Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Naik Kapal Feri saat Penumpang Sepi, Serasa di Rumah Sendiri
Perjalanan sejak keluar gerbang tol Kariangau menuju pelabuhan Kariangau berjalan cukup lancar. Pengguna jalan cukup banyak tetapi dapat lewat dengan nyaman. Tidak terjadi kemacetan. Tidak ada jalan rusak yang parah. Semua jalur dapat dilewati dengan aman hingga loket penjualan tiket kapal feri.
"Berapa?" tanya Pak Imam Mudin kepada petugas loket.
"Tiga ratus lima belas!" jawab sang petugas yang masih cukup muda.
Ada perbedaan atau selisih nominal harga tiket kapal feri. Pada saat kami berangkat dari pelabuhan Penajam hari Kamis (30 Mei 2024) harga tiket Rp 330.000 (tiga ratus tiga puluh ribu rupiah). Saat Pak Imam Mudin membeli tiket di pelabuhan feri Kariangau selisih lima belas ribu rupiah.
Setelah tiket ada di tangan, Pak Imam Mudin diarahkan menuju Dermaga 1. Petugas yang berada di belokan jalan, mengambil satu lembar tiket yang dibawa Pak Imam Mudin, kemudian memberikan isyarat agar mobil yang dikemudikan Pak Imam Mudin menuju Dermaga 1.
Wajah ceria Pak Imam Mudin begitu tampak karena tidak ada antrean. Pengemudi mobil atau sepeda motor yang sudah membeli tiket langsung diminta masuk ke kapal Ulin Ferry yang berada di Dermaga 1.
Petugas yang berada di ujung kanan dalam kapal feri memberikan aba-aba agar mobil yang dikemudikan Pak Imam Mudin ditepikan dekat tangga.
Dengan berhati-hati pak Imam Mudin mengikuti aba-aba atau arahan dari sang petugas kapal feri tersebut. Salah sedikit bisa berakibat fatal. Badan mobil bisa tergores dinding kapal atau besi yang cukup tebal di sisi dekat dinding.
Saat mobil sudah terparkir, Pak Imam Mudin agak kesulitan membuka pintu. Dengan bersusah payah, Pak Imam Mudin akhirnya dapat keluar dari dalam mobil dengan membuka pintu tidak penuh (tidak lebar).
Kami segera naik ke lantai dua dengan pelan-pelan. Ada banyak anak tangga harus dilewati. Pak Imam Mudin tidak langsung naik ke lantai dua. Ia sempat berhenti sebentar untuk melihat kondisi tempat parkir kendaraan yang begitu sepi. Banyak tempat masih kosong.
Saya mengikuti dari belakang dengan santai. Tiba di lantai dua, seperti biasa, toilet yang dicari. Sebelum duduk ke kursi yang nyaman, perlu buang air lebih dahulu.
Banyak kursi masih kosong. Penumpang duduk menyebar. Ada yang berbaring. Ada yang duduk sambil memegang ponsel. Saya segera menuju kantin untuk membeli minuman hangat. Pak Imam Mudin saya tawari tidak mau minum yang manis-manis. Ia sudah memegang botol air mineral yang dibawa dari mobil.
Pesawat televisi sedang menyala pada dua sisi ruang tempat duduk penumpang. Sebagian penumpang ada yang menonton televisi, sebagian yang lain menikmati istirahat atau memanfaatkan ponsel di tangan.
Kapal feri Ulin (Ulin Ferry) menyediakan musala yang cukup nyaman. Ada AC di dalam musala mini yang cukup bersih di dekat ruang pengemudi kapal.
Setelah menikmati secangkir minuman jahe hangat, saya bderkeliling dari satu sisi ke sisi kapal yang lain. Saya sempat juga mengintip pengemudi kapal feri lewat jendela pintu kaca yang tidak ditutup gorden.
Dengan santai saya berjalan dari satu sisi ke sisi bagian kapal lain pada lantai dua tersebut seperti berada di rumah sendiri. Tidak ada larangan untuk mondar-mandir di atas kapal.
Pemandangan di luar kapal juga sempat saya amati. Ada kapal feri lain yang berjalan menuju pelabuhan Kariangau sempat saya abadikan.
Perjalanan pada siang menjelang sore itu cukup menyenangkan. Saya tidak merasakan kantuk. Biasanya, di rumah, pada jam-jam seperti itu saya sudah beristirahat.***
Baca juga:
1. Menyaksikan "Spiderman" Beraksi di Balikpapan
2. Temat Ibadah di Pusat Perbelanjaan Perlu Pembenahan Lebih Baik
3. Menikmati Jalan Tol dengan Tarif Rp 16.000 di Balikpapan
Penajam Paser Utara, 8 Juni 2024