KS Story
KS Story Petani

Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)

Selanjutnya

Tutup

Video

Pejuang Mimpi Episode 94 Baik Boleh, Bodoh Jangan!

25 Juni 2025   04:37 Diperbarui: 25 Juni 2025   04:39 96 1 1

KS Story
KS Story



Pejuang Mimpi Episode 94

Baik Boleh, Bodoh Jangan!

*"Lu boleh baik sama orang, lu boleh kasian sama orang..., dan lu boleh ga tegaan sama orang. Tapi ingat! Baik boleh, __bodoh jangan! Jadi kalo ada orang yang dibaikinnya ga tahu diri, batasi yang namanya rendah hati! Karena, cara itu ga lu lakukan..., __bisa-bisa elu yang dijadikan ajang pemanfaatan".*

Saya mau share tentang bagaimana cara menjadi orang baik tetapi tak diinjak dan dimanfaatkan orang lain. Bagaimana menjadi orang baik tanpa harus merasa capek menjadi orang baik. Baik itu tidak harus selalu memenuhi ekspektasi orang lain. Kalau kita tidak mau dimanfaatkan ketika menjadi orang baik, ya kita harus tau batasan-batasan yang kita miliki dan tegas dalam menyikapinya. Jadi misalnya ada seseorang yang mau memanfaatkan kita, kitanya lah yang harus berani bilang tidak dan jangan takut buat dibenci karena kita tidak salah disini. Walaupun kita menjadi baik bukan berarti kita harus menuruti segala kemauan orang lain. Ya, intinya kalau mau jadi orang baik tapi tidak mau dimanfaatkan atau diinjak orang lain, __ya cukup bersikap lebih tegas supaya kita terlihat lebih kuat dan enggak dipandang lemah. Gitu aja simplenya....

*Bagaimana caranya supaya kamu tidak gampang dimanfaatkan sama orang?*

Saya berusaha untuk jauh lebih mempriotitaskan diri saya sendiri. Saya belajar untuk menolak ajakan atau permintaan bantuan dari orang yang sifatnya tidak mendesak. Saya hanya akan mau bantu bila sifatnya memang yang penting-penting aja dan mendesak.

*Pengalaman Pribadi;*

Untuk saya, saya memilih untuk menjadi baik yang tidak berlebihan. Yang artinya secukupnya saja. Menjadi orang baik, melihat tempat dan waktu. Kunci dari tidak dimanfaatkan orang lain adalah berani berkata "tidak" ketika saya sedang tidak bisa atau tidak mampu membantu. Tidak selalu mengiyakan segala permintaan orang. Karena orang lain akan menggunakan ini sebagai kelemahan saya. Jadi kalo ada orang yang dulu pernah kerja sama saya, terus jelex-jelexin saya setelah ga bekerja lagi sama saya. Fix, ia adalah orang yang tidak bisa memanfaatkan saya. 

Let me tell you, my story! 

Saya ga khawatir akan perkataan orang itu. Ga ada kasian-kasian. Baik boleh, bodoh jangan! Saya bersikap lebih tegas dan bodoh amat sama urusan pribadi orang kerja sama saya. Suatu hari, Mbak Sulha datang ke swalayan saya. Saya masih ingat, anak saya masih satu, Ara. Lalu, Mbak e meminta bekerja di rumah saya. Saya bilang, bisa datang jam 6 pagi? Karena saya harus berangkat ke kantor jam 6.30. Pagi mencuci tapi pake tangan, tidak mesin cuci. Memasak untuk saya ga usah, tapi masak untuk  karyawan gudang depan. Menyapu rumah atas bawah, dan halaman. Setrika dua kali seminggu. Itu saja. Saya pulang ke rumah, Mbak silakan pulang. 

