroTan PubLik Sorotan Fyp