Seminggu pertama, training. Datang sesuai dengan yang saya inginkan. Tapi setelah tu, SMS masuk subuh. "KS, Mbak izin sakit ya!". KS jawab, okeh. Besok masuk. Sehari sudah tu minjam duit, untuk berobat. Okeh ga apa-apa. Hari Sabtu, saya mau ke kondangan bersama suami dan anak. Baju seragam saya, baru saja dijahit. Saya minta setrikain sebentar. Kayaknya dia setrikaannya di depan tipi. Begitu saya keluar kamar mau minta baju saya, tau-tau baju saya sudah merekah aja lengannya. Ya saya, ga terimalah. Marah? Ya Iya. Coba kalo baju kita masih running, mahal, dan tiba-tiba dah rusak aja. Kita sakit hati kan? Seminggu kerja, yang ia sakitlah, minjam duit lah. Terus kerja ga bener pulak. Saya ngasih ia kerja karena kasian. Kalo i ga minta kerjaan gitu ke saya, ga bakalan ia saya tawarin kerja. Orang saya ga cari pembokat kuq. Saya suruh hitung, ia berapa hari kerja dirumah saya, gajinya sebulan sekian bagi 30 hari. Saya bayar ia sekarang. Kalo saya potong gajinya, ga nerima dia gaji. Sebel saya liat muka nya tu. Nih baru diceritakan aja, dah langsung lega saya, hahaha.

Datang-datang suami saya naik tangga buru-buru. Ditangga udah nyahut tu, ada apaaa ini ribut-ribuuut? Terus langsung ke kamar dan bilang...., ga boleh gituu sama orang. "Ga boleh gimana, masa gue kesel ga boleh, gimana sih lu?". Saya nangis. Pembokat yang salah, saya yang dimarahin.  Terus kan, suami diam-diam keluar. Dari dalam kamar kedengaran dia bilang gini. "Mbak..., mbak pulang dulu aja deh yaa! Ga akan aman Mbak dua jam ke depan kalo masih disini!". Mbak nya gugup, dan bilang maaf. "Maaf ya bang, baju kakak jadi kek gini!". Tercengang lah dia kan. Masa dia pake baju baru, terus bininya pake baju beda. Padahal ya, saya sudah ready bedakan. Ga jadi kami kondangan do gegara pembokat ga tahu diri tu. Ga boleh marah-marah sama orang, kata suami saya. "Apaa? Kata nenek pesan sama saya, baik boleh, __bodoh jangan!" . "Oh, gitu, katanya dingin". Ia menganggukkan kepalanya. Iya bener juga sih, katanya. Ha-ha-ha. 

Itu baru cerita pembokat. Kalo diberhentikan, nanti bilang yang KS beginilah begonolah. Kita sengaja ga cerita, dia kerjanya kek gimana. Klo kita bilangin semua, dia aja yang kan susah dapat kerja. Karena kita kasian, ya udahlah biarin aja kita diceritakannya jelex. Terkadang memang baik membantu tanpa pandang siapa yang kita bantu, tetapi jika kita dirugikan terus menerus oleh subjek yang kita bantu, __tentunya itu sangat mempengaruhi hidup kita. Kita akan tertekan dengan sendirinya. Kerugian juga tidak hanya fisik, namun bisa juga materi dan hal-hal berharga lainnya di hidup kita. Punya value membantu orang lain boleh-boleh saja, itu hal yang bagus. Tetapi jika hal itu merugikan kita, maka belajarlah untuk berkata TIDAK. Tidak untuk Mbak Sulha. 

Saya membantu orang lain saat itu, masih dalam kapasitas saya. Saya harus tahu seberapa kapasitas saya yaitu waktu, tenaga, materi, dll. Karena hidup saya tidak hanya membantu orang tersebut, ada banyak prioritas saya. Misal saya tidak mau repotin orang tua. Karena itulah saya mau menerima orang itu bekerja dirumah saya. Saya juga memprioritaskan mimpi-mimpi saya, anak-anak saya, tapi penting bagi saya menjaga emosi dan perasaan saya.

Jika dari awal saya sudah 'kurang sanggup' untuk membantu, maka jangan dipaksa, saatnya saya berkata TIDAK. Selain bantuan yang saya berikan kurang solutif untuk saya, itu juga tidak maksimal. Saya tentu akan tertekan, jika masalah orang lain tersebut semakin kompleks dan serius. Jika saya tidak bisa membantu secara langsung, itu karena saya memprioritaskan diri saya. 

Putri dan Maya, datang dari desa pelosok bagian selatan. Menelpon saya, mereka ingin bekerja rumah tangga. Karena kasian, saya terima pula. Kebetulan anak sudah dua. Putri untuk menjaga dua anak. Maya mencuci, menggosok dan menyapu. Seminggu abis waktu saya mentraining mereka. Minggu pertama, Maya pandai kali mengambil hati saya. Asal nampak mobil Jazz Orange dari jauh, dia dah berdiri depan minimarket. Ujug-ujug dia menuju mobil. Dan tanya-tanya. "Ada yang mau dibawain kak?", tanyanya. "Tas, sepatu, sandal atau apa?", tanyanya lagi. Saya jawab enggak ada. Masa tas saya, saya kasih dia huahaha. Ada-ada aja dia tu.

Ha, mendadak saya mau keluar kota. Tanpa bilang-bilang, saya pulang ke rumah sebelum waktu jam kantor berakhir. Agak-agak saya naik tangga tu, wkwka. Karena saya dengar diparkiran, bunyi sound sistem gede kek orang karaoke. Sepatu high heels saya, saya jinjing. Berdiri tegak pinggang saya di belakang Maya yang dangdutan. Dia terkaget-kaget...., ya iyalah kaget kan? Ga tahu diri. "Besok, kau pulang. Ini hape, pencet no hape bapak kau..., sekarang! Minta jemput sama bapak kau, paling lama dua hari dari sekarang! Pas saya pulang, kau juga harus pulang". 

Saya kalau keluar kota, anak-anak dan suami saya ga akan tidur dirumah. Kalo ga pindah ke rumah orangtuanya, pasti ke rumah orang tua saya. Lalu bagaimana putri? Putri tinggal dulu. Setelah bekerja rumah tangga selesai, akan diperbantukan membantu Dani mengurus minimarket dan butiq. Saya pulang, dapat laporan, Ara kayak intelijen jiwanya. "Ma, kak putri pakai bedak Mama. Bandana kakak dipakai na jugaak, baju di mesin cuci belum dijemurnyaa". 

Saya sebenernya capek lho, karena ga nyaman dengan adanya pembokat dirumah. "Panggil putri sekarang, Kak Ara!". "Masak apa kau, putri?, tanya saya. "Telor dadar kak!", jawabnya. "Coba kau kasih liat masakan kau sama aku!". Kalian tau nggak, kek mana telor nya? Telornya banyak minyaaak. "Cucian sudah dijemur?". Belum. Setrikaannya menumpuk. Jadi saya panggil Dani, "Ngapain aja ni orang?". Jawab Dani,"Sudah kerja di toko aja lagi kak!". "Saya bilang sama kau kan, Putri? Kerjakan tugas rumah dulu, jika sudah selesai bantu Dani. E sudah merasa jadi karyawan minimarket pulak kau!". 

Ayi, tetangga saya minta bekerja di minimarket saya semasa gadisnya. Ia sering terlambat datang ketimbang karyawan lainnya. Tentu yang lain ngelapor. Kebetulan dia juga SMS saya, kadang telp. "Ni KS, Ayi telat datang ya ni. Mau nyuci dulu". Saya males balesnya. Dua hari sesudah itu, SMS lagi begitu. Jadi setiap mau nyuci dia dirumah, izin telat huahaha. Kan lawak tuh. Terus saya panggil sebelum tutup minimarket. "Uni tidak mengurus urusan pribadi kalian. Kalian mau nyuci kapan, itu bukan urusan uni. Klo sanggup kerja masuk jam sekian, pulang jam sekian. Silakan kerja! Kalo enggak, mundur aja. Sudah berapa hari kau kerja? Hitung, gaji kau sebulan sekian, dan bagi 30. Mau dibayar sekarang? Kalo iya, Dani suruh keatas, saya suruh dia bayar gaji kau". 

Saya ga perlu jadi orang baik dulu untuk diinjak dan dimanfaatkan orang lain. Tapi kebanyakan orang tu ya, memang yang paling mudah dimanfaatkan dan berakhir diinjak-injak ya orang baik. Kenapa? Karena orang baik tu punya terlalu banyak toleransi dan seringnya mewajarkan apapun perlakuan orang lain kepada mereka. Berkali-kali dimanfaatkan tetep aja baik. Kadang baik dan bodoh..., jaraknya bisa setipis kulit bayi wkwkwk.

Si As, kerja di cafe saya. Datang jam 11, kerja leyaak. Leyak itu lamban. Ngepel cafe sejam an. Nyuci piring se jam an pulak. Ndee, ga sabar saya liatnya. Si Surya koki, pacaran sama yang pramusaji. Entah bagaimana ceritanya, rupanya punya niat kawin lari. Mereka pergi membawa lari sepeda motor anak saya. Padahal sepeda motor itu aset untuk antar jemput anak sekolah. Ha, ceweknya Yumi, membawa lari pulak sepatu boot kulit saya warna cokelat muda dan sepatu ungu yang baru saja sekali kepake ke  Padang. Dudung, semenjak pandai pacaran. Tiap sebentar pinjam motor ke arah jembatan, alasannya beli pulsa. Pulang lama, bikin pening kepala aja. Banyak karyawan, makin banyak pula ragamnya. Ga semua bisa saya ceritakan.

Tapi menjadi baik itu sebuah keputusan yang sulit dan tetap menjadi baik sekalipun dilukai dan dikhianati itu pilihan yang sulit. Gak semua orang mampu memaafkan dan bisa kembali menerima mereka kembali, itu pilihan bijak yang menyakitkan. Tapi terlepas dari alasan orang-orang menjadi baik ataupun memutuskan menjadi orang jahat, semua itu bagian dari drama kehidupan. Ada yang jadi protagonis, ada juga yang berperan jadi antagonis. Ada juga yang jadi figuran.

Semua orang punya perannya masing-masing, tapi kita bisa memilih untuk menerima atau merubahnya. Capek jadi protagonis, selalu diinjak-injak dan dimanfaatkan? Toh kita bisa berubah jadi antagonis yang membalas perlakuan mereka atau menjadi figuran yang memilih menarik diri jauh-jauh dari mereka. Kita bisa keluar sepenuhnya dari kehidupan mereka. Kita juga bisa kuq, memutuskan menjadi orang asing karena kekecewaan yang mendalam, wkwkwk.

Capek jadi antagonis, kan bisa taubat dan berubah jadi protagonis lagi xixixi. Tapi semua jelas ga sesimpel teori, praktek langsung akan lebih sulit. Semua itu mutlak keputusan kita sendiri. Tentang bagaimana menjadi orang baik tapi tidak diinjak-injak dan dimanfaatkan? Ya, jangan terlalu baik!

Orang baik juga punya level, yang paling tinggi ya tadi yang baiknya itu nyerempet ke bodoh ha-ha-ha. Sudah tau dimanfaatkan dan hanya akan dimanfaatkan, masih saja dibiarkan. Kita memang harus jadi bermanfaat sebagai manusia, tapi selalu dimanfaatkan itu terkesan bodoh sih. Sebagai manusia yang butuh bersosialisasi, memang kita butuh orang lain. Kita terikat dengan hubungan antara individu, tapi kita ga perlu takut kehilangan mereka. Kita ga perlu mempertahankan apa yang seharusnya kita lepaskan sejak awal. Kita ga perlu kuq mempertahankan hubungan yang toxic, karena takut kehilangan dan ditinggalkan.

Saya ada cara menjadi baik tanpa perlu diinjak-injak, cara menjadi baik tanpa harus selalu dimanfaatkan. Apa itu? Buat boundaries. Buat batasan, ciptakan jarak! Agar orang lain pun tahu, dimana seharusnya mereka berdiri dan tahu batasannya. Memanfaatkan orang lain dan selalu melakukan itu adalah tanda jika mereka merasa tidak punya batasan, so mereka bertindak seenaknya. Pakai otak! Ga semua orang bisa jadi baik dalam waktu semalam. Jika ada yang datang dengan mulut manisnya, jangan mudah terpikat! Jika ada yang datang dengan berbekal cerita sedih, jangan terlalu mudah bersimpati!

Ga semua orang berpikiran seperti kita, dan ga semua yang terlihat baik di depan kita itu adalah kenyataan. Semua orang punya tipu muslihat, itu yang paling berbahaya dari manusia. Jangan terlalu naif! Mudah kasihan itu, bentuk kita masih punya hati. Tapi, pikir-pikir dulu, ya! Kalo engga ya bilang enggak, kalo iya ya bilang iya. Karena ga enak, diiyain aja semua. Jangan buat diri sendiri susah! Kadang diri kita sendiri yang buat diri kita berada di situasi yang sulit, wkwkwk. 

Gak enakan itu tanda kita masih punya empati, but ya dipikir duluu. Kita bisa apa enggak, ada apa enggak? Masalahnya, kalo kita yang susah, belum tentu mereka mau bantuin. When someone said; 'diam adalah emas', bukan berarti kita harus selalu bungkam. Kalau ada yang tidak sesuai, maka kita berhak untuk komplain. Sekalipun komplain kita tidak didengar, setidaknya orang akan tahu kita bukan boneka yang ga punya mulut. Kebanyakan orang yang diinjak-injak, karena sejak awal mereka memberikan akses untuk orang lain. Membiarkan mereka menghakimi tanpa mau menjelaskan, merendahkan kita karena menganggap kita lemah dan mau-mau saja melakukan apapun yang mereka ingin. 

Teh Ine, minta kerjaan di kebun saya. Saya bayar mingguan. Terus suaminya bekerja di tempat orang lain. Karena ga punya tempat tinggal, saya kasih rumah di kebun. Rumah itu sebelumnya kantor suami tempat ia berunding dalam usaha saumill nya dulu. Saya ga minta sewa, silakan tinggal dan kalo mau bekerja, ya silakan. Selama pekerjaan nya sesuai dengan yang saya inginkan hasilnya, pasti akan saya pake. Tapi, ketika, bulan ketiga Teh Ine setelah dibayar mingguannya dia minta kasbon untuk bayar arisan. Saya kasih pinjaman. Minggu berikutnya, minta kasbon lagi bayar arisan. Minggu ketiga, saya potong. Terus kan, mohon-mohon jangan dipotong. Lho, saya langsung ngomong. 

"Saya tidak mau tau urusan rumah tangga kalian, tidak ada bon di warung mengatasnamakan saya atau suami saya. Kalian kerja sekian, sekian kalian saya bayar. Sesuai standar. Oh urusan kalian besar pasak daripada tiang, itu bukan urusan saya. Jangan karena saya baik, atau kasian sama kalian, saya pula kalian manfaatkan! Bukan kalian yang ga sanggup kerja sama saya, tapi saya yang ga sanggup mengurus hidup kalian. Tidak cocok sama saya, cari kerja tempat lain! Tidak bisa mengatur uang keuangan rumah tangga, silakan cari solusinya sendiri. Oh, iya. Mulai awal bulan, rumah ini akan ada yang nunggu, kalian cari tempat tinggal lain. Kalo saya mau ambil sewa, saya potong gaji kalian. Tapi itu ga saya lakukan. Karena apa? Karena saya kasian sama kalian, pendatang. Dan kamu Usep, tiap dua hari kamu mau pinjam, kekurangan uang. Barusan gaji di bayar. Judi online kamu? Makan dikasih, tempat tinggal dikasih. Ga tahu diri, kamu! Saya ga mau liat muka kamu lagi! Titik!".

Ha, datang suami saya! "Udah-udaah! Kalau istri saya yang sudah ga suka liat sifat kalian, jangan tunggu dia mengamuk! Disini ini, dia bosnya. Ingat pesan saya! Perlakukan diri kamu seperti kamu ingin orang lain memperlakukanmu. Dan perlakuan orang lain seperti apa kamu ingin diperlakukan! Kamu tidak mungkin dapat disukai oleh bos kamu, jika kamu melakukan sesuatu yang dapat menyinggungnya. Apalagi bos kamu itu, istri saya. Sekali terendus niat kamu memanfaatkannya, maka nambah satu lagi blacklist di buku hati nya". Ha-ha-ha, saya dalam hati mau ketawa pulak mendengarnya.

*Diskusi;*

Mereka bubar, kamipun mulai lagi cerita ini. "Ingin selalu bersikap baik tapi ujung-ujungnya kebaikan kita dimanfaatkan orang lain? Mustahil. Kita menjadi baik tapi tidak dimanfaatkan orang lain. Kita tidak mungkin mendapatkan kedua hal tersebut secara bersamaan. Dengan menjadi baik, kita akan disukai banyak orang di sekeliling kita, tapi pasti diantara mereka akan ada yang memanfaatkan kebaikan kita. Tetapi ketika kita menjadi tidak baik, hanya karna takut dimanfaatkan orang lain, __maka itu salah besar. Menjadi baik, tapi dimanfaatkan orang lain, __berarti yang buruk adalah orang lain tersebut. Sedangkan kita? Kita tetap baik-baik saja. Menjadi tidak baik karena takut dimanfaatkan oleh orang lain, __berarti yang buruk adalah diri kita sendiri. Kita mungkin akan dijauhi orang itu dan kita akan dicap buruk. Itu biasa!". 

"Sebenarnya tergantung dari kita sendiri. Mau disebut baik, tapi harus tanggung resiko dimanfaatkan orang lain. Atau menjadi buruk dengan konsekuensi diceritakan orang. Menjadi baik sebenarnya mudah. Hanya saja, biasanya tujuannya salah. Baiklah dengan sebaik-baiknya, itu hak kita. Tapi kita harus paham tujuan kita menjadi baik itu untuk apa? Untuk dipuji orang? Atau kita mungkin tipe orang yang tidak tegaan? Atau mungkin baik hanya karena ada maksud dan tujuan tertentu saja? Menjadi baik adalah pilihan. Tapi ingat orang yang tidak baik, tidak akan pernah baik-baik saja menghadapi kehidupan. Bermanfaat dan dimanfaatkan itu beda tipiss.

Beda di pembagian benefit".

"Selama yang kita lakukan itu hal yang benar, tak perlu terlalu ramah kepada orang yang bekerja pada kita. Keramahan kita inilah yang kerap kali membuat mereka berpikir bahwa kita adalah orang yang mudah untuk dimintai bantuan. Jika kita bingung bagaimana caranya untuk menolak bantuan yang dirasa tidak penting dan mendesak, cukup bilang "Aduh saya ga urus itu!". Tidak perlu diucapkan/diketik dengan nada serius. Kalau perlu, ucapkanlah dengan sedikit nada bercanda. 

"Bagi saya, pujian lebih berbahaya dibanding cerita-cerita jelex. Tindakan positif yang dimotivasi oleh cerita hoax orang lain terhadap kita, biasanya cenderung lebih bermanfaat bagi kita sendiri. Sedangkan tindakan positif yang dimotivasi dari pujian, justru biasanya hanya bermanfaat bagi orang di sekitar kita saja. Kita bukan lagi tipikal people pleaser. Oleh karena itu, jangan melakukan sesuatu hanya karena ingin terus menerus dipuji orang lain. Seperti membantu mereka terus menerus. Itu sama saja kita sedang dimanfaatkan". 

"Semenjak saya menerapkan hal-hal tersebut, hidup saya menjadi jauh lebih "tenang". Saya tidak ada lagi rasa was-was, karena takut diomongin. Biar aja orang lain! Kemudian saya juga jadi merasa lebih memiliki kekuasaan dan kontrol atas diri saya sendiri. Dan yang paling lucunya, sedikit demi sedikit, __beberapa orang yang tidak bisa memanfaatkan saya, mereka mulai menjauhi saya. Pada titik itulah, saya tahu bahwa mereka yang mulai menjauhi saya tersebut, hanya merapat ke saya setiap ada butuhnya saja. Dari sini pula mulai terlihat siapa saja orang-orang kita yang sesungguhnya. Yang terpenting adalah, kita ga perlu takut tidak disukai oleh orang lain!".

Saya ada tembang buat kamu yang lagi capek banget...., dimanfaatkan orang lain. Dengerin ya! Dan..., buat kamu yang murah hati banget. Sayangi diri sendiri..., dan lakukan hal baik tanpa motivasi untuk diakui. Prioritaskan diri sendiri...! Hari ini kamu bisa membantu si A, tapi belum tentu tiga bulan lagi kamu bisa membantunya. Bisa jadi kamu akan muak dengan sikapnya. Orang baik..., __bukanlah orang yang terus-terusan membantu. Beranilah berkata tidak karena itu untuk kebaikan kamu sendiri, dan juga kesehatan mental kamu! Baik boleh, bodoh jangan!

#KSStory

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4